Kenyataan bahwa perairan ini bagian dari Samudra Pasifik memberi kesan khusus. Ombak laut yang tenang pada sore hari di awal Juni itu membuat acara berenang lebih nyaman dan teduh.
Namun pada bulan-bulan tertentu, ombak di perairan Sarmi akan tinggi dan disukai para peselancar, lokal dan mancanegara. Sarmi pun dikenal pula sebagai ”Kota Ombak”.
Lumba-lumba
Rombongan wisatawan yang berasal dari Jayapura dan Sarmi, sore itu tengah bersantai di pantai Pulau Kosong. Mereka datang berkunjung karena tertarik untuk melihat kawanan lumba-lumba, di perairan tak jauh dari lokasi itu yakni di pantai Pulau Armo.
”Sayang hari ini kami belum melihat satu pun lumba-lumba. Padahal biasanya ada ratusan ekor di sekitar sana,” kata Fandi Tanwebori (35), warga Sarmi, yang memandu kerabatnya berlibur di pantai itu sambil menunjuk ke arah Pulau Armo. Di perairan pantai Pulau Armo itu memang ada ”rumah” tinggal kawanan lumba-lumba.
Namun, saat perahu motor kami melintas di perairan itu pun tidak ada lumba-lumba muncul mengikuti. Bahkan, Oscar Buenei (30), pengemudi speedboat, dan Inspektur Satu Anton Sarwon, Wakil Kepala Satuan Polisi Air Kepolisian Resor (Polres) Sarmi, yang menemani kami melaut, heran petang itu tak ada lumba-lumba yang muncul.
”Biasanya, setiap perahu yang melintas di perairan ini disambut ratusan lumba-lumba,” ucap Oscar.
Namun, bagi kami, tidak munculnya lumba-lumba tidak mengurangi keindahan perairan Papua. Meskipun tidak seindah Raja Ampat di Papua Barat, pulau-pulau perairan Sarmi tetap memiliki keindahan khas.
Kabupaten Sarmi juga menyimpan pulau-pulau cantik lain selain tiga pulau di bagian paling luar dan paling dalam di wilayah Samudra Pasifik.
Salah satunya adalah Pulau Wakde, yang terletak belasan kilometer timur Pelabuhan Sarmi. Pulau Wakde tidak hanya menyimpan keindahan alam, tetapi juga menyimpan kisah sejarah dunia, saat berkobar Perang Pasifik, bagian dari Perang Dunia II.
Beningnya air pantai di Pulau Kosong, Kabupaten Sarmi, Papua (Kompas/ Danu Kusworo)
Di pulau inilah sebagian tentara Amerika Serikat di bawah komando Jenderal Douglas Mac Arthur bermarkas.
Di Pulau Wakde pula landasan pesawat sepanjang sekitar 2 kiloemter dengan lebar 80 meter dibangun. Bekas-bekas landasan masih dapat dengan mudah dilihat di tengah-tengah pulau ini.
Begitupun besi-besi bekas kapal perang, sisanya masih teronggok di perairan pulau ini.
Di pantai Pulau Wakde, pengunjung dapat pula melihat ikan-ikan hias dari dermaga beton yang tengah dibangun.