Begitu memasuki ruang diorama pengunjung akan disuguhi berbagai kecanggihan teknik audio-visual.
Ruangan ini didesain dengan teknologi interaktif yang dioperasikan dengan hanya menyentuh tombol navigasi yang diinginkan.
Pengunjung melihat-lihat dokumentasi foto di Museum Memorial Jenderal Besar Soeharto (Tribun Jogja/ Hamim Tohari)
Semakin dalam dan berkelok memasuki museum, nuansa kepemimpinan Pak Harto kian kental terasa. Foto-foto Pak Harto maupun rekaman sejarah beliau disajikan secara digital di setiap sudut ruangan dan ikut membawa kita pada zaman beliau.
Di bagian tengah gedung diorama, disajikan dengan cerita seputar Gerakan 30 September yang menewaskan beberapa orang jenderal di Indonesia tahun 1965.
Para korban ini termasuk pula Ade Irma Suryani Nasution, anak seorang jenderal yang ikut terbunuh, meski sang ayah selamat dari peristiwa itu. Inilah sensasi yang kami rasakan di Museum Pak Harto, sensasi memperingati G 30 S.
Cukup sentuh dan berbagai penjelasan mengenai Pak Harto akan muncul.
Ruangan ini terbagi menjadi lima selasar, yakni selasar A berisi kilas balik tokoh ini, Selasar B yang menjelaskan keterlibatan Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.
Kemudian Selasar C Trikora, Selasar D Penumpasan G30SPKI dan terakhir Selasar E memperlihatkan masa pembangunan Soeharto yang terkenal dengan program Repelitanya ini.
Di area memorial ini terdapat beberapa bangunan, terdiriri dari bangunan joglo, Rumah Notosudiro (eyang buyut Soeharto), rumah Atmosudiro (eyang Soeharto) yang dijadikan bangunan diorama, dan sebuah petilasan tempat lahir Soeharto.
Pengunjung Makin Banyak
Suka atau tidak suka pada sosok Pak Harto itu wajar. Tapi yang jelas, pengelola museum, Gatot Nugroho menyatakan meski baru dua tahun berdiri, menurutnya museum ini telah mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat.
Ia menerangkan pada tahun 2013 tercatat ada 167 ribu jumlah pengunjung dalam setahun, sedangkanpada tahun 2014 melonjak jadi 268 ribu pengunjung dalam setahun.
“Kalau dirata-rata, sekarang sehari bisa ada 800 pengunjung, bandingkan dengan museum yang ada di Jogja seperti monjali itu sekitar 300 ribu pengunjung dalam setahun, berarti kita museum baru yang benar-benar antusiasme pengunjungnya banyak,” terangnya.