TRIBUNNEWS.COM - Mutiara air laut menjadi salah satu kekayaan komoditas khas Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang dikenal hingga luar negeri. Jenis kerang yang banyak dibudidayakan di pulau ini adalah spesies Pinctada maxima atau biasa dikenal sebagai ratu mutiara.
Proses pemeliharaan dimulai sejak larva kerang yang dipelihara di tangki dengan daya tampung lima ton air laut berisi sekitar sembilan juta larva kerang hingga berumur tiga minggu.
Proses pemeliharaan di ruang tertutup ini dilakukan sangat hati-hati, bahkan pakan larva berupa plankton pun dimonitor secara detail kualitasnya.
Setelah berumur tiga minggu larva dipindahkan ke tangki lain dan baru siap dipelihara di air laut setelah mencapai ukuran diameter 1 mm ke atas atau 40 hari. Kerang berumur dua tahun baru siap menjalani proses insersi (pemasangan) inti nukleus (bibit mutiara), dengan nukleus yang berasal dari mutiara kerang air tawar dari Sungai Mississippi, Amerika Serikat.
Setiap proses insersi membutuhkan satu donor kerang untuk diambil mantle tissue (organ lunak kerang mutiara) untuk ditanam menyelimuti nukleus yang akan menentukan warna mutiara yang akan dipanen. Setelah tiga bulan kemudian, kerang dipindai dengan sinar X untuk menyeleksi ukuran mutiara yang dikehendaki.
Sebulan sekali cangkang mutiara dibersihkan di atas bagang yang mengapung di pesisir pantai untuk menghindari gangguan berupa cacing, hama, dan kotoran yang akan memengaruhi pertumbuhan kerang dan hasil mutiara. Setelah itu baru dikembalikan lagi ke tempat bagang lain di tengah laut di kawasan Lombok Timur.
Proses panjang inilah yang membuat mutiara air laut mahal, tentu selain karena keindahannya. Fase budidaya mulai dari pembenihan sampai bisa dipanen pertama kali membutuhkan waktu hingga empat tahun. Dalam satu kerang mutiara pun hanya terdapat 1-2 butir mutiara.
Setelah panen pertama, kerang mutiara air laut baru bisa dipanen dua tahun kemudian, hingga 2-3 kali dipanen. Kondisi perairan laut secara fisik dan kimia juga berpengaruh besar terhadap susunan dan kelimpahan organisme di dalam air, termasuk bagi kehidupan kerang mutiara.
Karena prosesnya yang lama, kompleks, padat modal, dan membutuhkan teknologi tinggi dalam budidaya kerang mutiara, tidak banyak pelaku industri mutiara di Lombok yang bertahan.
Selain karena krisis ekonomi juga karena serbuan mutiara air tawar dari Tiongkok yang lebih murah dengan kualitas yang semakin mirip dengan mutiara laut. Dari semula sebanyak 39 pengusaha, kini tinggal 6 hingga 8 pengusaha yang masih bertahan di Lombok. Sebagian pengusaha dapat bertahan karena memiliki jaringan pemasaran di luar negeri.
Salah satu pelaku industri mutiara yang saat ini masih eksis yang terletak di Kelurahan Malaka, Desa Teluk Nara, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, membuka ruang pajang (showroom) dan tur edukasi tentang mutiara.
Kejelian perusahaan asing dari Australia ini untuk menggabungkan industri mutiara dan wisata edukasi patut ditiru oleh pelaku industri lokal.
Serombongan turis asing dalam grup besar dan kecil terlihat menikmati tur tersebut pada akhir Maret lalu. Dari wisata mutiara di tempat ini, wisatawan asing dan domestik Lombok dapat mengetahui seluk-beluk budidaya mutiara alam sekaligus berbelanja. (Riza Fathoni)