Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina S
TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Wisata di Pulau Dewata memang tidak ada habisnya.
Tidak hanya wisata alam dan juga seni yang dapat dijelajah di pulau yang kerap disebut Pulau Seribu Pura ini, wisata spiritual juga ada.
Satu di antaranya adalah wisata spiritual di Pura Dalem Pingit Sebatu.
Proses sembahyang di Pura Dalem Pingit Sebatu. (Tribun Bali/Cisilia Agustina)
Di kawasan pura yang terletak di Banjar Sebatu, Desa Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Bali ini terdapat satu area untuk melukat (ibadah atau proses membersihkan jiwa), yakni Pasiraman Dalem Pingit Sebatu.
Meski belum sepamor Pura Tirta Empul yang berada di Tampaksiring, tetapi sejak ditemukan di 2007 hingga sekarang, kawasan melukat satu ini sudah cukup ramai dikunjungi, khususnya oleh masyarakat Hindu Bali.
"Waktu itu sekitar tahun 2007-an, area penglukatan ini ditemukan oleh tamu asing. Ya, biasalah dia cari-cari tempat pemandian yang tenang di sekitar desa dan menemukan tempat ini," ujar Jro Mangku Pura Dalem Pingit Sebatu, I Wayan Adi Armika kepada Tribun Bali, Kamis (30/7/2015).
Area pemandian tersebut tampak seperti air terjun, tetapi rendah.
Di sekelilingnya pun cukup asri dengan nuansa alam yang kental.
Saat itu, menurut Jro Mangku Adi Armika, penduduk desa belum mengenal tempat itu sebagai genah atau tempat melukat.
Yang menarik, menurut Jro Mangku yang masih berusia 31 tahun ini, saat mencoba air di sana, tamu asing tersebut terkejut.
Hal ini dikarenakan sebuah fenomena, ia melihat air tersebut berubah warna menjadi keruh seperti warna air beras.
Dari sana kabar tersebut menjadi perbincangan di kalangan masyarakat.
Hingga kemudian para tetua dan pemangku di Desa Sebatu mengetahui keadaan tersebut dan memutuskan mengadakan pararem atau paruman, untuk meminta petunjuk tentang tempat ini.
"Tirta ini konon untuk menghilangkan ilmu hitam. Ada juga, masyarakat, yakni pasangan yang sudah menikah dan belum punya anak melukat bersama di sini," ujar Jro Mangku Adi Armika.
Menurutnya, berdasarkan pengalaman yang ia lihat selama ini, hal ini sudah dibuktikan dengan adanya umat yang datang dan manghaturkan sasangi.
Banyak yang datang kembali dari berbagai daerah kemudian melakukan naur sasangi atau membayar janji yang dimohonkan ketika melukat sebelumnya.
Hal unik dan bernuansa magis lainnya pun, percaya atau tidak percaya, terjadi di sini.
Menurut seorang petugas di kawasan tempat melukat ini, Made Ledra, biasanya bisa terlihat perubahan warna selain seperti warna air beras, yakni seperti warna teh dan warna kekuningan.
Tidak mau menyebutkan secara pasti atau membenarkannya, tetapi konon katanya, jika orang yang sedang sakit atau sedang banyak masalah, maka terjadilah perubahan warna tersebut.
"Kalau lagi sepi, biasanya bisa terlihat air di bawah itu berubah warna kalau orang yang melukat tersebut lagi banyak pikiran atau masalah. Tapi tergantung juga yang melukat. Bisa terlihat bisa juga tidak," ujar Ledra yang juga penduduk Desa Sebatu yang tinggal tidak jauh dari genah melukat Sebatu.
Kurang lebih 1 jam perjalanan adalah waktu tempuh yag dibutuhkan untuk mencapai Genah Melukat Sebatu.
Setelah melewati Tegallalang, lurus terus mencapai Desa Sebatu. Setelah menyusuri jalan, akan bertemu pertigaan, akan ada penanda "Genah Melukat" ke arah kanan.
Dari pertigaan tersebut, kira-kira 2 km untuk mencapai lokasi yang berada terus setelah Objek Wisata Gunung Kawi Sebatu.
Tak ada pungutan biaya untuk masuk ke kawasan suci ini.
Cukup membayar biaya parkir kendaraan saja.
Area parkir yang disediakan pun terbilang luas, untuk memarkirkan kendaraan berupa mobil dan motor.
Tirta Jernih Bisa Langsung Diminum
Setelah memasuki area parkir, tidak serta merta pengunjung tiba di genah melukat yang dimaksud.
Sekitar 200 meter, melewati jalan setapak, kemudian pengunjung akan menemukan jalan turunan menjajal anak tangga.
Dari sana, dengan melewati kurang lebih 150-an anak tangga, pengunjung tiba di genah melukat.
Perjalanan menuruni anak tangga memang tidak terlalu melelahkan.
Apalagi didukung dengan suasana segar dan alami khas desa.
Ditambah dengan gemericik suara air yang mengalir baik dari pancoran dan juga yang keluar di sela bebatuan.
Sebelum tiba di genah melukat yang ada di bawah, di tengah perjalanan akan tampak satu area beji dengan tiga pancoran dari bambu di samping pelinggih.
Biasanya masyarakat Hindu Bali yang datang, menghaturkan canang (upacara) saat ada di sini sebelum melukat.
Setelah di kawasan pancoran dan pelinggih ini, perjalanan masih dilanjutkan dengan menuruni anak-anak tangga lainnya.
Masuk di kawasan pura, tepat di atas sebelum genah melukat, pengunjung Hindu Bali bersembahyang di sana, sebagai bentuk izin untuk melukat.
Barulah setelah dari sana, para pengunjung melakukan ritual melukat.
Air yang keluar pun cukup deras, pengunjung diminta untuk tidak menggunakan perhiasan saat melukat, cukup dengan pakaian adat bali, yakni memakai kamen.
Tak jarang, menurut penduduk setempat, ada umat yang sedang melukat yang menjerit-jerit karena kerauhan.
Menurutnya hal tersebut sudah biasa terjadi.
Tirta yang digunakan untuk melukat ini pun sangat jernih dan bisa langsung diminum.
Tak heran banyak orang mengisi jeriken yang mereka bawa sendiri atau beli di pedagang di sekitar, dengan air tersebut untuk dibawa pulang.
Seperti pada Purnama yang berlangsung hari ini atau upacara-upacara persembahyangan lainnya, genah melukat Sebatu akan dipenuhi masyarakat Hindu Bali yang ingin melukat.
Dan, tak hanya masyarakat lokal, namun banyak juga wisatawan baik domestik dan juga asing datang melukat ke tempat ini. (*)