News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ekonom Kwik Kian Gie Ketakutan Diserang Buzzer, Begini Saran Jubir Istana dan Tanggapan Pengamat

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan dan Ketua KKSK Kwik Kian Gie. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail dan Vincentius Jyesta

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Ekonom senior Indonesia yang juga mantan Kepala Bappenas di era Pemerintahan Megawati, Kwik Kian Gie, mengeluhkan, dirinya habis-habisan diserang para pendengung alias buzzer.

Gara-garanya, Kwik Kian Gie memaparkan kondisi terkini utang Pemerintah di akun media sosialnya. 

Akun-akun yang dia namakan buzzer itu dengan pedas 'menghajar' Kwik Kian Gie yang mengkritik pemerintah.

Bahkan, akun-akun itu mengkuliti habis Kwik Kian Gie dengan mengumbar masalah pribadi politisi tersebut.

"Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil."

Mantan Menteri Keuangan dan Ketua KKSK Kwik Kian Gie. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

"Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik-kritik tajam. tidak sekalipun ada masalah," tulis Kwik Kian Gie di akun Twitternya, Sabtu (6/2/2021).

Bahkan, Kwik membalas salah satu akun yang menyerangnya lantaran Kwik dianggap menyerang presiden Joko Widodo.

Kwik menyatakan, sampai saat ini dirinya masih menjadi kader PDI Perjuangan.Meski demikian, ia menegaskan bahwa dirinya bukanlah tipe penjilat.

Juru Bicara Istana

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman angkat bicara terkait peristiwa yang dialami Kwik Kian Gie tersebut.

Menurut Fadjorel Rachman apabila serangan buzzer tersebut tidak dapat ditoleransi lagi, dia mentyarankan kepada Kwik Kian Gie agar memblokir akun akun buzzer tersebut.

"Akun medsos saya 24 jam diserang buzzer. cara terbaik pakai fitur blok, kalau serangan tak bisa ditolerir lagi," kata Fadjroel kepada wartawan, Rabu, (10/2/2021).

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman (Tribunnews.com/ Lusius Genik)

Terlepas dari itu semua, menurut Fadjroel pemerintah selalu terbuka terhadap semua kritik dan masukan atas kebijakan yang dikeluarkan.

Namun dalam menyampaikan kritik, publik sebaiknya belajar pada media atau pers yang selalu berpatokan pada akurasi dan verifikasi. 

"Sehingga bisa membedakan kritik dengan hoaks, fitnah, pencemaran nama baik yg berpotensi terkena pidana sesuai UU ITE," kata dia.

Pers atau media, menurut Fadjroel merupakan garda terdepan dalam era disrupsi digital sekarang ini. Pers menurutnya dapat menjaga kewarasan digital.

"Bahkan dapat bertindak sebagai guru bangsa dalam literasi media digital di era revolusi digital," ujarnya.

Jusuf Kalla Pernah Diserang

Aksi buzzer yang makin meresahkan juga dirasakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). JK pernah dituduh membiayai kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab ke Indonesia.

HRS sendiri kini ditahan dan menjadi tersangka dalam kasus kerumunan massa di acara pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta.

JK saat itu membantah dirinya menjadi sponsor dan membiayai kepulangan HRS dari Arab Saudi ke Indonesia.

Mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla bertemu Pemimpin Umat Khatolik Paus Fransiskus di Vatikan dalam rangka penjurian pemberian gelar Sayeed Award for Human and Fraternity. (IST)

Melalui juru bicaranya, Husain Abdullah, JK membantah punya sangkut paut dengan kepulangan Rizieq ke Indonesia setelah 3,5 ’mengasingkan diri’ di Arab Saudi.

"Pak JK tidak pernah mengkomunikasikan ataupun mendanai kepulangan HRS (Habib Rizieq Shihab)," kata Husain dalam keterangannya, Minggu (22/11/2020).

Husain menjelaskan, tuduhan bahwa JK memiliki andil dalam kepulangan Rizieq ke Indonesia bermula dari cuitan mantan politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean di akun Twitter-nya.

