Selain itu, ini juga dilakukan karena faktor keamanan untuk Al-Quran itu sendiri.
"Ya, dari segi keamanan juga. Soalnya ini kan peninggalan bersejarah. Takutnya hilang ada yang jahil atau bagaimana. Karena ada beberapa kali ada kejadian kehilangan juga di masjid ini," ujar Usman, salah seorang warga Kampung Bugis Serangan.
Setiap tahun sekali, Al-Quran tersebut dikeluarkan.
Yakni dalam tradisi yang disebut megelicik Quran.
Tepatnya, tradisi ini dilakukan setiap bulan Muharram dalam penanggalan Islam, yakni pada tanggal 9 dan 10 Muharam.
Pada tanggal 9 Muharam, megelicik Quran yang dimaksud adalah berkeliling kampung sambil membawa Al-Quran kuno tersebut.
"Tujuan megelicik qu'ran ini adalah sebagai penolak bala. Jadi, zaman dahulu kampung ini banyak didatangi wabah penyakit. Kemudian dilakukanlah tradisi ini oleh para leluhur yang terus dilanjutkan hingga saat ini. Dan alhamdulilah, sejak itu, tidak adalagi wabah yang datang ke sini," ujar Haji Mansyur.
Sebanyak 3 keliling, megelicik Quran ini dilakukan oleh para warga kampung, khususnya para pria.
Prosesi ini dimulai dari area Masjid kemudian menuju ke utara.
Nanti, setiap di sudut, mereka akan melakukan adzan.
Sementara pada tanggal 10 Muharam, digunakan warga Kampung Bugis Serangan untuk syukuran bersama-sama.
"Yang nanti berkeliling dari kalangan pria-prianya sambil baca doa-doa dan menyanyikan shalawat. Dan, al quran ini yang membawanya adalah para anak laki-lakinya," ujar Usman.
Dulunya ritual ini, menurut Haji Mansyur, dilakukan mulai tanggal 7 Muharam.
Dilakukan sebanyak 3 kali dengan satu putaran per harinya.
Namun, seiring perkembangan waktu dan untuk efisiensi, dilakukan dalam satu hari tanpa mengurangi tahapan-tahapan prosesinya.