TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyebaran COVID-19 masih terus bertambah dari hari ke hari.
Data terakhir, jumlah kasus orang yang terinfeksi di Indonesia telah mencapai 700 ribu kasus lebih.
Karakter virus yang dapat bermutasi juga semakin menyulitkan masyarakat untuk keluar dari pandemi ini.
Di sisi lain, aktivitas perekonomian tetap harus berjalan. Banyak perusahaan dan instansi telah kembali melakukan aktivitasnya di kantor.
Untuk itu, masyarakat harus bisa “berdamai” dengan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan dan disinfeksi di tempat kerja dengan metode sinar UV-C yang telah terbukti efektif.
Metode disinfeksi di lingkungan kantor dengan teknik penyinaran ultra violet (UV) tipe C atau UV-C ini efektif.
Ini disebabkan tidak hanya untuk menyerang virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, bisa juga menghancurkan DNA bakteri dan jamur penyebab berbagai penyakit, bahkan untuk virus yang bermutasi.
Sinar UV-C merupakan pilihan disinfeksi non-kimia yang aman, praktis, dan sangat efektif bila digunakan sesuai petunjuk.
Baca juga: Gelombang Varian Baru Virus Corona Telah Mencapai Spanyol hingga Kanada
Pada panjang gelombang tertentu, sinar UV-C dapat menonaktifkan mikroorganisme dengan cara menghancurkan asam nukleat dan mengganggu DNA mereka, sehingga mikroorganisme tidak bisa melakukan fungsi vitalnya.
Disinfeksi dengan sinar UV-C tidak hanya diterapkan pada permukaan benda, bisa juga mensterilkan udara dan air dari berbagai macam virus, termasuk virus SARS-CoV-2, serta bakteri dan jamur merugikan.
"Teknologi UV-C sangat diperlukan di area publik seperti pusat perbelanjaan, hotel, kantor, sekolah, tempat ibadah, bandara dan lainnya,” ujar Dr Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS – Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia (IAKMI) di Jakarta belum lama ini.
Hermawan menyampaikan itu saat diskusi Virtual bertajuk “Sinar UV-C: Kawan atau Lawan? Pemanfaatan Teknologi UV-C yang Aman untuk Perlindungan Masyarakat dari Mikro-organisme”, yang diadakan oleh Signify beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan kasus terkonfirmasi Covid-19 saat ini hanya merupakan puncak dari gunung es dan hanya mewakili sekitar 66% sampai 73% dari jumlah kasus sesungguhnya.
Baca juga: Direktur Jenderal WHO: Virus Corona Covid-19 Bukanlah Pandemi Terakhir yang Dihadapi Dunia
Terkait dengan mikroorganisme, dr Hermawan mengatakan, ada jutaan, bahkan puluhan juta mikroorganisme di sekitar kita. Kalau kita menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), maka kita bisa hidup berdampingan dengan mikroorganisme.