Laporan Reporter Tribun Lampung, Heru Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Mau uji nyali bermain dengan kera atau monyet-monyet liar? Tepat yang tepat adalah Taman Hutan Kera Tirtosari di Lampung. Bisa diajak selfie!
Hari terasa cerah, langit biru, tiada mendung. Sejumlah kera ekor panjang yang dikenal dengan nama latin Macaca Fascicularis bergelayut bebas di dahan-dahan pohon.
Beberapa ekor tampak asik berjejer di pagar pembatas hutan dengan kawasan rumah warga.
Gerombolan monyet itu terlihat asyik, tak menghiraukan puluhan pasang mata manusia yang mengamati tindak-tanduk mereka.
Itulah gambaran yang bisa ditemui di Taman Hutan Kera Tirtosari, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Telukbetung Utara, Bandar Lampung.
Oiya, jangan bayangkan lokasinya berada di dipinggiran kota yang memakan waktu berjam-jam.
Justru Taman Hutan Kera Tirtosari adalah salah satu destinasi wisata di pusat Kota Bandar Lampung yang bisa diakses tanpa mengeluarkan satu rupiah pun.
Gunakan Angkot dan Ojek
Lalu bagaimana caranya untuk dapat menuju ke Taman Hutan Kera Tirtosari?
Bagi pengunjung yang berada di pusat kota, pastikan kalian mengarahkan tujuan ke wilayah Teluk Betung Utara.
Jika dari pusat kota Bandar Lampung, pengunjung bisa menumpang angkutan kota (angkot) trayek Telukbetung - Tanjungkarang dengan biaya Rp 3000 sekali jalan.
Pesan kepada sopir untuk berhenti di pertigaan SMAN 4 Bandar Lampung yang biasa disebut warga Bandar Lampung Texas.
Perjalanan menumpang angkot dari pusat kota di Terminal Pasar Bawah (Ramayana) Bandar Lampung ke Taman Hutan Kera Tirtosari sedikitnya dibutuhkan waktu kurang lebih 30 menit.
Waktu tempuh tadi bahkan bahkan akan menjadi dua kali lipat jika kondisi lalu lintas padat.
Setelah sampai di pertigaan, perjalanan dapat dilanjutkan dengan ojek yang selalu siaga di sana.
Estimasi waktu yang dibutuhkan kira-kira sekitar 15 menit hingga sampai di lokasi.
Melintasi aspal halus perkotaan, pengunjung kemudian akan dibawa ke wilayah pemukiman penduduk yang masih asri.
Gapura Taman Hutan Kera Tirtosari nan gagah akan menyambut pengunjung, sekaligus menandakan bahwa kalian telah berada di kawasan ekowisata tersebut.
Dari situ, perjalanan tidak senyaman di awal. Tidak ada lagi aspal halus.
Jalanan kampung dengan tekstur tanah dan berbatu akan menyambut.
Namun tidak terlalu ekstrim karena konturny yang datar dan juga merupakan wilayah permukiman warga membuatnya mudah dilewati.
Pada awal masuk taman tersebut, kanan kiri jalan akan ditemui rumah warga yang terlihat sederhana.
Motor empat tak dengan mesin 110cc pun akan mudah melintas.
Tantangan terberat hanya didapati selepas bunker peninggalan Jepang.
Tanjakan 45 derajat membuat motor harus dipacu dengan tenaga ekstra dan hati-hati.
Sedikit saja lalai, bukan tidak mungkin motor akan selip dan jatuh.
Namun berbekal pengalaman sang juru mudi, tentu ini bukan masalah.
Hingga kalian dibawa ke bagian lain Hotel Hartono yang bersinggungan dengan habitat mopnyet di Taman Hutan Kera.
Oiya, selain dapat diakses melalui angkutan kota trayek Teluk Betung Utara.
Ada satu alternatif rute yang bisa ditempuh pengunjung.
Akses ini jauh lebih mudah ditemui.
