Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, ACEH – Demam batu belum masih mewabah, termasuk juga dengan kilau giok di Aceh.
Alih-alih memudar, giok semakin memancarkan pesona dengan aneka kreasi yang ditampilkan.
Sandal terapi kesehatan menggunakan 90 butir giok jenis black jade. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Berawal dari sebentuk cincin yang menjadi aksesoris ‘wajib’ kaum adam, lalu berkembang menjadi aneka aksesoris perempuan, dan yang terkini merambah pajangan ruangan.
Penemuan 20 ton giok di Kabupaten Nagan Raya, Aceh beberapa waktu lalu cukup menggegerkan.
Giok Aceh diklaim sebagai peringkat ke-2 terbaik dunia setelah Myanmar.
Tak heran kalau lantas giok yang termasuk dalam kategori batu mulia memenangkan kontes batu hingga tingkat nasional.
Pemilik stand memperlihatkan sarung dan gagang pisau menggunakan giok jenis nephrit. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Primadona baru
Setelah era gas usai, perut bumi Aceh kembali menyembulkan kekayaan lewat bongkahan batu bernama giok.
Kekayaan alam yang menjadi darah baru sektor ekonomi kreatif itu digelar pada pameran UKM Gerakan Ayo Kerja 70 tahun Indonesia.
Bertempat di Lantai 3 Pasar Atjeh Baru, Kota Banda Aceh selama sepekan (10-17 Agustus 2015) para pecinta giok bisa memanjakan mata sekaligus menambah koleksinya dengan rupa-rupa kreasi giok.
Salah satu yang mencuri perhatian pengunjung adalah stan milik Abu Aneuk Miet.
Aneka benda tajam (rencong, kapak, martil, dan cangkul) yang terbuat dari giok. (Serambi Indonesia)
Deretan senjata tradisional seperti rencong, pedang, dan pisau sarung dan gagangnya dibalut giok jenis black jade dan nephrit.
Pusat perhatian tertuju pada peralatan tradisional Aceh yang kesemuanya terbuat dari giok.