Laporan Wartawan Tribun Bali, Lugas Wicaksono
TRIBUNNEWS.COM, SINGARAJA - Sejumlah gadis dengan cekatan melayani pembeli di satu stand kuliner Buleleng Festival 2015, bundara Tugu Singa Ambara Raja Singaraja, Bali, Jumat (8/8/2015).
Beberapa kuliner tradisional ditawarkan di stand ini, bahkan sejumlah kuliner yang disajikan sudah tidak dapat dijumpai lagi karena perubahan zaman.
Lisa Pandu Ariyanti, seorang dosen Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Tata Boga Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja mengatakan, beragam kuliner tradisional yang ditawarkan berupa kuliner berbahan baku singkong.
Satu di antaranya, Nasi Morang.
Kuliner ini merupakan perpaduan antara bahan baku beras dengan singkong.
Gadis Bali menyajikan Nasi Morang khas Buleleng
Keduanya selanjutnya dikukus dengan perpaduan yang setara.
“Nasi Morang adalah nasi tulen yang dikukus dengan singkong. Porsinya setengah-setengah. Kalau berasnya 200 gram, maka singkongnya juga 200 gram. Nasi diaron, singkongnya kemudian dicacah, ketika dikukus lagi dicampur kulup, kemudian dibungkus,” ujar Lisa.
Nasi ini selanjutnya disajikan dengan beragam sayur-sayuran dan daging sapi.
Tidak lupa minumnya es kelapa muda.
Nasi Morang hanya seharga Rp 15 ribu per porsi.
Singkong menurutnya mengandung kalori yang lebih rendah daripada beras.
Jika beras dicampur singkong maka kalorinya akan turut turun.
Kalori selama ini merupakan penyebab tumbuhnya lemak di dalam tubuh.
Lemak yang banyak terkumpul akan berdampak buruk bagi kesehatan.
Selain itu, peralihan konsumsi dari beras menjadi singkong, secara tidak langsung juga berperan terhadap ketahanan pangan.
Sebab selama ini menurutnya, tidak sedikit lain pertanian padi yang mulai beralih fungsi.
Namun, kini Nasi Moran sudah tidak dijual lagi di pasaran.
Kuliner khas Buleleng ini mulai ditinggalkan karena bahan bakunya dari singkong.
“Sekarang sudah tidak ada lagi yang buat. Masyarakat malu untuk makannya. Karena singkong identik dengan makanan orang miskin. Perlu sosialisasi agar kuliner ini kembali diminati masyarakat,” ucapnya.
Ia bersama mahasiswa lain juga akan terus melakukan inovasi terhadap kuliner tradisional.
“Seperti ini singkongnya kami cacah lebih halus, kalau dulu kan kasar dan tidak beraturan. Kami juga akan terus berinovasi agar kuliner-kuliner khas Buleleng lebih diminati masyarakat,” pungkasnya.