News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wisata Bali

Rumah Makan Mang Boo Sajikan Kuliner Bali Halal, Spesialis Menu Daging Kerbau

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berbagai menu olahan daging kerbau di Rumah Makan Mang Boo, Badung, Bali. (Tribun Bali/ Ayu Dessy Wulansari)

Laporan Wartawan Tribun Bali, Ayu Dessy Wulansari

TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - Berlibur ke Pulau Dewata tak akan lengkap tanpa mencicipi kulinernya yang beragam dan unik.

Ada banyak makanan tradisional Bali yang banyak digemari, tak hanya oleh orang Bali sendiri, namun oleh tamu domestik hingga manca negara.

Tentu Anda sudah mengetahui makanan babi guling, ayam betutu, dan lawar yang menjadi sajian khas Bali dan sudah dikenal masyarakat luas.

Namun sejak tahun 2010 lalu, hadir satu rumah makan special menawarkan hidangan dari daging kerbau sebagai pengganti daging babi sehingga setiap orang bisa mencicipinya.


Suasana Rumah Makan Mang Boo di Badung, Bali (Tribun Bali/ Ayu Dessy Wulansari)

Ya, semua jenis masakan di sini terbuat dari daging kerbau.

Rumah makan ini disebut-sebut sebagai pelopor dan spesialis masakan daging kerbau.

Nama rumah makan ini adalah Mang Boo.

Kata Boo diambli dari kebo yang dalam Bahasa Bali berarti kerbau.

Tempat ini terletak di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Tepatnya berada di dekat jalan utama menuju kawasan wisata hutan Sangeh yang terkenal dengan monyet-monyet yang hidup di hutan.

Jarak tempuh untuk mengunjungi rumah makan Mang Boo dari Kota Denpasar sekitar 25 kilometer.

Sate kerbau di Rumah Makan Mang Boo, Badung, Bali (Tribun Bali/ Ayu Dessy Wulansari)

Jika Anda dari Bandara Internasional Ngurah Rai berjarak kurang lebih 35 kilometer, bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua.

Tak jarang wisatawan yang setelah berkunjung ke obyek wisata Sangeh atau Bedugul banyak yang mampir untuk makan di sini.

Tiap weekend, banyak komunitas motor gede bahkan komunitas mobil mewah menyempati diri menyantap hidangan di Mang Boo.

Suasana Bali yang kental terasa saat memasuki Rumah makan Mang Boo.

Alunan musik rindik mengalun lembut membuat susana lebih tenang.

Unsur bebatuan dan kayu mendominasi desain dari rumah makan ini.

Tempatnya semi terbuka dengan pohon rambat berbunga sehingga angin yang berhembus menambah kesan sejuk dan indah.

Dari lawar, sate, tum, rendang, rawon, kuah balung, hingga kerupuk, semuanya terbuat dari daging kerbau atau dalam Bahasa Bali disebut dengan kebo.

Satu porsi lengkap dikenai harga Rp 25 ribu.

Dan dalam sehari rata-rata menghabiskan 50 kilogram daging kerbau.

Rumah makan Mang Boo bisa menjadi alternatif bagi pecinta kuliner yang ingin mencicipi masakan khas Bali.

Terlebih lagi, semua masakan di sini halal bagi umat Muslim karena hanya menggunakan daging kerbau dan tidak memakai darah pada pembuatan lawar atau tum.


Berbagai menu olahan daging kerbau di Rumah Makan Mang Boo, Badung, Bali. (Tribun Bali/ Ayu Dessy Wulansari)

Karena pada umumnya, kedua masakan Bali tersebut mencampurkan darah dari hewan yang digunakan untuk memperkuat cita rasa.

“Saya ingin mengangkat citra masakan Bali. Lawar itu identik dengan darah dan tidak halal. Namun kita ingin menghadirkan masakan yang halal dan tidak menghilangkan rasa lawar itu sebenarnya. Banyak saudara Muslim yang makan di sini karena dari pemotongan hingga pengolahan kita menggunakan cara di Hindu dengan memakai doa-doa yang ada di Islam. Kebetulan saya punya bibi seorang Muslim dan beliau yang ikut bertanggung jawab,” ungkap pemilik rumah makan Mang Boo, Ida Bagus Made Bawa.

