Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Darmendra
TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Bali tak melulu Kuta dan Tanah Lot.
Ada destinasi wisata baru berupa air terjun yang belum banyak terekspos yang bisa menjadi alternatif saat berlibur.
Namanya air terjun Tibumana.
Sebuah objek wisata yang bertempat di Banjar Bangun Lemah Kawan, Desa Apuan, Kecamatan Susut, Bangli, Bali.
Suasananya begitu asri. Alamnya pun masih sejuk dan hijau.
Jalan menuju Air Terjun Tibumana di Bangli Bali, melewati tangga kayu dan jalanan setapak yang licin (I Nyoman Mahayasa)
Senyum ramah warga lokal akan selalu terpancar saat pengunjung datang.
"Cuma Rp 5.000," begitu kata sejumlah pemuda dengan ramah berjaga di pintu masuk.
Setelahnya, mereka mengarahkan Tribun Bali mengikuti jalan yang sudah diaspal.
Untuk sampai di lokasi, puluhan anak tangga harus dituruni.
Jalan yang sedikit terjal sementara ini dibuatkan tangga dari kayu.
Namun lelah tersebut akan terbayar saat pengunjung tiba di lokasi.
Ada dua air terjun kembar setinggi 20 meter.
Airnya deras mengguyur.
Terjunnya pun senada.
Di sana, sejumlah anak muda dan keluarga tampak sibuk berfoto mengabadikan momen.
Wisatawan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa ramai-ramai mendatangi Air Terjun Tibumana di Bangli, Bali (I Nyoman Mahayasa)
"Sudah ramai dari sebelum Galungan. Per hari rata-rata 200 sampai 400 pengunjung. Bahkan sudah ada bule juga," kata Wayan Sujana Gobi.
Pemuda 19 tahun yang sore mendapat giliran bertugas berjaga menjelaskan bahwa, Tibumana sebelumnya adalah objek terisolasi.
Tidak ada warga yang bisa mengakses tempat tersebut.
Jika ingin melihat, warga hanya bisa menyaksikan dari atas tempat di mana air mengalir sebelum terjun.
"Tidak ada yang bisa melihat lewat bawah. Aksesnya sangat sulit sekali. Jadi kalau kami mau melihat air terjun, bukan dari bawah, tapi dari atas. Nengok ke bawah baru bisa," tuturnya.
Seiring berjalannya waktu, warga mulai sadar bahwa tempat ini memiliki potensi wisata yang besar.
Mereka lalu berinisiatif membuat akses jalan untuk mempermudah mencapai lokasi.
Pemuda sebagai ujung tombak bergerak gigih.
Meraka gotong royong bersama warga untuk membuka jalan.
Empat hari waktu yang dibutuhkan sampai akhirnya air terjun ini bisa dibuat dilihat dari bawah.
"Kami gotong royong dibantu masyarakat. Akhirnya kami bisa membuka akses jalan. Sementara masih seadanya, kami buat tangga dari kayu. Nanti akan ada perbaikan lagi," jelas Gobi bersama teman-temannya.
Sayang, Banyak Sampah
Namun yang menjadi permasalahan klasik objek wisata adalah sampah.
Belum genap sebulan dibuka, sampah plastik sudah bertebaran di mana-mana.
Ini tentu juga menjadi tanggung-jawab pengunjung, bukan hanya warga setempat.
Kesadaran untuk menjaga kebersihan akan mendukung kelestarian lingkungan.
Hati-hati dengan medan ekstrim menuju Air Terjun Tibumana yang licin, naik turun, berbatu dan kadang tanah becek berair (I Nyoman Mahayasa)
"Setiap minggu pagi kami gotong royong. Ya memungut sampah plastik dan botol-botol minuman itu. Mohon jaga bersama agar tempat ini tetap bersih," harapnya.
Tebing yang diselimuti lumut hijau, air terjun berwarna jernih serta tibu (palung sungai yang dalam) berwarna biru menjadi perpaduan yang menarik.
Ini bisa dilihat setelah pengunjung mengambil foto.
Namun di balik keindahan tersebut, pengunjung juga diingatkan untuk berhati-hati.
Di sisi kiri, terlihat tumpukan tanah bekas longsor.
Peringatan pun akhirnya dipajang agar membuat pengunjung tetap berhati-hati.
Ada Goa dan Tempat Pemandian Niskala
Di antara dua air terjun kembar Tibumana, ada sebuah lubang menganga terlihat jelas di belakangnya.
Warga pun mempercayai goa tersebut adalah jalan pintas menuju Pura Goa Raja Besakih.
Namun itu hanya sebatas keyakinan.
Sampai saat ini belum ada bukti sahih yang menyatakan demikian.
Tak satupun warga yang berani memasuki goa tersebut.
"Cerita dari turun temurun memang begitu. Itu goa adalah goa menuju Pura Goa Raja yang ada di Besakih," kisah warga setempat, Wayan Midep (45) kepada Tribun Bali.
Pengunjung yang datang sebelumnya diperbolehkan mandi di air terjun Tibumana.
Namun meruak kemudian cerita bahwa, tempat tersebut adalah tempat pesiraman (pemandian) niskala.
Untuk menghormati kepercayaan itu, kini pengunjung tidak diperkenankan mandi lagi.
"Sempat dibutkan tempat untuk ganti pakaian sehabis mandi. Tapi muncul cerita bahwa di sinilah pesiraman niskala. Jadi pengunjung tidak kami ijinkan untuk mandi," tuturnya.
Jika sedang asik bermain air terlebih berfoto, lebih baik tetap waspada.
Ini karena ada bagian tebing yang rawan longsor.
Begitu juga dengan kedalaman air.
Selain itu, perbedaan warna air yang biru dan jernih bisa menjadi pembanding bahwa tibu tersebut benar-benar dalam.
Ihwal ini juga dibenarkan warga.
Mereka percaya bahwa tibu tersebut sangat dalam. (*)