Dalam cuitannya, Ferdinand menggunakan tiga istilah untuk menyamarkan nama tokoh yakni Caplin, Presiden, dan Si Asu Pemilik Bus Edan.

Awalnya, dia mengakui kehebatan tokoh Caplin yang membawa uang sekoper untuk membereskan semua urusan di Arab Saudi.

Menurut Ferdinand, langkah itu dilakukan Caplin untuk melancarkan agenda politik pada 2022 dan 2024.

"Hebat jg si Caplin, bawa duit sekoper ke Arab, bayar ini itu beres semua. Agenda politik 2022 menuju 2024 sdh dipanasi lebih awal," cuit Ferdinand pada Rabu (4/11/2020).

Sejumlah pengguna media Twitter pun riuh menanggapi cuitan Ferdinand tersebut dan mulai mencocokkan istilah-istilah pengganti tersebut dengan nama sejumlah tokoh nasional.

Perlu Ada Aturan

Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menegaskan, pemerintah dan DPR perlu membuat aturan lebih detail untuk menindak pendengung atau buzzer yang berpotensi merusak kerukunan di masyarakat. 

Jazilul menyatakan hal itu menyikapi persoalan Permadi Arya alias Abu Janda yang diduga menyampaikan ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, antargolongan (SARA). 

"Mungkin Kemenkominfo, saya mengajak melalui perisitiwa tadi (kasus Abu Janda), mengusulkan perubahan Undang-Undang ITE atau ada undang-undang yang memang secara gamblang mengcover kriminal di bidang itu," ujar Jazilul saat acara Polemik Trijaya, Jakarta, Sabtu (30/1/2021).

Wakil Ketua MPR RI Dr. Jazilul Fawaid.

Menurutnya, UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum secara rinci mengatur persoalan ujaran kebencian di media sosial, karena kepentingannya transaksi elektronik. 

"Dulu buzzer itu untuk dagangan, untuk marketing, sekarang buzzer masuk dunia politik, dunia politik sangat dekat sekali dengan propaganda, fitnah, dan hoaks," tutur Anggota Komisi III DPR itu. 

"Peristiwa Abu Janda dan lainnya, coba kita buka kembali apakah undang-undang kita cukup untuk menindaklanjuti buzzer ini, karena setahu saya UU ITE tidak rinci untuk mengatakan itu," sambung Jazilul.

Permadi Arya dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan ujaran rasial melalui akun sosial media Twitternya kepada aktivis Papua Natalius Pigai pada hari ini, Kamis (28/1/2021).

Laporan itu didaftarkan oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dengan nomor LP/B/0052/I/2021/Bareskrim tertanggal Kamis 28 Januari 2021.

Akun yang dilaporkan adalah akun Twitter @permadiaktivis1.

Abu Janda merespons kritik Natalius Pigai yang berkomentar kepada mantan Kepala BIN Hendropriyono dalam satu berita nasional.

Kiri ke kanan: Natalius Pigai, Sufmi Dasco dan Abu Janda. (Instagram)

Dalam berita itu, Permadi menanyakan kapasitas Hendropriyono dalam negeri ini. Melalui akun Twitternya, Abu Janda mempertanyakan balik kapasitas Pigai.

Dia mengunggah kata-kata yang kemudian dinilai sebagai bentuk rasial kepada seorang keturunan Papua.

"Kapasitas Jenderal Hendropriyono:
Mantan Kepala BIN, Mantan Direktur Bais, Mantan Menteri Transmigrasi, Profesor Filsafat Ilmu Intelijen, Berjasa di Berbagai Operasi militer. Kau @NataliusPigai2 apa kapasitas kau? Sudah selesai evolusi belum kau?,"

cuit Permadi dalam tangkapan layar akun @permadiaktivis1, Sabtu (2/1/2021)

Namun, Permadi diduga telah menghapus cuitan tersebut. Kendati begitu, tangkapan layar cuitan itu kemudian dibagikan sejumlah warganet dan viral di media sosial.

YLBHI: Pemerintah harus tertibkan

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta Pemerintahan Jokowi menertibkan buzzer.