Bau Tak Enak Kalau Cara Memotongnya Salah

Menurut pria yang disapa Gusde ini daging kerbau berbeda dengan daging lainnya.

Jika cara memotongnya salah, maka ada bau ngas atau sengir yang dikeluarkan dari dagingnya dan tentu tidak bagus untuk digunakan dalam masakan.

Antara percaya atau tidak percaya, ia juga menambahkan saat hati orang yang memotong kerbau tidak baik, maka daging kerbau yang didapat juga tidak baik.

“Itu sudah banyak yang membuktikannya. Dan juga kerbau niki (ini) baik untuk semua golongan. Dari pendeta, empu, pedanda, pemangku, petani, hingga umat non Hindu. Banyak rombongan dari Jakarta yang datang dan makan di sini,” lanjutnya.

Meski menyuguhkan masakan tradisional, namun masalah kehigenisan merupakan hal yang tetap diprioritaskan oleh Gusde.

Selain itu pemilihan bahan-bahan masakan juga diperhatikan betul untuk menjaga kualitas masakan agar terus terjaga.

Dalam waktu dekat ia akan menyiapkan tempat khusus untuk mengolah daging-daging kerbau dengan standar dan alat-alat yang berkualitas internasional.


Sate kerbau di Rumah Makan Mang Boo, Badung, Bali (Tribun Bali/ Ayu Dessy Wulansari)

Sebagai pemilik, Gusde memiliki konsep menonjolkan cita rasa dari masakan tradisional Bali dan dapat dinikmai oleh semua kalangan.

Terbukti dari pengunjung yang datang tidak hanya dari warga sekitar saja.

Tamu Penting

Tak sedikit dari mereka datang dari luar kota yang khusus hanya untuk menyantap sajian dari daging kerbau.

Banyak pula tokoh-tokoh penting yang menyempatkan waktunya untuk datang ke rumah makan Mang Boo.

Satu di antaranya ialah mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi Bali, I Wayan Juana yang jauh-jauh dari Kota Denpasar datang ke rumah makan Mang Boo untuk menikmati sajian olahan daging kerbau bersama keluarganya.

“Kalau rasa memang khas ya. Khasnya karena ada merica mentah. Kemudian unsur seninya pun masih ada, terutamaramesnya (potongan) itu bagus kelihatan dan memang asli model lawarnya. Saya sudah sering kesini. Khusus datang dari Denpasar untuk makan di sini. Karena dari sisi kesucian ini kan masuk makanan satwika, makanan yang suci. Termasuk pedanda pun boleh makan ini,” tuturnya.

Ia menambahkan tidak mempersoalkan masalah harga, yang terpenting ada kepuasan saat menikmatinya. Porsinya pun mengenyangkan, tidak sedikit atau terlalu banyak. Ia menyiapkan waktu-waktu khusus untuk datang ke rumah makan Mang Boo, seperti sebulan sekali.

“Kalau ingin makan menu dengan daging kerbau, pasti saya khusus datang ke sini, nggak ke tempat lain,” akunya.

Rumah makan Mang Boo buka sejak pertengahan tahun 2010 dan mampu menampung pengunjung hingga 200-an orang.

Tempat ini beroperasi setiap hari, kecuali hari raya Galungan, Kuningan, dan Nyepi, dari pukul 08.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita.

Rumah makan Mang Boo mengakomodasi pemesanan nasi kotak atau bagi pengunjung yang ingin membeli daging kerbau mentah bersama bumbu, juga bisa dilakukan di tempat ini.

Sensasi Letupan Biji Merica yang Mengejutkan

Menyajikan kuliner tradisional Bali tidak lepas dari masakan lawar.

Ini juga yang ditonjolkan oleh Gusde selaku pemiliki rumah makan Mang Boo.

Umumnya lawar terbuat dari cincangan nangka muda, kulit daging, darah, dan beberapa bumbu khas Bali. Yang menjadi unik dan beda antara Mang Boo dari tempat lainnya adalah cara memasak lawar yang tidak memakai darah segar.

Daging yang dipakai berasal dari kerbau yang sudah tua. Sehingga kulitnya agak keras dan tidak lembek. Proses pembuatan dari mengeluarkan kulit daging dibekukan lalu didiamkan sebentar agar menjadi sedikit lunak. Dengan alatslicer, kulit dipotong sehingga ketebalannya pas.

Ketebalan ini juga yang menentukan rasa dari lawar itu sendiri.

