TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Work from home (WFH) kembali diberlakukan akibat menyebarnya varian baru Covi-19, Omicron di sejumlah negara di Eropa dan belahan dunia lainnya.
WFH sendiri sepanjang pandemi menjadi penyebab tingginya peretasan dan kebocoran data, seperti pernah terjadi di Indonesia.
Menurut laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan yang tercatat sampai Oktober 2021 sudah lebih dari 1 miliar jumlahnya.
Angka ini 2 kali lipat lebih banyak dibanding 2020, yang juga berlipat lebih banyak dibandingkan 2019 sebelum ada pandemi.
IBM sendiri mencatat peningkatan kerugian setiap kebocoran data dari US$ 3,86 juta pada 2020 menjadi US$ $4,24 juta tahun 2021 ini.
Kebocoran data pribadi juga menyumbang kerugian yang paling besar dengan nilai sekitar Rp 2,5 juta untuk satu data masyarakat.
Baca juga: Tahun Depan, Kripto dan Mobile Banking Diprediksi Jadi Target Utama Serangan Siber
Dalam keterangannya Jumat (24/2/2021), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa ancaman siber pada 2022 tidak akan jauh seperti di 2021.
Indonesia punya pekerjaan rumah untuk mencegah berbagai kebocoran data, terutama di lembaga negara dan swasta yang memproses data pribadi masyarakat dalam jumlah sangat banyak.
Baca juga: Cegah Skandal Peretasan, Israel Perketat Kebijakan Ekspor Teknologi Siber
“Pada tahun 202 ini, Indonesia mencatatkan rekor buruk di global pada kasus kebocoran BPJS kesehatan. Karena kebocoran 279 juta data tersebut masuk pada urutan pelanggaran data terbesar yang dicatat oleh berbagai lembaga siber di seluruh dunia," ujarnya.
Baca juga: Waspadai, Serangan Siber Bakal Jadi Salah Satu Musuh Utama Perbankan
Dari peristiwa tersebut, seharusnya pemerintah bisa belajar kesalahan tersebut dan tidak mengulanginnya pada tahun - tahun mendatang,
"Ini karena serangan diperkirakan akan menjadi lebih umum, lebih kuat, dan lebih maju di tahun-tahun mendatang,” ungkap Chairman di lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.
Pratama menambahkan, pencurian data masih akan menjadi tren di 2022. Data dalam jumlah massif semakin dibutuhkan oleh banyak pihak, baik untuk kegiatan legal maupun ilegal.
Baca juga: Kenali Ragam Ancaman Serangan Ransomware dan Kriminal Siber di Dunia Digital
Memang ini terjadi secara global, namun dengan pemakai internet hingga Januari tahun ini yang menembus lebih dari 200 juta penduduk, tentunya Indonesia harus lebih serius dalam permasalahan ini.
“Pencurian data atau serangan siber memang sangat sulit dicegah," katanya.