Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina S
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Ketika mendengar nama Museum Lukisan Sidik Jari, yang terlintas di benak kita adalah tempat penyimpanan sidik jari.
Padahal tidak demikian. Museum ini menampilkan lukisan-lukisan yang dibuat tanpa menggunakan kuas, namun dari hasil sidik jari, yang berada di Jalan Hayam Wuruk No 175, Denpasar, Bali.
Pendiri Museum Lukisan Sidik Jari ini adalah I Gusti Ngurah Gede Pemecutan. Koleksi lukisan karya Ngurah Gede dipajang di tiap dinding ruangan utama pameran.
Di antaranya di lantai satu, yang disebut ruang pencarian jati diri sekaligus tempat anak-anak belajar. Sekelilingnya dihiasi karya Ngurah.
Tampak juga lukisan lawas Ngurah tahun 1956 yang menggambarkan bunga, yakni karyanya saat masih SMA. Karya-karya lain Ngurah semasa SMP hingga SMA juga dipamerkan di ruang ini.
Memasuki ruang tengah, masih di lantai satu, dipamerkan lukisan-lukisannya saat belajar menggunakan cat minyak di atas kanvas.
Di ruang terakhir di lantai tersebut, merupakan tempat karya-karya awal Ngurah saat menemukan teknik lukis dengan sidik jari. Lukisan ini adalah karya penemuan jati dirinya.
Lukisan dengan teknik totol-totol ujung jari ini mulai dia tekuni sejak 1967 hingga perkembangannya saat ini.
Seluruh lukisan sidik jari hingga perkembangan terakhir tersebut dipamerkan di ruang lantai dua. Tampak satu lukisan terbesar berukuran 150x300 cm yang dikerjakan Ngurah selama 1,5 tahun.
Ini merupakan satu di antara masterpiece-nya, yang diberi tema Perang Puputan Badung.
Suasana dalam Museum Lukisan Sidik Jari, di Jalan Hayam Wuruk No 175, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina S)
Ngurah Gede mengisahkan, secara perlahan membangun Museum Lukisan Sidik Jari dengan modal dari tabungan yang dimilikinya selama bekerja dan berkesenian.
"Saya dari dulu bercita-cita mendirikan museum. Tidak ingin sekadar museum yang biasa tapi juga fungsinya untuk pendidikan," ujar pria kelahiran tahun 1935 ini.
Maka tak perlu heran, begitu memasuki area museum dengan suasana nan asri begitu terasa, ada juga sentuhan "sekolah" di sini.
Memang ada sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD), Play Group, dan Taman Kanak-kanak yang ruangnya menjadi satu dengan ruang pameran lukisan.
Ruang belajar tingkat PAUD di Museum Lukisan Sidik Jari, di Jalan Hayam Wuruk No 175, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina S)
Biaya Masuk Sukarela
Selain lukisan, juga tampak beberapa kerajinan lain yang ditampilkan pada area display kaca di ruang lukisan Museum Lukisan Sidik Jari.
Ini merupakan hasil karyanya berupa sampel yang dia kerjakan selama menjadi desainer pada awal pengembangan seni keramik untuk Kanwil Departemen Perindustrian Provinsi Bali.
Kerajinan di Museum Lukisan Sidik Jari, di Jalan Hayam Wuruk No 175, Denpasar, Bali. (Tribun Bali Cisilia Agustina S)
Tak ada biaya khusus atau tiket untuk masuk ke museum yang beroperasi pada hari kerja mulai pukul 09.00-16.00 Wita ini.
Hanya ada berupa kotak donasi di lantai dua ruang pameran utama, yang disediakan bagi siapapun pengunjung yang ingin menyumbang.
"Hingga saat ini semua yang datang ke sini tidak saya pungut biaya. Karena saya percaya, apa yang saya peroleh semua ini dari Yang Di Atas. Dan saya dedikasikan diri saya untuk tempat ini," ujar Ngurah.
Patung-patung Lakon Pewayangan
Museum sidik jari memiliki area taman yang diberi sentuhan edukasi di dalamnya. Misalnya ada patung-patung yang merupakan lakon cerita pewayangan.
Yakni tokoh-tokoh dalam Ramayana dan Mahabarata yang dianggap memiliki watak baik dan dapat menjadi panutan. Seperti Rama, Sita, Laksamana dan Barata sebagai tokoh utama.
Halaman Museum Lukisan Sidik Jari, di Jalan Hayam Wuruk No 175, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina S)
Tak ketinggalan, Garuda Jatayu, Hanoman, Sugriwa, Subali dan beberapa lainnya. Termasuk lakon-lakon wanita sebagai ibu dari tokoh-tokoh tersebut yang dipasang di lantai dua.
Suasana segar juga dihadirkan dari taman bunga di sekelilingnya, serta area kolam yang berada tepat di depan wantilan.
Area taman ini juga dilengkapi tempat-tempat duduk untuk bersantai dan bercengkerama tepat di bawah pepohonan rindang.
Buka Kursus Lukis dan Tari
Masih dalam visinya sebagai sarana pendidikan, ada beberapa kegiatan yang dilakukan di Museum Sidik Jari. Di antaranya adalah kursus melukis dan menari yang diadakan di area Wantilan.
Untuk kursus melukis, kata petugas Museum Lukisan Sidik Jari I Nengah Alita, diadakan satu kali dalam sepekan yang bisa dipilih waktunya antara Jumat dan Minggu. Pada Jumat pukul 16.00 dan Minggu pada pukul 10.00.
"Untuk kursus melukis sekali sepekan. Bisa pilih waktunya, kalau yang dua kali sepekan untuk kursus menari biayanya Rp 50 ribu per bulan," ujar Nengah.
Sementara untuk kursus menari diadakan dua kali dalam sepekan. Yakni pada Senin dan Rabu pada pukul 15.00 Wita. Selain itu diberikan izin untuk penggunaan fasilitas gamelan setiap pukul 16.00 Wita.
Tempat bermain anak di Museum Lukisan Sidik Jari, di Jalan Hayam Wuruk No 175, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina S)
Info:
* Museum Lukisan Sidik Jari
* Memamerkan beragam lukisan dan kerajinan
* Ada sekolah PAUD, Play Group, dan Taman Kanak-Kanak
* Buka setiap hari pukul 09.00-16.00 Wita