TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini makin sering kita mendengar kasus kebocoran data pribadi masyarakat yang diedarkan dan diperjualbelikan di internet. Terbaru adalah data pribadi peserta BPJS Kesehatan.
Melihat kecenderungan tersebut, Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Kemkominfo Bambang Gunawan MSi mengingatkan perlunya bagi Indonesia untuk segera memiliki Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Alasannya, regulasi perlindungan data pribadi lewat Peraturan Menkominfo saja sudah tidak cukup karena hacker kini makin terasah keterampilannya membobol server.
Bambang menjelaskan, draft UU PDP saat ini rancangannya sudah masuk dalam program prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
Untuk mengantisipasi penyalahgunaan data pribadi, Bambanh juga mengingatkan agar tidak sembarang memberikan informasi pribadi kepada pohak ketiga.
"Gunakan waktu lebih dan berfikir matang, waspada tautan atau lampiran yang mencurigakan, lindungi gawai dan komputer dengan perangkat lunak yang asli dan aktifkan antivirus yang selalu update," ujar Bambang saat menjadi pembicara di acara diskusi virtual “Cermat dan Kritis Melindungi Data Pribadi Di Ruang Siber” yang diselenggarakan Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Kamis (3/6/2021).
Baca juga: Kesimpulan Sementara, Data Peserta BPJS Kesehatan Diduga Keras Terjadi Kebocoran
“Jangan gunakan kata sandi yang gampang ditebak, ganti password secara periodik, jangan gunakan yang gampang ditebak seperti tanggal lahir,” Bambang mengingatkan.
Baca juga: Besok Bareskrim Polri Periksa 5 Vendor Terkait Kebocoran 279 Juta Data BPJS Kesehatan
Bambang juga mengingatkan lagi agar selalu melakukan backup data penting secara rutin dan juga laporkan kepada pihak yang berwenang apabila terjadi kejahatan siber.
Pembicara lainnya dalam diskusi ini, Edmon Makarim, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia menegaskan, harus ada kesadaran kolektif bahwa pada saat berdigital, kita berpotensi berhadapan dengan imperialisme digital.
Karena menurutnya, pada saat kita melakukan digital, maka kita menjadi pemilik data tetapi belum tentu kita sendiri yang menguasai data kita secara digital.
“Yang pertama harus dipahami adalah Internet bukan medium yang aman sejak awal pembuatannya," ujar Edmond.
"Secara historis, internet adalah alat perang dalam era perang dingin. Sehingga jika bicara berkomunikasi secara global, dia mewarisi bawaannya lack of security, sementara nilai dasar hubungan komunikasi justru adalah privacy,” ungkap Edmon.
Ia menegaskan, siapapun yang memperoleh atau memiliki data pribadi, harus punya kesadaran hukum dan bertanggung jawab sebagai kurator atau controller, yaitu menjadi pihak yang menjamin pengendalian data.
“Dia harus lawful, relevan, limited penyimpanannya, dan merawat data itu dengan baik. Kalau tidak bisa, jangan meminta,” ujar Edmond.