TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan software bisnis bernama HashMicro mengeluakan kampanye yang dinamai konsep Monket Management, di mana dalam sebuah billboard di kawasan Bandara Bandara Internasional Soekarno-Hatta, menampilkan empat ekor monyet yang berpakaian layaknya karyawan, lengkap dengan plat divisi mereka.
Business Development Director HashMicro, Lusiana Lu, angkat bicara soal kampanye perusahaan yang didirikan di Singapura ini.
Menurut keterangannya, bukan tanpa alasan HashMicro menggunakan visual yang unik ini.
"Kami mengangkat konsep manajemen klasik, monkey management, oleh William Ocken Jr.. Tujuannya adalah untuk menunjukkan salah satu masalah produktivitas terbesar di perkantoran,” kata Lusiana dalam keterangannya, Kamis (25/5/2023).
Baca juga: Kisah Bos ERP HashMicro, Pilih Pulang ke RI untuk Garap Pasar Lokal yang Dikuasai Pemain Asing
Lusiana melanjutkan, konsep monkey management ini merupakan istilah yang kerap digunakan untuk mendeskripsikan loncatnya tanggung jawab dari bawahan ke atasan akibat individu yang tidak cukup cekatan dalam menyelesaikan masalah.
"Biasanya hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber daya yang bisa dijadikan acuan untuk mengambil keputusan," kata dia.
Lusiana mengatakan di perusahaan yang masih bekerja secara tradisional dan manual, “monyet-monyet” di tempat kerja adalah “penyakit” yang bisa berakibat fatal bagi perusahaan.
"Karyawan terjebak dalam rutinitas administratif yang berlebihan dan menghambat kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan strategis," kata dia
Menurutnya, permasalahan ini seharusnya bisa diselesaikan dengan teknologi. Namun, tidak sedikit perusahaan yang mau melakukan perubahan.
Karyawan seperti dipaksa menggunakan peta di saat teknologi GPS tersedia.
"Monkey management hanyalah bagian kecil dari dampak pekerjaan manual. Ketika perusahaan bergantung pada metode kerja ini, team leader akan kesulitan untuk mendelegasikan pekerjaan dan tanggung jawab dengan baik," katanya.
Baca juga: Binus dan HashMicro Kembangkan Talenta Digital dari Kampus
“Tanpa adanya satu sistem yang menjadi single source of truth, tidak akan ada otonomi karyawan. Mereka tidak bisa mengakses data yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Keterbatasan akses informasi inilah yang kemudian akan membebani para eksekutif,” ujar Lusiana.
Dia menambahkan, dengan pola kerja demikian, perusahaan akan dibebani dengan kualitas hasil kerja, akuntabilitas, serta manajemen proyek yang buruk.
Team leader yang seharusnya bisa fokus mengembangkan perusahaan akhirnya menghabiskan waktu dan energi untuk memastikan pekerjaan tim selesai dengan baik.