News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harganya Kemahalan, GSMA Dorong Indonesia Kaji Ulang Strategi Pengembangan Spektrum Frekuensi 5G

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Julian Gorman, Head of APAC Asosiasi Industri Seluler GSMA.

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia didorong agar segera menyiapkan peta jalan atau roadmap pengembangan spektrum frekuensi 5G demi mempercepat digitalisasi sekaligus memberikan dampak ekonomi yang lebih luas bagi Indonesia ke depannya.

Julian Gorman, Head of APAC Asosiasi Industri Seluler GSMA dalam paparan terbarunya berjudul "Membentuk bangsa digital yang kuat: proposal untuk masa depan Indonesia" mengatakan, spektrum frekuensi 5G di Indonesia tidak akan sukses dikembangkan jika Pemerintah memberlakukan biaya hak penggunaan frekuensi (BHP) yang mahal ke operator seluler.

Julian mengatakan, Indonesia bisa kehilangan sepertiga potensi pemasukan negara dari implementasi teknologi 5G jika tidak melakukan penyesuaian biaya pemakaian spektrum yang dikenakan ke operator.

Baca juga: Perluas Jaringan 5G, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Siapkan Insentif

"Jika harga spektrum mengikuti perhitungan lama yang berlaku selama ini, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi dari 5G sekitar Rp 216 triliun dari PDB Indonesia di periode 2024—2030," ungkap Julian Gorman.

"Di industri ICT, sudah ada konsensus tentang apa yang harus dilalukan untuk mengembangkan industri ini. Tapi di internal pemerintah Indonesia masih ada ketidaksepahamanan," ungkap Julian.

Misalnya soal spektrum 5G yang oleh pemerintah yang akan dijual dengan sangat tinggi. Itu memberatkan operator dan itu akan menekan upaya pengembangan ekonomi digital.

GSMA berharap pemimpin Indonesia hasil Pilpres 2024 ke depan memliki visi pemgembangan ICT yang lebih bagus lagi.

Apalagi Indonesia akan jadi kekuatan 5 besar ekonomi digital di dunia.

Dia mengatakan, pengenaan BHP di negara berkembang sebesar 7 persen dari pemasukan operatoe dan di negara maju hanya 5 persen.

Di Indonesia harga spekstrum memgacu pada pertumbuhan penduduk dan inflasi dan ini tumbuh jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan industri telko. Menurutnya hal ini membuat harga spektrum frekuensi di Indonesia memjadi sangat mahal dengan kenaikan tinggi.

"Pengenaan BHP di Indonesia perlu diturunkan agar mendekati rata-rata kawasan. Jangan 12 persen seperti berlaku saat ini. Pemerintah harus tinjau ulang formula biaya hak penggunaan frekuensi ini," kata Julian.

Dia menekankan, penentuan biaya BHP di Indonesia perlu mengacu pada benchmark yang umumnya berlaku di internasional karena jika biaya BHP mahal hal itu akan membuat operator tidak bisa membeli spektrum frekuensi dalam jumlah banyak dari Pemerintah akibat tidak mampu membeli.

"Akibatnya layanan yang mereka bisa sediakan ke masyarakat menjadi lebih rendah. Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi digital menjadi lebih rendah," ungkap Julian.

"Kami telah berrdikusi dengan asosiasi operator seluler lokal, perusahaan operator dan pemerintah," ungkapnya.

Teknologi 5G pertama kali diluncurkan di Korea Selatan pada 2019 oleh operator seluler di sana dan memacu jumlah pengguna teknologi seluler 5G di seluruh dunia hingga mencapai 1 miliar berdasarkan data per akhir 2022 dan akan melonjak menjadi 1,5 miliar user dalam waktu dekat.

"Indonesia berpeluang menjadi pemimpin di industri telekolunikasi dan menjadi eksportir produk telko.
Indonesia bisa menjadi rising star," ungkap Julian.

Dia menyampaikan lima rekomendasi penting untuk pengembangan teknologi 5G.

Pertama dari sisi infrastruktur. Dia mengatakan Indonesia negara yang kompleks dengan ribuan pulau yang harus dicover oleh layanan seluler. "Yang paling feasible adalah sharing infrastruktur antar operator," kata Julian.

