Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Temuan sinar – X yang diklaim dapat mendeteksi adanya infeksi penyakit coronavirus atau Covid-19 pada tubuh seseorang telah ditemukan oleh ilmuan asal University of the West of Scotland (UWS).
Temuan alat tes menggunakan sinar-X untuk diagnosis Covid-19 diperkirakan memiliki tingkat akurasi lebih tinggi yakni sekitar 98 persen.
Teknologi sinar-x yang dirancang menggunakan bantuan alat kecerdasan buatan (AI) dikenal sebagai jaringan saraf konvolusi dalam. Nantinya alat ini akan menggunakan algoritme untuk menganalisis citra visual dan membuat diagnosis.
Baca juga: Cek Daftar Penerima Vaksin Booster Gratis di PeduliLindungi, Ini Efek Samping Setelah Vaksin Covid
Sinar-x dalam Program ini diklaim mampu mendeteksi virus lebih cepat daripada tes PCR. Karena umumnya selama ini untuk mendapatkan hasil tes PCR memakan waktu yang lama kurang lebih hampir dua jam.
“Sudah lama ada kebutuhan akan alat yang cepat dan andal yang dapat mendeteksi Covid-19, dan ini menjadi lebih benar dengan naiknya varian Omicron," jelas Profesor Naeem Ramzan, selaku Direktur Affective and Human Computing untuk SMART Environments Research Center di UWS.
Dikutip dari Daily Mail, proyek yang digarap Profesor Naeem Ramzan dan tiga orang lainnya diharapkan dapat digunakan untuk membantu staf medis di departemen Kecelakaan dan Darurat di seluruh Inggris.
"Ini bisa terbukti sangat penting, dan berpotensi menyelamatkan nyawa, ketika mendiagnosis kasus virus yang parah, membantu menentukan perawatan apa yang mungkin diperlukan," ucap Profesor Naeem Ramzan.
Baca juga: Apakah Hamster Berisiko Lebih Tinggi Terinfeksi Covid-19?
Pihaknya menambahkan bahwa timnya akan berencana untuk memperluas penelitian sehingga nantinya bisa digunakan secara global untuk kebutuhan yang mendesak.
Meskipun tidak dapat menggantikan tes PCR, namun dengan adanya alat teknologi sinar-x yang dapat mendeteksi virus dengan cepat, diharapkan dapat membantu beberapa negara yang tidak dapat melakukan tes Covid-19 dalam jumlah besar karena adanya keterbatasan alat diagnosis.