Mereka dibayar Rp 15.000–Rp 30.000 per kain, tergantung tingkat kesukaran.
Untuk bahan baku berupa kain dan pewarna didatangkan dari Pulau Jawa.
Kebijakan Pemerintah Aceh mewajibkan mengenakan batik etnik Aceh di kalangan PNS yang juga diikuti instansi swasta lainnya membuat usaha kreatif ini mengepakkan sayapnya dari hulu hingga ke hilir.
Namun Ool dan kawan-kawan tak hanya mengerjakan orderan pemerintah dan perusahaan swasta, lantaran adakalanya pesanan juga datang warga, semisal permintaan kain batik untuk seragam resepsi.
Jadi bagi anda yang kebetulan melancong ke ‘Tanah Rencong’, jangan ragu untuk bertandang ke rumah batik Aceh dan memesan batik khas daerah ini untuk ditenteng sebagai buah tangan.
Untuk harga terbilang bersahabat dengan kantong, yaitu berkisar antara Rp 300 untuk selembar kain berbahan katun berukuran 2,5 meter hingga Rp 950 ribu untuk setelan (atasan, bawahan, dan selendang).
Tatkala saya menyambangi dapur batik milik Dekranas Aceh Jalan Banda Aceh Medan Km 4,5 Desa Meunasah Manyang, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar suasana lengang membekap.
Rumah batik Aceh menempati posisi strategis di lintas jalan nasional di batas kota, hanya beberapa langkah dari kantor berita harian Serambi Indonesia.
Siang itu dua orang pengrajin sedang nembok (mewarnai batik).
Pintu khas Aceh menjadi motif yang menghiasi lembaran-lembaran kain berwarna dasar hitam dengan sentuhan kuning keemasan.
Di sudut lain seorang pengrajin lainnya yang juga koordinator asal Cirebon, Iwan (35) sedang melakukan pelorotan sebagai finishing.
Dapur batik Dekranas Aceh, Jalan Banda Aceh Medan Km 4,5 Desa Meunasah Manyang, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar.
Bagi kedua laki-laki asal Cirebon, Jawa Barat itu batik serupa nafas yang dihirupnya setiap hari.
Perkenalan Ool dengan batik sudah terjadi sejak ia melihat dunia.
Pria paruh baya ini mewarisi bakat membatik dari kedua orangtuanya yang juga buruh batik.