TRIBUNNEWS.COM, GUNUNG KIDUL - Ratusan wisatawan, tua dan muda memenuhi perbukitan di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Di titik kulminasi matahari, panas terik tak menghilangkan semangat para wisatawan untuk menikmati salah satu obyek wisata unggulan di desa yang dikelilingi oleh batuan karst atau kapur ini.
Obyek wisata unggulan ini adalah sebuah kolam penampungan air yang berada di atas bukit yang bernama Embung Nglanggeran.
KompasTravel pada bulan lalu juga termasuk ke dalam ratusan wisatawan yang datang ke Embung Nglanggeran.
Pada pagi hari, sekitar pukul 07.00 WIB, KompasTravel bersama awak-awak media dari Jakarta berangkat dari sebuah hotel yang berlokasi di daerah Pojok Beteng Wetan, Daerah Istimewa Yogyakarta menuju Gunung Kidul.
Di tengah rasa kantuk yang menyerang pada pagi hari, kami langsung bergegas menuju daerah yang terkenal dengan kekeringan.
Setelah menempuh jalan yang meliuk-liuk menuju Wonosari, Gunung Kidul, kami tiba sekitar pukul 09.00 WIB di titik masuk obyek wisata Nglanggeran.
Sebelumnya, kami sempat mampir ke pintu masuk obyek wisata Gunung Api Purba Nglanggeran untuk bertanya titik masuk.
Kemudian, oleh juru parkir obyek wisata kami diarahkan menuju sebuah jalan yang membelah bukit di sebelah kiri jalan. Jalan yang dilewati sedikit berbatu dan berpasir.
Para wisatawan menaiki anak tangga menuju Embung Nglanggeran yang berlokasi di Desa Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta, Minggu (23/8/2015). Wisatawan harus menaiki anak tangga selama hampir 10 waktu untuk dapat mencapai Embung Nglanggeran. (KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo)
Kami berada di pinggang gunung api purba sebelum tiba di Nglanggeran.
Di sebelah kiri jalan, batu-batu besar menjulang tinggi.
Di kanan jalan, jurang terjal siap menelan jika mobil tak berjalan dengan mulus.
Mobil pun berlaju dengan pelan.
Sekitar 15 menit menempuh jalur di bawah bayang-bayang jurang terjal, kami tiba di kaki Embung Nglanggeran.
Dari tempat KompasTravel berdiri, terlihat gunung-gunung api purba yang berjajar.
Di sisi lain, para wisatawan yang mulai menaiki anak tangga untuk mencapai embung yang terletak di puncak bukit. Selain itu, terdapat pula hamparan pohon-pohon buah seperti durian dan kelengkeng.
Kontur perbukitan yang di obyek wisata Nglanggeran ini dimanfaatkan oleh para pencinta olahraga ekstrim sepeda di gunung.
Hari semakin siang, KompasTravel mencoba untuk naik ke puncak bukit dan melihat Embung Nglanggeran.
Kaki mulai mendaki anak-anak tangga yang sengaja dibuat untuk mempermudah.
Kami mulai melangkah pada anak-anak tangga pada pukul 11.30 WIB di tengah pancaran sinar matahari yang terik.
Hanya terdapat beberapa pohon kelapa yang melindungi. Namun ada pula satu buah saung sederhana yang dapat digunakan istirahat.
Hamparan sawah dan perkebunan buah serta gunung api purba dapat dilihat dari obyek wisata Embung Nglanggeran, Desa Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta, Minggu (23/8/2015). Embung Nglanggeran berfungsi sebagai pengairan untuk perkebunan buah seperti durian dan kelengkeng. (KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo)
Di tengah perjalanan terdapat prasasti berwarna hitam peresmian Embung Nglanggeran yang bertanda tangan warna emas Sultan Hamengku Buwono X.
Di sekitar prasasti terdapat replika buah durian dan kelengkeng yang dibuat dengan cara dicor.
Selain itu, pada badan bukit juga terlihat sebuah tulisan "Selamat Datang Kebun Buah Nglanggeran". Setelah 10 menit berjalan, kami tiba di tepi embung.
Air berwarna biru kehijauan menyegarkan mata di puncak bukit.
Dari atas bukit, kami bisa memandang hamparan perkebunan buah, gunung-gunung api purba, dan juga kaki embung yang dipenuhi oleh ratusan wisatawan.
KompasTravel mencoba untuk mendaki ke atas bukit untuk mendapatkan sisi lali dari embung.
Di atas bukit, terdapat area berkemah yang dapat digunakan.
Di sudut lain terdapat bebatuan kapur dan bangku yang dapat digunakan untuk duduk di bawah pepohonan.
Jika datang siang hari, tak perlu khawatir terpapar panas di tepi embung.
Di tepi embung, terdapat empat saung yang dapat digunakan berteduh.
Salah satu saung menyediakan makanan dan minuman ringan untuk para pengunjung.
Untuk yang mencari toilet, tersedia dua buah toilet yang dapat digunakan.
Di sekeliling embung, juga telah dipasang pagar pengaman untuk mencegah para wisatawan terjatuh ke dalam embung.
Dua wisatawan menyempatkan untuk berfoto di depan prasti peresmian Embung Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, Minggu (23/8/2015). Embung Nglanggeran ramai dikunjungi wisatawan karena daya tarik embung beserta pemandangan yang terlihat dari tepi embung.
Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengatakan bahwa Embung Nglanggeran ini diresmikan pada Februari 2013.
Pembuatan embung ini, kata Aris, merupakan cara untuk menampung air demi pengairan perkebunan buah.
Sri Hamengkubuwono membuka dan meresmikan pada 19 Februari 2013 dengan nama “Kebun Buah Nglanggeran” karena diproyeksikan sebagai kebun buah.
Namun karena terkenal dengan embung di puncak bukit itu, lanjut dia, tempat ini justru dikenal dengan nama Embung Nglanggeran.
Dari papan informasi di kawasan wisata Nglanggeran memberikan penjelasan bahwa waduk mini atau embung muncul sebagai upaya untuk mendukung kegiatan kepariwisataan di Desa Wisata Nglanggeran atau kawasan Ekowisata Gunung Api Purba.
Sebelumnya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Bapeda DIY dan Gunung Kidul beserta pemangku jabatan lain melakukan survei terlebih dahulu pada tahun 2011.
Pada awalnya, terdapat dua tempat yang diusulkan menjadi embung yaitu Kawasan Gunung Pendem dan Gunung Gandu.
Setelah berbagai pertimbangan seperti ketinggian yang memungkinkan untuk pengairan dengan sistem gravitasi, maka dipilih kawasan Gunung Gandu.
Keberadaan embung ini berfungsi sebagai pengairan kebun buah yaitu kelengkeng.
Pemilihan durian dan kelengkeng sebagai tanaman buah di Nglanggeran bukan tanpa alasan.
Nilai ekonomi yang tinggi, telah tumbuh dan berkembang dengan baik menjadi alasan.
Embung Nglanggeran hadir sebagai solusi untuk menampung air hujan sehingga dapat mengairi perkebunan buah di saat musim kemarau datang. (Wahyu Adityo Prodjo)