YLBHI juga turut menyoroti buzzer yang menyerang kelompok yang mengkritisi pemerintah di media sosial. YLBHI menilai mestinya pemerintah bisa mengontrol dan mengambil tindakan terhadap buzzer itu meski tidak 100 persen.

Baca juga: PKB Usul Pemerintah dan DPR Buat Peraturan Khusus Buzzer

Ketua YLBHI Asfinawati seperti dikutip dari DW.com, mengungkapkan, sulit untuk tidak mengkaitkan buzzer itu sebagai pendukung pemerintah.

Asfinawati

Asfinawati kemudian mengungkapkan beberapa laporan mengenai buzzer itu.

"Kan pemerintah selalu bilang (buzzer) itu bukan dari mereka. Tapi kalau kita lihat sulit untuk menepis tidak adanya relasi, baik itu relasi dari mereka yang mendukung Pak Jokowi ketika mencalonkan diri atau dari yang lain-lain," kata Asfin kepada wartawan, Selasa (09/2/2021).

Baca juga: Usai Bertemu, Natalius Pigai Tak Mau Menuduh Abu Janda Sebagai Buzzer

Asfinawati juga menegaskan, pemerintah seharusnya bisa mengendalikan oknum yang menjadi buzzer itu. Sebab, menurut Asfinwati oknum tersebut adalah pendukung pemerintah dan ada di bawah pemerintah.

Permintaan Aneh

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga angkat bicara terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta masyarakat aktif untuk mengkritik pemerintah. 

"Ajakan presiden itu tentu aneh mengingat Indonesia menganut demokrasi. Di negara demokrasi, kritik itu harusnya mengemuka secara alamiah, bukan diminta," ujar Jamiluddin, kepada wartawan, Rabu (10/2/2021). 

Menurutnya di negara demokrasi, masyarakatnya akan aktif menyampaikan kritiknya terhadap kebijakan pemerintah, termasuk atas sikap dan perilaku pejabat negara.

Sehingga permintaan Jokowi dianggap Jamiluddin seolah memberitahukan ada sesuatu yang tidak beres dalam demokrasi Indonesia. 

"Jadi kalau presiden meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah, berarti ada yang tidak beres dalan praktik demokrasi di Indonesia. Demokrasi berjalan seolah-olah belum memberi ruang yang besar pada masyarakat untuk menyampaikan kritiknya," ungkapnya.

"Padahal ruang untuk itu sangat terbuka sejak anak bangsa sepakat menganut demokrasi. Hanya saja, dalam perjalanannya, ruang menyatakan kritik itu menjadi terbelenggu setelah bermunculan buzzer bayaran di media sosial," imbuhnya. 

Jamiluddin menegaskan para buzzer bayaran tak sungkan menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah.

Hal itu, kata dia, sudah dialami Kwik Kwan Gie, Susi Pudjiastuti dan para pengkritik pemerintah baik di media massa maupun di media sosial.

Sebenarnya, dia memandang perilaku buzzer bayaran tak lazim di negara demokrasi. Sebab di negara demokrasi ancaman terhadap pengkritik lazimnya datang dari negara (state). 

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. 

Bahkan itu disebut Jamiluddin mengemuka dalam literatur Barat. Ilmuwan di sana umumnya hanya percaya ancaman terhadap pengkritik datang dari negara.

Bila ada ancaman terhadap pengkritik dari buzzer bayaran (masyarakat), ilmuwan Barat pada umumnya tidak percaya. Padahal, lanjutnya, hal tersebut terjadi di Indonesia dimana buzzer (masyarakat) melakukan ancaman terhadap pengkritik.

"Karena itu, kalau presiden ingin masyarakat aktif mengkritik pemerintah, maka para buzzer bayaran yang pertama harus ditertibkan. Sebab, mereka ini yang aktif menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah," jelas dia. 

"Masalahnya, apakah Presiden Jokowi mau menertibkan para buzzer bayaran ? Kalau tidak, tentu ajakan Presiden Jokowi agar masyarakat aktif mengkritik pemerintah hanya basa basi politik saja," pungkas Jamiluddin. 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini