Laporan Reporter Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Di warung sederhana yang terletak di Jl. Yogya-Solo km 15, Bogem, Kalasan Sleman Yogyakarta, Suyati (54) bersama suaminya telah 34 tahun menjajakan es dawet.
Dengan menempati tempat berjualan yang tidak terlalu besar, dilengkapi dengan beberapa bangku kayu panjang serta beberapa kursi plastik, tampak Suyati duduk di sebelah gentong tempat dawet sibuk melayani pembeli yang antri.
Es Dawet Pandawa Bu Suyati
Usaha jualan dawet yang diberi nama Es Dawet Pandawa Pak Bagong tersebut sengaja digeluti perempuan yang akrab disapa Yati tersebut, karena dia dan suaminya lahir dari keluarga penjual dawet.
"Dulu kakek saya telah berjualan dawet di daerah asal saya Bayat, Klaten. Dan usaha tersebut diteruskan oleh bapak saya. Dulu mereka berjualan dengan cara keliling memanggul dagangan," ujar Yati, Senin (18/5).
Sampai akhirnya pada usia 20 tahun Yati meneruskan usaha keluarganya tersebut.
Berbeda dengan cara berdagang dawet yang dulu dilakukan oleh orang tua dan kakeknya, dia lebih memilih berjualan di tempat yang saat ini dia tempati, yakni di sebelah kiri Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.
Lebih lanjut ibu empat orang anak tersebut menceritakan saat awal mula berdagang dawet, setiap satu mangkuk dawet dia jual dengan harga Rp 50.
Menjaga kualitas dawet yang dibuatnya, menjadikan usahannya mampu bertahan hingga 34 tahun.
Bahan baku yang digunakan Yati dalam membuat dawet adalah tepung aren.
"Jika kebanyakan orang mambuat dawet menggunakan tepung beras dicampur tepung tapioka, saya menggunakan tepung aren.
Rasanya lebih enak, selain itu jika menggunakan tepung aren, bisa membuat perut dingin," ujarnya.