Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Ketut Sudiani
TRIBUNNEWS.COM, BANGLI - Cantiknya sunrise (pesona matahari terbit) Gunung Batur memang begitu indah sampai harus dikejar-kejar para pendaki momentumnya yang amat singkat, hanya beberapa belas menit saja.
Karena itu, pendaki harus bangun pagi-pagi sebelum subuh agar tak ketinggalan momen.
Belum lagi beningnya Danau Batur yang bahkan bisa menjadi cermin bagi awan.
Ya, mendaki sebuah gunung, bagi banyak orang ibarat menjalani sebuah kehidupan. Mereka mengawalinya dari titik terendah, bertahan dan berjuang meraih mimpi untuk sampai di puncak.
Setelah berhasil menjejakkan langkah di pucuk gunung, segala lelah dan jerih payah seakan terbayarkan sudah.
Semangat itu setidaknya tampak pula saat tim Tribun Bali menyusuri Gunung Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Kamis (14/5/2015).
Meskipun bukan tergolong gunung tertinggi, tetapi untuk sampai di bagian teratas, ternyata cukup menguras tenaga.
Saat tiba di titik tertinggi gunung api yang masih aktif itu, tercatat kami berada di ketinggian 1600 mdpl.
Medan Tidak Terlalu Sulit
Saat ini, wisata alam khususnya mendaki gunung memang semakin diminati. Gunung Batur ini termasuk ramah bagi pendaki pemula karena medannya tidak terlalu sulit.
Perjalanan itu dimulai subuh hari sekitar pukul 04.30 Wita dari Toya Devasya Natural Hot Spring & Camping Resort, Kintamani.
Dalam kegelapan, hanya terdengar samar suara gesekan daun-daun dan derap kaki para pendaki.
Kadang ada sejumlah orang yang jalan sambil bercakap-cakap, tapi tak lama kemudian suasana kembali sepi.
Jalan-jalan setapak terus kami susuri. Dalam melakukan pendakian, jangan lupa untuk membawa perlengkapan seperti perlengkapan pribadi, termasuk senter, air minum, hingga tongkat.
Para pendaki Gunung Batur sedang asyik selfie
Dingin angin Kintamani membuat pendaki mencoba menghangatkan diri dengan menggunakan jaket tebal, syal, sarung tangan, dan topi.
Hanya saja, ternyata semua benda-benda itu satu per satu akan kandas di tengah jalan. Medan yang seringkali menanjak, membuat para pendaki lebih cepat berkeringat, sehingga tubuh pun segera terasa panas.
Inilah Tarif Untuk Pemandu Wisata
Disarankan, mereka yang ingin mendaki, tidak perlu membawa barang berlebih, cukup yang diperlukan saja, sehingga memudahkan perjalanan.
Selain tim kami, hari itu banyak juga rombongan lain yang melakukan pendakian.
Mereka ada yang berasal dari daerah setempat, wisatawan domestik, hingga mancanegara.
Masing-masing didampingi oleh seorang pemandu yang hafal betul setiap kelok dan berbagai lika-liku gunung tertinggi kedua di Bali itu.
“Setidaknya setiap minggu saya pasti ke sini. Biasanya saya mendaki sambil lari, sehingga sampai dalam 20 atau 30 menit,” ucap seorang pemandu.
Sementara bagi kami para pemula, setidaknya perlu waktu sekitar dua sampai tiga jam untuk sampai di puncak.
Untuk kepentingan keselamatan, setiap grup diwajibkan dibantu pemandu, dengan biaya sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 350 ribu.
Disarankan Tidak Duduk dan Melipat Kaki
Bagi mereka yang belum berpengalaman mendaki, baiknya tidak perlu tergesa-gesa dan terlalu memaksa diri.
Apabila lelah, istirahat saja sejenak, sandarkan tubuh pada batang pepohonan. Disarankan agar tidak duduk dan melipat kaki karena kemudian akan merasa lebih lelah.
Bagi yang memiliki riwayat sakit tertentu, baiknya juga melengkapi diri dengan obat-obatan. Di tengah perjalanan, sempat ada tim kami yang mengalami kram kaki. Kaki berasa susah digerakkan. Kaku!
Para pendaki Gunung Batur sedang mengejar momen sunrise
Untuk menangani hal itu, tidak perlu panik, cukup dengan duduk sejenak dan merentangkan kaki. Kemudian kaki yang keram, digerakkan perlahan dan dilemaskan beberapa saat.
Tidak perlu takut karena setelah merasa cukup nyaman, perjalanan sudah bisa dilanjutkan kembali.
Pendaki juga perlu memperhatikan pakaian yang tepat, misalkan jangan memakai celana jeans yang terlalu ketat karena akan sulit untuk bergerak.
Selain itu, mengingat jalan setapak yang berkerikil dan penuh pasir, baiknya menggunakan sepatu yang bergerigi. Hindari pemakaian sandal jepit karena sangat riskan.
Kebersamaan tim juga sangat penting dalam pendakian ini. Saat ada anggota Tribun Bali yang cedera, atau ada yang tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan, selalu ada yang sigap membantu dan menemani, kemudian bersama-sama kembali melangkah.
Kue, Teh, Kopi, Susu, Harganya Kok Mahal ya?
Para pendaki yang kehabisan air tidak perlu cemas, karena di beberapa titik, terdapat pondok kecil. Masyarakat setempat menyediakan minuman dan kue kecil.
Cuma sayangnya, harganya juga terbilang mahal untuk ukuran wisatawan kelas backpacker. Minuman seperti teh, kopi, atau coklat susu berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 40 ribu.
Menjelang pukul 07.00 Wita, akhirnya kami sampai juga di puncak. Saat itu cuaca terbilang cukup bersahabat, meskipun sehari sebelumnya sempat hujan lebat.
Perlahan warna merah muncul di langit timur Batur, membentang panjang, tampak hingga menyentuh bayang Gunung Agung.
Dari kejauhan, para pendaki tampak begitu kecil, seperti barisan semut.
Cantiknya sunrise Gunung Baturlah yang dikejar-kejar para pendaki. Belum lagi beningnya Danau Batur yang bahkan bisa menjadi cermin bagi awan.
Juga indahnya pepohonan dan warna rumputan yang selain hijau juga kuning keemasan. Di beberapa titik di sekitar gunung, dapat dilihat uap panas mengepul tinggi.
Dapat dipahami kemudian, mengapa banyak wisatawan mancanegara jauh-jauh datang untuk mendaki danau Batur.
Mereka juga tidak henti-hentinya menjepretkan kamera, mengabadikan momen berharga berlatar pemandangan yang begitu indah.
Berulang terdengar orang-orang berdecak kagum, terpesona dengan kecantikan Batur.
Ada pula yang berkata, “bermain dengan alam itu tidak pernah membosankan. Berapa kalipun mendaki Gunung Batur, saya tidak akan pernah bosan.”