Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto
TRIBUNNEWS.COM, KUDUS - Jika tak melihat kubah di bangunan utama, sekilas, tak tampak kompleks ini sebagai masjid.
Apalagi, terdapat menara yang terbuat dari tumpukan batu bata yang lebih mirip sebuah candi.
Namun, itulah yang menjadi keistimewaan Masjid Kudus di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, atau yang lebih dikenal sebagai Masjid Menara.
Bagian dalam Masjid Menara Kudus. (Tribun Jateng/M Syofri)
Masjid yang didirikan 1549 M atau 956 H oleh Syekh Jafar Sodiq yang lebih dikenal sebagai Sunan Kudus itu memang menggabungkan kebudayaan Hindu-Jawa dan Islam.
Masjid Menara sering juga disebut orang Kudus sebagai Masjid Al-Aqsha.
Menara di samping masjid ini memiliki tinggi 18 meter dan bagian dasar berukuran 10x10 meter.
Soal & Kunci Jawaban IPA Kelas 9 SMP Halaman 54, Tumbuhan yang Berkembangbiak dengan Bantuan Manusia
KUNCI JAWABAN IPA Kelas 9 Halaman 95-96 Tentukan Bagaimana Cara Hewan pada Tabel 2.9 Berkembang Biak
Terdiri dari bangunan kaki, badan dan kepala. Kini, hanya orang-orang tertentu yang diizinkan naik dan masuk ke puncak menara.
Di badan menara, teradap 32 piring bergambar sebagai hiasan.
Sejumlah santri memperdalam ilmu agama di tempat ini. (Tribun Jateng/M Syofri Kurniawan)
Dua puluh buah di antaranya berwarna biru, berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma.
Sementara, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan bunga.
Sementara, adopsi budaya Jawa yang kental terlihat pada regol berbentuk gapura bentar berjumlah dua yang dipasang di serambi dan di dalam masjid.
"Tiap hari, masjid ini ramai. Tidak hanya warga sekitar tapi juga warga daerah lain yang datang.
Selain beribadah, mereka juga berziarah ke makan Sunan Kudus," kata Rochimin, warga sekitar yang tiap hari menunaikan salat lima waktu di Masjid Menara.
Di belakang masjid, terdapat kompleks makam.
Selain makam Sunan Kudus, ada juga makam ulama dan tokoh di antaranya Panembahan Palembang, Pangeran Pedamaran, dan Panembahan Condro.
Jumlah peziarah yang datang ke makam ini meningkat saat menjelang Ramadan dan setelah Hari Raya Idul Fitri.
Sementara di samping masjid, terdapat tempat wudu.
Memiliki panjang sekitar 12 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 3 meter, bangunan dari bata merah dan berlantai keramik itu memiliki delapan pancuran.
Terdapat arca di atas pancuran untuk berwudu. Ini mengadaptasi dari keyakinan Budha, Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga.
Para pedagang menawarkan foto kawasan Masjid Menara Kudus kepada wisatawan. (Tribun Jateng/M Syofri Kurniawan)
"Masjid juga ramai saat tradisi Dandangan dimulai. Banyak warga atau pedagang dari daerah lain yang datang," imbuhnya.
Gapura
Ada cerita menarik tentang Masjid Menara Kudus. Lorong gapura yang mempunyai arsitektur unik ini ternyata jadi tempat yang paling dihindari pejabat.
Alasannya, mereka cemas jabatannya akan goyah bahkan copot saat nekat melewati gapura tersebut.
Apalagi berdasarkan cerita yang diyakini masyarakat setempat, Sunan Kudus sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong apalagi seorang pejabat yang tidak jujur
Akulturasi Budaya
Menurutnya, pembangunan masjid menara memang tidak jauh dari kebudayaan Hindu dan Budha.
Saat Islam masuk, pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha masih begitu melekat di masyarakat.
Akulturasi budaya digunakan Sunan Kudus sebagai jalan mengenalkan Islam.
Selain bangunan menara, Sunan Kudus juga meminta pengikutnya tidak menyembelih dan makan daging sapi yang dianggap hewan suci umat Hindu.
Hingga saat ini, tradisi tersebut tetap dijaga warga Kudus.
Nama Kudus baru dikenal setelah proses pengislaman berlangsung.
Sebelumnya, wilayah ini dikenal bernama Tajug yang berarti rumah beratap bentuk runcing.
Lantas, Sunan Kudus mengubah nama Tajug menjadi Al Quds yang selanjutnya gampang diucapkan menjadi Kudus.
Terdapat prasasti yang terpasang di bagian atas mihrab. Tulisan pada batu itu berbunyi kurang lebih:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Telah mendirikan masjid Al Aqsha ini dan negeri Al Quds (Kudus), khalifah dari keturunan nabi Muhammad untuk membeli kemuliaan surga yang abadi, qurban untuk Ar Rahman di negeri Al Quds (Kudus)."
Seorang pedagang perlengkapan salat dan cinderamata, Asrori, mengaku kecipratan berkah dari pembangunan masjid yang dilakukan Sunan Kudus tersebut.
Hampir setiap hari, di luar bulan Ramadan, beberapa peziarah mampir ke kiosnya dan membeli cinderamata serta barang dagangan lain.
"Yang sudah meninggal saja bisa mendatangkan berkah bagi orang hidup seperti saya, kenapa kita yang hidup kok tidak bisa memberikan keuntungan bagi orang hidup lainnya?" ucapnya.
Menurut Asrori, warga Kudus bersyukur bisa mencari nafkah di sekitar Masjid Menara dan makam Sunan Kudus.
Tukang becak, tukang ojek, pedagang hingga pengemudi angkutan umum bisa mencukupi kebutuhan lewat mangkal di sekitar masjid setiap hari. (*)