TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Operator telekomunikasi di Indonesia bisa memulai langkah Fixed Mobile Convergence (FMC) atau integrasi layanan seluler dan fixed broadband dengan mengonsolidasikan entitas bisnis dalam satu unit usaha.
“FMC kan integrasi mulai dari entitas bisnis, jaringan, service, hingga masuk ke pasar. Di Indonesia saya lihat mulai dari entitas bisnis dulu dimana XL Axiata sudah menguasai saham LinkNet, Telkomsel dan Telkom (IndiHome) tengah dalam diskusi juga (konsolidasi). Ini bisa lebih cepat dilakukan karena kalau bicara teknis seperti jaringan, service, dan lainnya itu akan lebih rumit,” ujar Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi dalam sebuah diskusi pekan lalu.
Dia mengatakan, jika operator serius menuju kondisi FMC yang ideal, akan terjadi one network, one service, one bill yang diakses ke pelanggan, maka potensi besar bisa dinikmati operator.
“Saat Covid-19 pelanggan butuh bandwitdh yang besar dan stabil. Sekarang sudah new normal, tetapi kebutuhan akses internet berkualitas itu masih besar.
Jika FMC dijalankan, kombinasi antara 5G dengan Fixed Broadband bisa dinikmati seamless oleh masyarakat, akan membuat operator punya mainan baru di pasar.
Analis BRI Danareksa Niko Margaronis mengakui integrasi entitas bisnis akan bisa mendorong pendapatan baru bagi perusahaan yang melakukannya.
Dia menjelaskan, di Indonesia terdapat 45 juta rumah tangga yang memiliki perangkat televisi dan hal tersebut merupakan peluang besar.
Sementara pasar untuk operator telekomunikasi ada 20 juta rumah tangga, yang mana 10 juta di antaranya sudah berlangganan fixed broadband seperti LinkNet, First Media, Indihome, MyRepublic.
Menurutnya, dalam 15-20 tahun sepanjang operator Halo-halo di Indonesia masuk ke layanan 2G, 3G, 4G (seluler), ternyata profitabilitasnya masih lemah, kecuali Telkom (Telkomsel).
Baca juga: FMC Sumber Pendapatan Baru Operator Telekomunikasi
Artinya, operator perlu "breaktrough" untuk meningkatkan layanan dan profitabilitasnya. Salah satu strategi dengan menggabungkan layanan seluler dan fixed broadband.
"Selama layanan 2G, 3G, 4G operator investasi terus tapi Average Revenue Per User (ARPU) gitu-gitu aja, untuk Telkom dan Telkomsel mungkin Rp 40.000-Rp 45.000 tapi yang lain effort-nya beda," kata Niko.
Dalam pandangannya, jika Indihome akan di spin-off keluar dari Telkom, digabungkan dengan Telkomsel, akan menjadi aksi korporasi besar yang challenging tapi itu adalah masa depan.
Baca juga: Layanan FMC Ini Dukung Digital Telko Pelat Merah Berkelas Dunia
"Sebab, apa lagi yang Telkom bisa lakukan? Mereka banyak service. Jika Telkomsel-Indihome bisa digabungkan, akan menuju digitalisasi service dan consumer oriented. Telkom akan jadi holding company lama-lama, integrasi ini akan jadi co-center untuk unlock value, dan mendorong lagi revenue," ujarnya.
"Menurut saya langkah ke depan Telkom fokus ke konsumer mobile dan fixed mau gak mau harus gabung. Karena kalau enggak dilakukan Telkom ya operator lain akan lakukan," ulas Niko.
Praktisi Digital Guntur S Siboro mengatakan, keuntungan Telkom mengintegrasikan Telkomsel-Indihome adalah network integration.
Baca juga: Ketentuan dan Cara Daftar IMEI Melalui Bea Cukai, Operator Seluler, serta Kemenperin
“Jadi jaringan keduanya akan dikelola satu perusahaan. Memang secara teknis, integrasi ini tidak mudah karena baik jaringan Telkomsel dan Indihome sama-sama sudah mature,” tutupnya.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menambahkan secara makro ekonomi jika FMC bisa diwujudkan akan menjadi pertumbuhan ekonomi baru tidak hanya bagi operator tetapi juga masyarakat.
"Akan ada peluang-peluang baru nantinya tercipta berkat kehadiran FMC," tandasnya.