Pengunjung hanya perlu melewati Jalan Kesehatan No 7 Bandar Lampung , dekat Hotel Hartono Bandar Lampung.
Lokasi ini dikenal persis berada di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
Siapkan Pisang dan Kacang Kulit
Sesampainya di lokasi, kita bisa dengan mudah menemukan kera ekor panjang berseliweran dengan bebas.
Sesekali dengan berbekal nyali besar, tak ada salahnya untuk berinteraksi dengan kera-kera liar yang lucu.
Apalagi jika dari kediaman kita telah membekali diri dengan penganan kesukaan kera, berupa pisang dan kacang.
Tak perlu menunggu waktu lama.
Pintu masuk menuju Taman Hutan Kera Tirtosari
Saat pisang dan kacang kulit keluar dari penyimpanan, maka kera- kera liar akan segera datang menghampiri kita.
Mereka akan antre untuk berebut jatah.
Hati-hati dengan sikap beberapa kera yang sekejap bisa berubah nakal dan merebut seluruh makanan atau barang bawaan kita.
Berbeda dengan kera-kera kebun binatang yang dibatasi aktifitasnya dengan manusia.
Di sini, pengunjung dapat sesuka hati bermain dengan kera-kera liar.
Bagaimana jika kera-kera tadi menyerang?
Kemungkinan itu pasti ada.
Namun kita tidak perlu khawatir, seliar apapun tabiat asli hewan di alam bebas, mereka akan tetap aman sepanjang tidak terusik keberadaannya.
Konon, jumlah kera di Taman Hutan Kera Tirtosari ini berjumlah ratusan.
Mereka hidup rukun berdampingan dengan warga yang bermukim di wilayah tersebut.
Bisa jadi karena sejak lama mereka hidup berdampingan dengan manusia, mereka merasa tak aisng lagi dengan manusia yang menurut peneliti masih satu jalur kekerabatan
Selfie dengan Monyet, Why Not?
Puas memberi makan kera liar, rasanya tidak afdhol jika berkunjung ke tempat wisata tanpa membawa kenang-kenangan berupa foto.
Menggunakan kamera DSLR atau kamera dari telepon genggam sama serunya. Berpose di depan kamera dengan latar belakang kera-kera sedang lalu-lalang, asyik kan?
Apalagi kera setempat tidak begitu terpengaruh dengan lampu kilat yang berasal dari kamera.
Minim Perhatian Pemerintah
Sayangnya, wacana pengembangan Taman Kera, Sumur Batu, Telukbetung Utara, menjadi kawasan wisata, tampaknya hanya pepesan kosong.
Tiga kali pergantian wali kota Bandar Lampung, mulai Suharto, Edy Sutrisno, dan kini Herman HN, taman kera yang sudah ada sejak 1984, tidak juga berubah fungsi menjadi kawasan wisata yang tentunya dapat mendongkrak pendapat asli daerah (PAD).
Hanya sekedarnya saja, kesannya. Sekedar ada.
Padahal lokasi taman kera yang berada di kawasan pusat kota, serta kondisi alam yang berada di dataran tinggi mampu menarik wisatawan lokal, bahkan setiap sore, kawasan tersebut tidak pernah sepi dari kungungan masyrakat, yang datang hanya sekedar melepas penat, atau bercengkerama dengan kera.
Namun sayang, kondisi taman kera yang populasinya terus bertambah, ditaksir mencapai 100 ekor lebih, tidak dibarengi perhatian serius pemerintah kota Bandar Lampung, khususnya terkait biaya pemeliharaan hewan mamalia tersebut.
Menurut penggelola taman hutan kera Hi Keno Rukmana, kera-kera di kawasan tersebut populasinya terus bertambah.
Hitungan kasar pada medio tahun 2012 lalu saja jumlahnya diperikirakan sudah hampir 100 ekor lebih.
Tentu di tahun 2015, jumlahnya jauh lebih banyak.
"Tahun lalu jumlahnya sekitar seratusan. Sekarang mungkin lebih, tapi tidak sampai 200. Karena saya pernah hitung dengan cara memberi buah nangka yang sudah saya potong-potng dan hitung, kemudian saya beri satu-persatu. Jumlahnya hampir seratus. Tapi pastinya susah, itu hanya mendekati, karena saat diberi makan tidak semua kera ngumpul," kata Keno saat sambangi di kediamannya, kemarin.
Kisah Kera Lepas dari Kandang Beranak-pinak
Hi Keno Rukmana yang sudah tinggal dikawasan tersebut sejak 1957, mengaku populasi kera dikawasan tersebut bermula tahun 1984.
Kala itu putranya yang gemar menembak menggunakan senapan angin tidak sengaja mengenai seekor kera di kawasan tersebut.
Karena merasa kasihan, dengan kondisi kera malang tersebut, Keno yang saat itu masih bertugas di dinas kesehatan mengobati dan memelihara kera tersebut, hingga pulih.
Namun sayang, saat berada di kandang, sang kera lepas dan tinggal di hutan kawasan tersebut.
"Sejak lepas kera itu tinggal di kawasan hutan situ, di sana juga ada kera betina milik warga. Sejak itu kera mulai beranak pinak, hingga sekarang," ujar Keno.
Keno mengaku, perhatian pemerintah terhadap populasi kera di taman hutan kera, Serta janji menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan wisata, bukan tidak ada, namun belum terealisasi.
"Warga sini sih sempat senang, dengan janji pemerintah, katanya mau dijadiin kawasan wisata. Bahkan ada warga sudah siap buka warung-warung. Tiga wali kota Soeharto, Edy Sutrisno, Herman HN, sudah pernah ke sini, tapi tidak ada yang terealisasi. Bertahun-tahun saja baru kali ini jalan di sini diaspal," tuturnya.
Misteri Terowongan Peninggalan Jepang
Selain dapat menyaksikan aksi kera di alam liar, masih di tempat yang sama, pengunjung juga dapat menemukan sisa bangunan kolonial berupa terowongan mobilisasi militer.
Posisinya berada di kaki bukit Taman Hutan Kera Tirtosari.
Lokasi ini bisa ditemui dengan mudah, sekitar 100 meter dari pintu masuk gapura yang bertuliskan "Selamat Datang di Taman Wisata Hutan Kera".
Bentuk fisik terowongan ini menyerupai kubah kecil dengan konsrtuksi beton.
Kini bangunan ini telah disegel dengan menggunakan plat baja.
Terowongan peninggalan Jepang yang misterius
Bangunan yang terlihat kokoh ini, adalah sebuah lorong panjang dan diperkirakan memiliki jalan tembus hingga ke belakang Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Konon, terowongan ini digunakan untuk memindahkan pasukan secara sembunyi- sembunyi.
Mustafa, seorang warga yang ditemui dilokasi mengaku, terowongan itu adalah akses bagi militer pada zamannya untuk bergerak secara sembunyi-sembunyi di bawah tanah.
Sebelum disegel dan tidak dapat diakses seperti saat ini, terowongan itu disinyalir memiliki pintu keluar tak jauh di Hotel Hartono Bandar Lampung dan wilayah pesisir Sukaraja.
Sayang, aset sejarah itu kini terbengkalai. Minimnya perhatian pemerintah dan ketidakpedulian warga membuat terowongan itu tnggal kenangan dan cerita.
Generasi saat ini tidak bisa mengaksesnya, karena bagian dalam terowongan telah tertutup reruntuhan batu. Itu mengapa kemudian di tahuan 200an terowongan ditutup dengan plat baja.
Ditengah keterbatasan tadi, setidakya, kawasan Taman Hutan Kera Tirtosari menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat sekitar khususnya di Bandar Lampung.
Taman tersebut, adalah satu taman hijau nan asri yang bisa digunakan untuk hiburan murah. Udara yang bersih, jauh dari polusi, dan tentu saja dapat dinikmati tanpa mengeluarkan biaya.
Lupakan biaya pisang dan kacang ya!!!