Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mohammad Alivio
TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Warganet Indonesia menyuarakan protesnya kepada artis Nikita Mirzani. Baru-baru ini muncul petisi yang dituju unruk Nikita Mirzani.
Diungkapkan, artis yang akrab disapa Nyai itu dianggap sebagian netizen kerap menebar kebencian dan keributan.
"Salam damai untuk kita semua. Seorang artis bernama Nikita Mirzani, akhir - akhir ini sering membuat keributan," tulis petisi tersebut, dikutip Tribunnews dari laman Change.org, Senin (13/12/2021).
Petisi tersebut menyatakan, Nikita Mirzani kerap mencari keributan, dari antar sesama artis hingga hal yang di luar ranah entertainment.
"Mulai dari ribut sesama artis, menghina umat Islam, membuka aib orang lain yang seharusnya tidak pantas, melakukan fitnah, bahkan pernah melakukan Victim Blaming terhadap korban kasus kekerasan seksual!," ujar petisi tersebut.
Baca juga: Bill Gates Meramal, 2-3 Tahun Lagi Rapat Kerja Akan Bergeser ke Metaverse
"Dia pernah mengatakan untuk jangan menyenggol pribadi dia, tapi dia juga yang seenaknya berlaku egois menghina dan menyenggol pribadi orang lain. Saatnya kita tuntas dan bersihkan Indonesia dari public figure yang membawa keributan," lanjutnya.
Baca juga: Roblox, Game Lokal Bikinan Studio di Tangerang Makin Digemari Anak Muda
Mereka yang membuat petisi tersebut berharap Nikita Mirzani tidak tampil lagi sebagai publik figur. Diinginkannya dari petisi tersebut yakni supaya pihak stasiun TV, Instagram, sosial media lainnya atau netizen Indonesia, tidak lagi menampilkan Nikita Mirzani.
Baca juga: Rohingya Tuntut Facebook, Medsos Buatan Zuckerberg Dituding Promosikan Ujaran Kebencian
"Udah saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia menjadi pribadi yang bermartabat, dimulai dari hal kecil. Walaupun petisi ini terdengar konyol untuk sebagian orang. Salam damai dan cinta! Flavossara Berry," ungkap petisi itu.
Bahkan, petisi bertajuk 'Boikot Nikita Mirzani' ini menjadi trending topik di Twitter Indonesia pagi ini, Senin (13/12/2021).
Puluhan ribu netizen bahkan ramai menandatangani petisi yang berjudul 'Boikot Nikita Mirzani, Artis penebar kebencian dan keributan!'.
Petisi tersebut digagas oleh akun bernama Damai Indonesiaku. Hingga berita ini diterbitkan, petisi tersebut sudah ditandatangani lebih dari 80.000 orang.
Etnis Rohingya Tuntut Facebook
Kegeraman masyarakat terhadap praktik menebar kebencian tak hanya monopoli netizen Indonesia saja. Warga etnis Rohingya juga geram terhadap Facebook.
Platform media sosial yang didirikan Mark Zuckerberg ini dinilai menebar kebencian.
Puluhan pengungsi Rohingya dari Myanmar di AS dan Inggris menggugat Facebook karena dituding mengizinkan konten-konten ujaran kebencian terhadap mereka.
Dilansir BBC, warga Rohingya menuntut kompensasi sebesar lebih dari USD 150 miliar (sekira Rp2.161 triliun) kepada raksasa media sosial itu.
Facebook diklaim mempromosikan kekerasan terhadap minoritas Rohingya.
Diketahui, sekitar 10.000 muslim etnis Rohingya tewas selama aksi penyerangan oleh militer Myanmar yang mayoritas Buddha pada 2017 silam.
Facebook, yang telah berganti nama Meta, belum menanggapi tuntutan ini.
Adapun para pengungsi Rohingya menuduh Facebook membiarkan penyebaran "misinformasi yang penuh kebencian dan berbahaya untuk berlanjut selama bertahun-tahun".
Di Inggris, sebuah firma hukum Inggris yang mewakili beberapa pengungsi telah menulis surat ke Facebook dengan beberapa poin pernyataan.
Pertama, algoritma Facebook disebut memperkuat kebencian terhadap warga Rohingya.
Kedua, perusahaan ini tidak melibatkan pemeriksa fakta yang tahu benar situasi politik di Myanmar.
Ketiga, Facebook dinilai gagal menghapus postingan atau akun penghasut kekerasan terhadap etnis minoritas ini.
Medsos buatan Mark Zuckerberg juga dinilai gagal bertindak cepat terkait hal ini meskipun sudah banyak laporan dari badan amal dan media.
Di AS, pengacara mengajukan keluhan hukum terhadap Facebook di San Francisco, menuduhnya "bersedia memperdagangkan nyawa orang-orang Rohingya untuk penetrasi pasar yang lebih baik di negara kecil di Asia Tenggara."
Mereka mengutip laporan Reuters pada 2013 silam soal postingan ujaran kebencian terhadap Rohingya di Facebook yang menyatakan: "Kita harus melawan mereka seperti yang dilakukan Hitler terhadap orang-orang Yahudi."
Posting lain mengatakan: "Tuangkan bahan bakar dan nyalakan agar mereka dapat bertemu Allah lebih cepat."
Facebook memiliki lebih dari 20 juta pengguna di Myanmar.
Media sosial ini menjadi cara utama atau satu-satunya untuk mendapatkan dan berbagi berita.
Pada 2018 lalu, Facebook mengaku bahwa pihaknya tidak cukup bisa mencegah hasutan kekerasan dan ujaran kebencian terhadap Rohingya.
Rohingya dianggap sebagai migran ilegal di Myanmar.
Etnis minoritas ini bahkan mendapat diskriminasi dari pemerintah dan publik selama beberapa dekade.
Pada 2017, militer Myanmar melancarkan tindakan keras di negara bagian Rakhine setelah militan Rohingya melakukan serangan mematikan terhadap pos polisi.
Ribuan orang tewas dan lebih dari 700.000 warga Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Militer Myanmar diyakini melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, termasuk pembunuhan sewenang-wenang, pemerkosaan, dan pembakaran tanah.
Pada 2018, PBB menuduh Facebook "lambat dan tidak efektif" dalam menanggapi penyebaran kebencian secara online.
Di bawah hukum AS, Facebook sebagian besar dilindungi dari kewajiban atas konten yang diposting oleh penggunanya.
Namun gugatan baru itu berpendapat bahwa hukum Myanmar, yang tidak memiliki perlindungan seperti itu, harus menang dalam kasus ini. (Tribunnews/Ika Nur Cahyani)