“Ada jenis vertical safe harbour yang dibatasi pada bidang tertentu saja misalnya hanya untuk kasus Hak Cipta atau Trademark Horizontal lebih beragam kasusnya,” katanya.
Sementara untuk model Generalis, tanggung jawab platform perantara diatur oleh hukum perdata atau pidana. Model ini banyak diterapkan di negara-negara di mana platform perantara diminta bertanggungjawab atas konten yang dimuat, baik yang secara langsung maupun tidak langsung. “Karena mereka dianggap memiliki kontrol atas informasi yang dimuat. Contoh di negara Afrika dan Amerika Latin,” urainya.
Danny Kobrata, S.H., LL.M. – Partner K&K Advocates menambahkan, aturan tanggung jawab hukum intermediary di Indonesia termaktup dalam Permenkominfo 5/2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat dan perubahannya.
Sebelumnya diatur melalui PP 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). PSE Privat antara lain Marketplace, Toko Online, Payment Gateway, FinTech, Layanan On-Demand Berbayar, Sosial Media, hingga Search Engine.
Menurut Teguh Arifiyadi S.H., M.H. – Plt. Direktur Pengendalian, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam mengatur PSE Lingkup Privat, terdapat 2 mekanisme yang dilakukan oleh Kemenkominfo, yaitu Pendaftaran dan Pengendalian.
Mekanisme pendaftaran oleh PSE Lingkup Privat diperlukan agar pemerintah mengetahui semua jenis layanan system elektronik yang ada dalam wilayah Indonesia serta memastikan bahwa PSE Lingkup Privat dapat beroperasi sesuai dengan segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Indonesia.
“Mekanisme pendaftaran juga diperlukan untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik yang andal, aman, terpercaya, dan bertanggung jawab,” jelas Teguh.