News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lembaga Keuangan Jadi Industri Paling Banyak Diserang Kejahatan Siber

Penulis: Lita Febriani
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Serangan siber kerap terjadi karena perusahaan tidak dapat melihat apa yang terjadi pada perangkat endpoint mereka.

Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru di awal tahun 2022, Bank Indonesia mengumumkan bahwa jaringan mereka terkena serangan ransomware.

Pelaku ancaman mencuri data non-kritis mengenai karyawan bank sebelum mengenkripsi sistem. Kelompok hacker terkenal, Conti Ransomware telah mengklaim serangan tersebut setelah membocorkan sebagian dari file yang diduga telah dicuri.

Penyedia solusi keamanan siber global, Check Point Software Technologies Ltd., mengungkap sektor keuangan dan perbankan di Indonesia merupakan industri yang menempati peringkat kedua terbanyak mengalami serangan siber.

Baca juga: Riset Terbaru Sophos: Dwell Time Penyerang Siber Naik 36 Persen

Menurut riset dan data dari Check Point, posisi ini dari peringkat ke tiga pada tahun 2021. Rata-rata lembaga keuangan di Indonesia diserang sebanyak 2.730 kali per-minggu dalam 6 bulan terakhir, 252 persen lebih banyak dari rata-rata global yang mengalami 1.083 serangan siber.

Secara global, sektor Keuangan dan Perbankan menempati urutan ke enam dalam industri yang paling banyak mengalami serangan siber.

Country Manager Indonesia Check Point Software Technologies Deon Oswari, mengatakan tngginya tingkat serangan siber di Indonesia dibandingkan dengan statistik global menunjukkan para penyerang keamanan siber lebih sukses melakukan serangan siber di negara ini.

"Ketika penyerang menemukan cara untuk mengelabui pengguna atau mengkompromikan sistem, mereka akan memperluas operasi mereka dengan cepat untuk memanfaatkan kerentanan sebelum industri tersebut dapat bereaksi," tutur Oswari, Rabu (24/8/2022).

Untuk kasus di Indonesia, Check Point Research melihat adanya peningkatan serangan pada platform dan aplikasi mobile banking.

Oleh karena itu, sangat penting bagi industri perbankan untuk waspada dan meninjau ulang sistem keamanan siber mereka.

"Semakin banyak Anda mengetahui tentang ancaman siber dan risiko di luar sana, semakin baik perusahaan perusahaan FSI tersebut menempati posisi untuk dapat mengambil tindakan dan menerapkan kontrol," imbuh Oswari.

Cara kerja dari para penjahat siber seperti melalui ransomware, pertama-tama mereka harus mendapatkan akses ke sistem target, mengenkripsi file dan kemudian meminta tebusan dari korban.

Cara untuk menyusup ke sistem adalah melalui email phishing, suatu mekanisme pengiriman paling umum untuk ransomware.

Baca juga: Antisipasi Serangan Siber, BP2MI Perkuat Pengamanan Sistem Pengolahan Data Berbasis Digital

Faktanya, Check Point Research menemukan bahwa 92 persen file berbahaya di Indonesia dikirim melalui email dalam 30 hari terakhir.

Yang diperlukan si penjahat siber dalam menyerang, hanyalah satu karyawan yang kurang memiliki informasi mengklik tautan di email berbahaya tersebut dan hal itu dapat menjadikan seluruh asset digital perusahaan tersandera.

"Dalam iklim ransomware saat ini, serangan rantai pasokan dan perjuangan terus-menerus melawan malware baru yang terus berevolusi, threat intelligence dan kemampuan merespons secara cepat menjadi hal yang sangat penting.

Kecerdasan komprehensif yang secara proaktif menyingkirkan ancaman, menyediakan layanan keamanan terkelola untuk memantau jaringan Anda dan kemampuan respons insiden untuk merespons dan menghentikan serangan siber dengan cepat, semua hal tersebut menjadi penting untuk menjaga bisnis Anda tetap berjalan di tahun 2022 ini," jelas Oswari.

Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) telah mengimbau industri jasa keuangan sejak tahun 2021 untuk meningkatkan tata kelola teknologi informasi dan manajemen risikonya.

OJK juga mengungkapkan roadmap pengembangan perbankan Indonesia hingga 2025, yang dibuat untuk mendukung masa depan perbankan digital, serta memperkuat fundamental hukum dan kebijakan keamanan siber.

Oswari menambahkan, banyak perusahaan-perusahaan berusaha untuk membangun keamanan mereka dengan menambal sulam produk satu fungsi dari beberapa vendor, namun seringkali gagal dan celah keamanannya dibiarkan.

"Hal ini terjadi karena teknologi yang digunakan tidak terintegrasi. Pendekatan seperti ini juga menghasilkan overhead yang besar karena pekerjaan jadi tergantung pada banyak sistem dan vendor, padahal yang menjadi tujuan semula adalah satu solusi yang terintegrasi," terangnya.

Check Point Software merekomendasikan prinsip-prinsip agar bisnis tetap aman di dunia maya, dimulai dengan menjaga keamanan tetap higienis, pastikan up-to-date patch keamanan dipelihara di semua sistem dan perangkat lunak.

Jaringan harus tersegmentasi, menerapkan firewall yang kuat dan perlindungan IPS antara segmen jaringan untuk mencegah penyebaran infeksi ke seluruh jaringan.

Pertimbangkan tools seperti Check Point CloudGuard untuk memberikan keamanan asli cloud yang terpadu di semua aset dan beban kerja, di seluruh multi-cloud, memberikan organisasi kepercayaan diri untuk mengotomatisasi keamanan, mencegah ancaman, dan mengelola postur pada kecepatan dan skala cloud.

Baca juga: Tangkal Kejahatan Siber, BCA Siapkan Anggaran Rp 5 Triliun

Kedua, Prinsip Hak Istimewa Terendah. Hak istimewa pengguna dan perangkat lunak harus dijaga seminimal mungkin, apakah benar-benar ada kebutuhan bagi semua pengguna untuk memiliki hak admin lokal di PC mereka

Ketiga, mengadopsi pendekatan pencegahan. Serangan tidak hanya dapat diblokir, tetapi juga dapat dicegah, termasuk serangan zero-day dan malware yang tidak dikenal.

Dengan teknologi yang tepat, sebagian besar serangan, bahkan yang paling canggih pun dapat dicegah tanpa mengganggu alur bisnis normal.

Keempat, mencakup semua vektor serangan, termasuk jaringan, seluler, cloud, endpoints dan IoT.

Faktanya, Indonesia telah mengalami adopsi perbankan digital yang tinggi dalam beberapa tahun terakhi, sekitar 78 persen masyarakat Indonesia yang merupakan nasabah perbankan, menggunakan perbankan digital secara aktif, meningkat drastis dari 57 persen pada tahun 2017.

Ditambah dengan fakta bahwa Check Point Research telah mengamati peningkatan jumlah serangan terkait seluler serta vektor serangan yang sama sekali baru.

Adalah sangat penting bagi bisnis untuk mempertimbangkan solusi Keamanan Seluler yang sesuai untuk melindungi aset perusahaan dan data pelanggan.

Kelima, rerus perbarui threat intelligence Anda. Jaga agar bisnis Anda tetap berjalan dengan kecerdasan komprehensif untuk secara proaktif menghentikan ancaman.

Kelola layanan keamanan untuk memantau jaringan Anda dan respons insiden untuk merespons dan mengatasi serangan dengan cepat.

Terakhir, dengan mengadopsi pendekatan keamanan terkonsolidasi seperti arsitektur dan layanan Check Point Infinity, lembaga keuangan dapat mewujudkan perlindungan preemptive terhadap serangan generasi kelima yang canggih seraya mencapai peningkatan efisiensi operasional sebesar 50 persen dan pengurangan biaya keamanan sebesar 20 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini