News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kuliner

Kalau Kue Keranjang Sampai Kini Masih Lestari, Salah Satunya Berkat Orang Ini

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yap Cun Teh (64), salah satu produsen dan pelestari kue keranjang.

Ia pun membantu Nenek merendam beras ketan, menumbuknya, dan mengaduk adonan. Ternyata, setelah kue-kue itu disebar ke sanak keluarga, para tetangga serta teman-teman saudara sepupu Cun Teh ikut tertarik memesan.

Tahan lama

Pada tahun 1984, Cun Teh akhirnya memutuskan untuk benar-benar terjun ke bisnis kue keranjang. Pasalnya, ia menyayangkan semakin sedikit generasi seusianya yang mau melanjutkan tradisi tersebut. Padahal, kue keranjang memiliki makna filosofis yang mendalam.

”Prinsip kue keranjang adalah di antara langit dan bumi ada keselarasan, yaitu kehidupan. Makanya, hanya dengan menggunakan dua bahan sederhana bisa dihasilkan makanan yang enak,” ujarnya.

Kunci penting dalam pengolahan, proses yang memakan waktu dan tenaga manusia. Ini melambangkan keuletan seseorang untuk berusaha. Oleh karena itu, hasilnya pun tahan lama. Sebuah kue keranjang bisa tahan selama dua bulan tanpa perlu dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

Cun Teh mengatakan bahwa keluarganya, termasuk enam adik dan kakak, tidak keberatan dengan keputusannya berjualan kue keranjang. Pasalnya, pekerjaan Cun Teh adalah petani. Ia menanam sendiri beras ketan yang digunakan sebagai bahan baku kue keranjang tersebut. Dari sawahnya yang seluas 1 hektar, ia bisa memanen 3 ton beras ketan setiap panen. Jadi, dari segi produksi, ia relatif tidak perlu memutar otak untuk mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan.

Setiap tahun, Cun Teh memanen beras ketan dua kali, yaitu sebelum Idul Fitri dan Sin Cia. Untuk Idul Fitri, ia memasok kue keranjang ke toko-toko di Kota Tangerang. Sementara untuk Sin Cia, ia hanya menerima pesanan. Pesanan datang dari berbagai penjuru Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Serpong. Waktu pemesanan hanya sampai 15 hari sebelum Sin Cia. Waktu pemesanan ini penting sebab Cun Teh tidak mau membuat kue di luar kemampuannya sehingga hasilnya tidak maksimal. Kelima anaknya yang sudah mandiri dan berkeluarga pun rutin pulang untuk membantu ayah mereka membuat kue-kue pesanan.

”Setiap Sin Cia, kami membuat 5 ton kue keranjang dalam waktu dua pekan. Setiap hari ada 200-500 kue keranjang yang diproduksi,” papar Cun Teh.

Untuk itu, selain anak dan cucu, Cun Teh juga mempekerjakan tenaga pembantu. Total, ada 16 orang yang berjibaku membuat kue keranjang di dapur rumah Cun Teh.

Tradisional

Cara membuat kue keranjang yang dilakukan Cun Teh masih tidak berubah sejak dekade-dekade sebelumnya. Masih dimasak di atas tungku kayu bakar. Karena itu, api harus diatur dengan saksama. Proses menuang adonan ke cetakan pun dilakukan sendiri oleh Cun Teh. Ia mengungkapkan, penuangan adonan ke cetakan ini juga membutuhkan keahlian khusus. Kalau tidak, kuenya bisa bocor dan menggumpal.

Menurut Cun Teh, ia tidak akan mengubah cara tersebut karena ia berprinsip setia kepada citarasa kue keranjang buatannya. Metode tersebutlah yang sesuai dengan makna kue keranjang bagi budaya Tionghoa di Indonesia.

”Kalau anak saya nanti meneruskan usaha ini, mereka ingat cara kuno ini yang bikin mereka semua bisa jadi sarjana,” katanya sambil terkekeh. (Larasati Ariadne)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini