Meski demikian, rumah tersebut seringkali didatangi para pengunjung, antara lain Rudianto dari Kawarang.
"Saya sudah beberapa tahun tinggal di sini, tak pernah ke sini dan ingin melihat bagaimana rumah tempat penculikan Sukarno dan Hatta yang saya ketahui sejak SD," jelas dia.
Dia mengaku sulit untuk mencari rumah Djiauw. Sementara Adi Purwanto warga Bogor mengaku sedikit kecewa karena tidak terlalu banyak informasi yang didapat mengenai kejadian malam 16 Agustus 45 di rumah tersebut.
"Ada kamar saja dan sejumlah foto, seharusnya ada juga informasi tambahan dari sejarah tentang rumah ini, selain dari pemiliknya," kata Adi.
Alasan Penculikan
Kamar yang sempat digunakan Bung Karno untuk beristirahat. (BBC Indonesia)
Pada dini hari 16 Agustus 45, para pemuda Chaerul Saleh, Sukarni dan Wikana serta rekan-rekannya 'menculik' Sukarno dan Hatta karena menilai para seniornya itu lambat untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia.
"Penculikan" pun dilakukan dengan maksud agar kemerdekaan Indonesia dipercepat.
Namun menurut sejarawan JJ Rizal, tindakan pemuda itu dinilai malah memperlambat pembacaan teks proklamasi.
"Jadi ketika diculik, Bung Hatta tengah menyusun teks proklamasi kemudian para pemuda membawanya dari kediamannya bersama Sukarno, itu yang membuat Bung Hatta marah karena seharusnya teks proklamasi dibacakan lebih cepat jika mereka tidak dibawa para pemuda," jelas JJ Rizal.
Terlebih di Rengasdengklok tidak ada yang dilakukan oleh Sukarno-Hatta.
Setelah beristirahat di rumah asli Djiauw sampai 16 Agustus malam, Sukarno- Hatta akhirnya 'ditemukan' oleh Ahmad Subardjo dan Soediro.
Kemudian mereka dibawa kembali ke Jakarta.
Sesampainya di Jakarta, Sukarno- Hatta yang masih didampingi tokoh pemuda Sukarni menuju beberapa tempat dan akhirnya sampai di rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol, yang sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Teks proklamasi yang dirumuskan pada 17 Agustus 1945 dini hari itu kemudian dibacakan oleh Sukarno, didampingi Bung Hatta di Jakarta.
(Sri Lestari/BBC Indonesia)
Djiauw Kwin Moy cucu dari Djiauw Kie Siong yang merawat rumah bersejarah. (BBC Indonesia)