Laporan Wartawan Tribun Bali/Cisilia Agustina Siahaan
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Jika berkunjung ke Pantai Matahari Terbit Sanur, sempatkan juga mampir ke Museum Le Mayeur.
Menyusuri sepanjang jalan setapak Pantai ini, akan tampak satu objek wisata yang tak biasa.
Yakni sebuah museum yang bernama Le Mayeur.
Jaraknya tidak jauh dari jalan masuk pantai yang ramai dikunjungi para wisatawan untuk menikmati sunrise.
Sekitar 300 meter saja, maka akan tampak sebuah gapura jalan masuk ke objek wisata satu ini.
Lukisan La Mayeur, di Museum Le Mayeur, Kawasan Pantai Sanur, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina Siahaan)
Museum Le Mayeur yang telah berdiri sejak puluhan tahun silam ini didirikan oleh seorang pelukis asal Belgia, bernama Adrien Jean Le Mayeur.
Museum yang awalnya merupakan tempat tinggal semasa hidupnya tersebut, dibangun di area Sanur pada tahun 1933, usai pameran pertamanya di Singapura.
Tidak begitu besar memang, namun dengan luas total 32 are dan dikelilingi tanaman-tanaman yang cukup rindang, membuat tempat ini cukup nyaman.
Museum ini terdiri dari beberapa bagian bangunan yang dari sisi interiornya sangat kental dengan nuansa Bali.
Satu di antaranya adalah rumah utama yang juga merupakan ruang pameran (exhibition room).
Rumah utama atau Gedung Induk ini pun terdiri dari beberapa bagian.
Museum Le Mayeur, Kawasan Pantai Sanur, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina Siahaan)
Antara lain, ruang tamu, ruang keluarga, studio lukis Le Mayeur semasa hidupnya, ruang tidur, hingga kamar mandi.
“Untuk posisinya tetap seperti dahulu, di ruang utama, ada ruang tamu, ruang keluarga, studio hingga ruang tidur dan kamar mandi. Semuanya dijadikan tempat dipajangnya lukisan-lukisan almarhum,” ujar Nyoman Warjana Semadi, staf koordinator penjaga Museum Le Mayeur.
Yang mana seluruh bagian ruangan di Rumah Utama ini menampilkan 88 karya lukis Le Mayeur.
Beberapa lukisan dari sejak sebelum menetap di Bali, yang ia bawa dari Belgia dan sisanya yang lebih banyak adalah lukisan-lukisannya selama di Bali, khususnya lukisan yang menggambarkan sosok Ni Nyoman Pollok.
Ni Nyoman Pollok adalah model lukis yang kemudian menjadi istri dari Le Mayeur.
Rupa dari wanita yang akrab disapa Pollok, penari Legong Keraton asal Banjar Kelandis, Denpasar ini pun, tampak mendominasi lukisan-lukisan karya Le Mayeur.
Uniknya lagi, lukisan-lukisan ini pun disuguhkan dalam berbagai media yang berbeda.
Di antaranya 28 lukisan dengan tertuang di atas bahan kanvas, 25 lukisan dengan bahan hardboad, 6 lukisan dengan bahan triplek, 7 lukisan dengan bahan kertas, dan 22 lukisan sisanya menggunakan bahan Bagor.
Adapun beberapa karya lukisan dari Le Mayeur, yang selain di ruang utama pameran, juga ditampilkan di Balai Pecananangan.
Tiket Masuk Pelajar Rp 2.000 per Orang
Mulai dari tahun 1958, semenjak pasangan suami istri, La Mayeur-Pollok sudah tiada, Museum Le Mayeur kemudian dikelola oleh pihak pemerintah.
Hingga kini, Museum Le Mayeur berada dalam pengelolaan UPT Museum Bali.
Museum Le Mayeur, Kawasan Pantai Sanur, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina Siahaan)
Dibuka untuk umum, Museum La Mayeur setiap harinya beroperasi mulai dari pukul 08.00-15.30 Wita.
Kecuali hari Jumat, yakni pukul 08.30 -12.30 Wita dan tutup pada hari libur resmi.
Untuk tiket masuk, ada perbedaan jenis wisatawan, yakni untuk domestik dan manca negara.
Untuk wisatawan domestik dewasa dikenakan biaya Rp 10 ribu per orang.
Sementara untuk anak-anak Rp 5.000 per orang.
Untuk wisatawan manca negara dewasa dikenakan biaya Rp 20 ribu per orang dan anak-anak Rp 10 ribu per orang.
Khusus untuk pelajar dan mahasiswa pun dikenakan biaya khusus.