“Yang membedakan lawar di Mang Boo adalah kita menggunakan mica matah (merica mentah) yang masih muda. Itu yang favoritnya di sini. Istilahnya begitu makan, dia kayak dinamit,” kata Gusde.

Biji merica muda yang masih berwarna hijau dicampur dengan potongan kulit, cincangan daging, dan bumbu genep, bumbu khas Bali.

Rasa Rempah-rempah

Ada sensasi mengejutkan ketika menyantap lawar kerbau ini.

Saat digigit, biji merica seakan meletup dan rasa khas merica yang pedas akan langsung terasa di dalam mulut.

Bagi yang sebelumnya tidak pernah merasakan lawar ini, akan sedikit terkejut saat mengetahui rasa yang dihasilkan oleh biji merica.

Tentu hal itu membuat lawar Mang Boo menjadi satu dari sekian hidangan favorit yang disuguhkan. Cara memakan lawar ini bisa menggunakan sendok atau langsung dengan tangan.

Dagingnya Empuk Dimasak 8 Jam di Atas Tungku Api

Ada pula kuah balung yang proses memasaknya memakan waktu 6-8 jam dan masih menggunakan kayu bakar.

Cara ini menghasilkan daging yang empuk dan kaldunya terasa nikmat. Kuah balung yang masih panas bercia rasa gurih ini sangat cocok disantap dengan nasi panas.

Tak jarang juga ada pengunjung yang langsung menyeruput kuah ini langsung dari mangkok sehingga tidak ada kuah yang tersisa.

Tak kalah nikmat, ada rendang kerbau.

Tekstur dagingngya empuk dan bumbunya meresap hingga ke dalam.

“Banyak yang bilang rendang di sini hampir sama kayak rasa rendang aslinya,” tutur ayah 3 anak itu.

Menu lainnya yang juga menjadi andalan adalah timbungan kebo.

Menu Pamungkas, Timbungan Kerbau dalam Batang Bambu

Gusde menuturkan bahwa menu satu ini merupakan senjata pamungkas dan spesial karena tidak langsung ditawarkan oleh pengunjung.

Tidak semua dari pengunjung mengetahui akan menu satu ini.

Bagi mereka yang sudah tahu, timbungan akan khusus dipesan bahkan sebelum mereka tiba di rumah makan.

Timbungan terbuat dari cincangan daging kerbau dan bumbu kemudian dimasukkan ke dalam batang bambu berukuran 50-60 sentimeter.

Kemudian bambu itu akan dibakar selama kurang lebih 15 menit.

Bambu akan bergetar dan mengeluarkan air jika sudah matang.

Perpaduan rasa dari penggunaan bambu sebagai media pembakaran menghasilkan satu rasa yang enak. Aromanya pun sedap dan tidak tercium bau amis dari daging.

Anda harus cukup berhati-hati ketika ingin mencicipi hidangan satu ini karena bambunya masih terasa panas.

Isi yang berada di dalam bambu dikeluarkan dan ditempatkan di mangkuk.

Agar tangan tidak kotor karena bambu yang terbakar, saat menuangkan isi bisa menggunakan kertas minyak atau tisu untuk melapisi bambu itu.

Agar rasa makin nendang, beri garnish berupa cincangan daun selederi dan bawang goreng yang gurih.

Timbungan ini juga bisa dibawa sebagai buah tangan.

Sesampai di rumah, isi dikeluarkan dari bambu dan bisa dihangatkan tanpa minyak di pan atau wajan.

Jika ingin menyimpannya, cukup taruh di dalam freezer lemari pendingin dan hangatkan ketika ingin disantap kembali,

Selain pemakaian daging kerbau yang masih jarang ditemui, pengolahan bumbu yang diterapkan Gusde pun berbeda.

Ia mengolah bumbunya lalu akan difermentasikan selama berbulan-bulan.

Baginya ada proses kimiawi yang terjadi dalam bumbu yang telah dicampur dengan daging sehingga rasanya beda.

Bumbu dan daging tersebut akan disimpan di dalam lemari pendingin dan suhunya harus berada di -26 derajat celcius.

- Menu dan Tarif -

Menu Paket : Rp 25 ribu

Timbungan : Rp 50 ribu

Bakso Kerbau : Rp 10 ribu

Kopi Bali : Rp 5.000

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini