Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memasuki era disrupsi digital, masyarakat global termasuk Indonesia tentu dihadapkan pada semakin mudahnya mengakses ruang digital.
Namun mirisnya, banyak masyarakat yang belum memahami 'etika digital'.
Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya harus berurusan dengan hukum karena tidak memahami istilah ini.
Melihat betapa pentingnya menjaga etika digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan pemerintah daerah Bali berupaya meningkatkan tingkat literasi digital pada 50 juta masyarakat Indonesia pada 2024 menuju Indonesia #makincakapdigital.
Baca juga: Pakar: Tidak Ada yang Aman 100 Persen di Dunia Digital
Perlu diketahui, etika digital sangat diperlukan saat melakukan berbagai aktivitas di ruang digital.
Hal ini untuk menghindari berbagai dampak negatif dan tidak melanggar Undang-undang (UU) Informasi dan Transaski elektronik (UU ITE).
Koordinator Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Bali Indria Trisni Puspita mengatakan saat ini masih banyak pengguna media digital yang belum mampu menjaga etika di dunia maya.
Menurutnya, para pengguna media digital harus memeriksa terlebih dahulu terkait apa yang akan diunggah di ruang digital.
Ini penting dilakukan agar jari mereka bisa dikendalikan, supaya tidak menuliskan komentar negatif, provokatif, dan tidak menyebarkan hoax.
Selanjutnya, perlu pula memperhatikan ruang lingkup etika, mulai dari kesadaran saat melakukan setiap aktivitas di ruang digital, bertanggung jawab terhadap sesuatu yang diunggah di media digital, hingga berintegritas agar aktivitas di ruang digital tetap bermanfaat.
"Jempol perlu direm, jangan hanya gaspol. Jadi sebelum kirim, sebelum klik sesuatu, cek dulu, pahami juga tujuannya. Jangan asal mau viral tapi nggak tahu konten yang dibuat," kata Indria Trisni Puspita dalam webinar Cakap Digital 2022, Rabu (13/7/2022).
Sementara itu, relawan TIK Provinsi Bali dan Koorprodi Bisnis Digital Universitas Bali, Vitalia Fina Carla Rettobjaan mengingatkan bahwa sebenarnya ada sejumlah tantangan budaya yang terkait dengan kemajuan digital namun bisa ditangkal dengan tetap menerapkan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal ika.
Baca juga: Kenali Layanan Cloud, Solusi Bisnis Digital pada Era Double Disruption di Indonesia
Tantangan yang dihadapi itu di antaranya makin hilangnya wawasan kebangsaan, menipisnya kesantunan, menghilangkan budaya Indonesia, kebebasan berekspresi yang berlebihan, minimnya pemahaman hak digital, menghilangkan batas-batas privasi, hingga pelanggaran hak cipta.