Yakni, untuk pelajar Rp 2.000 per orang dan untuk mahasiswa dikenakan biaya Rp 3.000 per orang.
Kisah Haru Pernikahan Le Mayeur dan Ni Nyoman Pollok Tanpa Anak
Le Mayeur datang ke Bali dan pertama kali tiba di Singaraja pada 1932.
Kemudian melanjutkan perjalanan ke Denpasar, dan bertemu Ni Nyoman Pollok.
Merasa tertarik dengan kecantikan dan keanggunannya dalam menari, membuat Le Mayeur berani meminta Pollok menjadi model lukisannya.
Yang kemudian, atas izin keluarga dan pimpinan sekha tempat Pollok menari, wanita kelahiran 3 Maret 1917 ini pun resmi menjadi model lukis Le Mayeur.
Dan, dalam kurun waktu singkat pun, Le Mayeur berhasil merampungkan banyak lukisan, yang terinspirasi dari sosok Pollok.
Hingga kemudian bisa berhasil mengadakan pameran di Singapura, yakni pada 1933.
Foto La Mayeur dan Ni Nyoman Pollok. (Tribun Bali/Cisilia Agustina Siahaan)
Hubungan yang kian erat antar pelukis dan model ini pun akhirnya menumbuhkan benih-benih cinta di antara keduanya.
“Akhirnya pada tahun 1935, Le Mayeur mempersunting Pollok untuk menjadi istrinya. Usia mereka terpaut jauh sekali, ada sekitar 50 tahun,” ujar Warjana.
Hidup bersama sebagai sepasang suami istri, dalam bangunan sederhana, yang awalnya hanya terbuat dari bambu dan beratapkan ilalang, hingga kemudian menjadi sebuah Museum.
Beberapa foto semasa hidup mereka pun ditampilkan di Museum Le Mayeur ini.
Yang cukup menyedihkan bagi Pollok, ia tidak bisa memberikan keturunan.
Hal ini bukan karena kondisi kesehatan, namun lebih pada idealism Le Mayeur.
Karena menurutnya, jika Pollok melahirkan dan memiliki anak akan merusak keindahan tubuhnya sebagai penari dan model lukis Le Mayeur.
Beberapa tokoh nasional dan internasional pun pernah berkunjung ke tempat Le Mayeur selama masa hidupnya.
Seperti Presiden Soekarno dan Perdana Mentri Nehru sempat mengunjunginya pada sekitar tahun 1956.
Karena penyakit kanker yang ia derita, Le Mayeur meninggal pada usia 78 tahun, tepatnya pada tahun 1958 saat melakukan perawatan negara asalnya, Belgia.
Sementara itu Pollok meninggal di Bali pada 1985.
Patung Le Mayeur Mengenang Cinta Pollok
Tetap seperti konsep semula, yakni sederhana, ada beberapa perubahan yang diterapkan pada tempat ini.
Baik semasa pengelolaan Pollok, setelah kepergian sang suami, hingga saat dikelola secara penuh oleh pihak pemerintah.
Seperti hadirnya patung setengah badan Le Mayeur, yang berada di belakang kolam ikan, yang mana patung ini sengaja dipesan oleh Ni Nyoman Pollok untuk mengenang sang suami.
Patung ini terbuat dari batu karang, hasil karya seorang pemahat ternama, I Made Panti.
Ada juga pembangunan Bale Pecanangan, yang mana difungsikan Pollok sebagai ruang untuk menyiapkan sesaji hingga mengajar anak-anak menari dan juga menenun.
Selain itu, ada juga penambahan Pelinggih Penyawangan Pura Kahyangan, Pelinggih Ratu Segara, Pelinggih Dalem Peed, Ratu Gede hingga loket karcis, yang semua ini dilakukan oleh Pollok.
Keponakan Ni Nyoman Pollok, I Nyoman Narka pun turut memberikan sumbangan.
Yakni pembuatan patung Pollok yang disandingkan tepat di sebelah patung sang suami, Adrien Jean Le Mayeur De Merpres.
Kemudian dari pihak pemerintah sendiri, antara lain membangun Gedung Laboratorium dan Rumah Jaga.
Ada pun rehabilitasi terhadap gedung lama yang masih beratap alang-alang dan berlantai tegel.
Yang kemudian diganti dan dibenahi dengan atap sirap dan lantai keramik.
Ditambah lagi, pembenahan dilakukan pada bagian gudang, jalan setapak, dapur dan tempat duduk-duduk di area halaman.
Meski cenderung sepi dibandingkan area pantai yang berada tepat di depannya, namun menurut Warjana, tempat ini masih cukup sering dikunjungi, walaupun lebih banyak oleh wisatawan asing.