Kedua, Indonesia juga harus memacu efisiensi. Indonesia perlu menurunkan cost dan mengurangi birokrasi di perizinan-perizinan untuk pembangunam infrastruktur telko oleh operator seluler.

"India tahun 2022 lalu sukses membangun 350 sites GSM karena menyediakan layanan 1 pintu untuk perizinan pembangunna infrastruktur telko. Layanan perizinan menjadi lebih cepat dari sebelumnya mencapai 2 sampai 3 bulan kini hanya butuh 2 hari saja. "Ini perlu diadopsi Indonesia," kata Julian Gorman.

Rekomendasi ketiga adalah inovasi.

Biaya aatau investasi untuk adopsi teknologi 5G di Indonsia dipandang sangat mahal. Hal itu menurut dia bisa diatasi dengan mengembangkan ekosostem inovasi untuk memecahkan masalah-masalah lokal. "Semua harus terlibat termasuk industri telko dan juga pelaku industri digital lainnya," kata dia.

Harus pula didukung oleh kebijakan pemerintah yang supportive terhadap kebijakan ini.

"GSMA melihat masih banyak yang bisa dilakukan. Apalagi Indonesia punya program memacu 1000 startup baru Jika usulan-usulan di atas dijalankan, Indonesia bisa menjadi negara yang leading di implementasi 5G.

Malaysia yang sudah 3 tahun rintis layanan 5G tapi masih menemui hambatan karena ada kendala di ekosistem digitalnya antaroperator, pemerintah dan industri digital lainnya tentang arah pengembangan 5G.

Rekomendasi berikutnya adalah manajemen data karena 5G ini akan banjak gunakan data pemgguna, maka itu manajemen data harus ditingkatkan.

Julian mengatakan, Indonesia memang sudah punya UU Perlindungan Data Pribadi. Indonesia tak cukup hanya mengadopsi solusi manajemen data di luar negeri tapi juga jadi penentu arah data governnce di dunia di masa datang.

Aspek keamanan menurut Julian juga garus diperhatikan. Dia menegaskan, adopsi teknologi 5G membawa risiko yang lebih besar pada munculnya aneka kejahatan siber.

Dia mengatakan, GSMAa memdeteksi hal tersebut. Begitu juga risiko berbahaya lainnya seperti online scam dan online gambling karena banyak pengguna seluler tak punya kemampuan menanggulangi riisko risiko ini. "Ini yang harus dimkitigasi oleh pengembang teknologi di Indonesia," kata dia.

Selain itu, Indonesia harus menjaga kepercayaaan terhadap internet seperti mempercepat respons atas disinformasi yang muncul. Apalagi Indonesiasedang menghadapi momentum penyelenggaraan Pemilu.

Dia juga menekankan Indonesia punya kelemahan di leadership pada keamanan dan proteksi data yang indeksnya masing-masing baru 17 dan 20 persen.

Rekomendasi lainnya yang kelima adalah masyarakat. Indonesia memiliki karakter populasi masyarakat besar dengan pelaku UMKM yang juga banyak tapi banyak dari mereka banyak yang belum on board pada layanan digital.

Pihaknya mendorong agar UMKM memanfaatkan konektovitas digital tersebut.

Gap penggunaan internet di Indonesia disebutkan mencapai 9 juta orang. Mereka sebenarnya tercover layanan digital tapi belum memanfaatkannya.
Kami juga sudah presentasikan laporan spektrum ke Kominfo.

Ada kerjasama dengan oprrator sleuler di Indonesia yanh diberi nama open gateway untuk open API untuk membuka peluang kerjasama lebih luas lagi.

Indonesia merupakan negara utama di project open gateway ini dan berpeluang memimpin prohram ini dengan dukungan kebijakan yang tepat.

Sementara itu, pembicara lainnya, Max Cuvellier Giacomelli, Head of Mobile for Development GSMA menyampaikan ada lima kendala utama dalam pemanfaatan konektivitas seluler

Pertama, rendahnya pemgetahuan dan keterampilan; kedua, keterjangkauan dalam membeli perangkat ponsel; ketiga, pertimbangan aspek keamanan; keempat, aspek relevansi konten produk dan layanan serta kelima, rendahnya akses ke jariingan seperti jaringan listrik hingga tidak adanya akses untuk membeli sim card.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini