Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pengembangan Pita Lebar Direktorat Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Marvels Parsaoran Situmorang mengakui jaringan 5G di Indonesia tidak secepat di negara-negara tetangga.
Menurutnya, hal itu disebabkan kurangnya permintaan untuk kasus pemanfaatan (use case).
"Kalau pertanyaan kenapa sih lambat, itu soal supply dan demand," kata Marvels di Kantor Kominfo, Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Baca juga: Anak Usaha Jakpro Kembangkan Konsep Penerangan Jalan Umum Pintar, Adopsi Jaringan 5G
Tidak dapat dipungkiri, imbuh dia, permintaan menjadi faktor kunci bagi operator telekomunikasi guna mengoptimalkan jaringan 5G.
Contohnya pemanfaatan potensial untuk jaringan 5G yang akan dipakai pada kendaraan otonom di Ibu Kota Nusantara (IKN) nanti.
Bus tanpa awak itu kelak beroperasi di jaringan 5G dengan bantuan sensor-sensor.
Hanya saja, infrastruktur pendukung seperti backhaul yang andal masih belum mencukupi.
“Teknologi sensor ini memerlukan latensi rendah dan kualitas tinggi yang hanya dapat dicapai dengan menggunakan serat optik, bukan microwave,” ucap Marvels.
Kominfo mencatat permukiman bersinyal 5G di Indonesia baru sebesar 2,5 persen dengan jumlah site sebanyak 376 site.
Sedangkan permukiman bersinyal 4G sudah mencapai 96,84 persen dengan jumlah site sebanyak 442.210 site.
Baca juga: Kolaborasi Telkomsel dan ZTE Uji Coba Jaringan 5G di Kawasan Maritim Indonesia
"Jadi intinya jaringan 5G tergantung demand-nya yang belum kelihatan sampai sekarang. Sekarang kembali lagi kayak ayam sama telur, supply dulu baru demand-nya kelihatan atau demand dulu baru supply datang dan kembali lagi ke strateginya korporat," kata Marvels.
Sejauh ini baru dua operator seluler sudah menyediakan paket khusus jaringan 5G yakni Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison.
Operator seluler lainnya sudah mengantongi Surat Keterangan Laik Operasi (SKLO) 5G dari pemerintah antara lain Smartfren dan XL Axiata.