Laporan Reporter Tribun Lampung Heru Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, TANGGAMUS - Siapa yang tidak kenal Teluk Kiluan? Satu dari sekian banyak destinasi wisata di Lampung yang menjadi tujuan primadona wisatawan lokal dan daerah.
Sajian pemandangan laut nan indah ditambah habitat asli lumba-lumba menjadi daya tarik Teluk Kliuan.
Salah satu keindahan tersebut terabadikan lewat catatan perjalanan seorang traveler dan juga guru bernama Linda Patimasang.
Melalui blognya di kanal kompasiana ia menceritakan betapa serunya liburan ke Teluk Kiluan yang tidak pernah ia rencanakan sebelumnya. Berikut kisahnya.
Ketika membaca sebuah undangan teman untuk bergabung dalam perjalanan liburan ke Teluk Kiluan, saya langsung menghubunginya.
Perjalanan ke Teluk Kiluan.
Kebetulan saat itu sedang liburan sekolah dan saya rasa tidak masalah mengajak Abi (anak saya) yang saat itu juga sedang liburan Paskah. Yang menjadi pikiran saya saat itu adalah perjalanan ini ala backpacker. Hmm... ini akan menjadi pengalaman pertama untuknya.
Perjalanan kali ini terdiri dari lima orang, yaitu saya, Abi, dan ketiga teman saya yaitu Megah, Kiki, dan Tami. Selanjutnya kami menentukan meeting point di Slipi Jaya untuk melanjutkan perjalanan menggunakan bus Primajasa menuju pelabuhan Merak.
Terus terang, ini perjalanan pertama saya menuju Sumatra. Satu-satunya pulau besar di Indonesia yang belum pernah saya kunjungi. Keluarga besar yang tersebar di penjuru negeri ini, membuat saya tidak pernah kesulitan bepergian kesana-kemari.
Tapi tidak dengan Sumatra, karena tidak ada yang tinggal di sana. Ini akan menjadi perjalanan perdana saya dan Abi ke Sumatera! Aheyy!
HARI I: Perjalanan Merak-Pulau Kiluan
Biaya kapal ferry sebesar Rp 11.500 (dewasa) dan Rp 7.000 (anak-anak), lalu kami menuju Kapal Fery dengan nama Tribuana. Abi takjub melihat kapal ferry.
Dia sibuk menanyakan kenapa mobil bisa masuk ke dalam kapal, ada berapa mobil yang bisa masuk, berapa lama perjalanan ke Bakauheni, dan juga membicarakan pulau-pulau kecil yang kami temui di sepanjang Selat Sunda.
Perjalanan selama 2 jam tidak terasa karena pemandangan alam indah khas laut Indonesia: pulau-pulau kecil dan laut biru. Kalau anda tidak mengantuk, anda tidak akan sia-sia kok menikmati panorama ini, sambil menikmati sebungkus mie instan atau sekedar minum minuman soda (yang walaupun kurang menyehatkan, tapi tentunya sangat menyegarkan).
Setiba di Pelabuhan Bakauheni, saya pikir cuma saya yang merasakan pemandangan ganjil, ternyata teman-teman saya juga. Alangkah ramainya pelabuhan ini dan sangat riweuh (Bahasa Sunda, yang saya tidak tahu apa Bahasa Indonesianya).
Pada umumnya, orang-orang mencari penumpang dengan cara bertanya atau (yang paling keras) berteriak-teriak. Ternyata, tidak hanya itu, di sini supir-supir bis membunyikan klakson untuk menarik penumpang. Bayangkan saja, ada kurang lebih 5 bis besar di depan kami dan semua membunyikan klakson di saat yang bersamaan! Alright! Selamat Datang di Propinsi Lampung!
"Maaf, pak...kami dijemput." "Iya, sudah dijemput." "Gak, pak...makasih." Kalimat-kalimat ini yang bisa kami katakan kepada penjaja jasa transportasi di sana, sambil menunjukkan sikap penolakan karena kami memang sudah memesan travel untuk mengantar ke Lampung. Kami meminta untuk singgah makan siang di sekitar Pelabuhan.
Kemunculan lumba-lumba hidung botol di Teluk Kiluan, Kabupaten Tanggamus.
Perjalanan menuju kota Bandar Lampung ditempuh selama kurang lebih 2 jam, lalu kami dioper ke mobil lain dengan travel yang sama untuk menuju ke Dusun Bandung Jaya, Kabupaten Tanggamus. Dimana nanti kami akan langsung bertolak menuju Pulau Kiluan yang tak jauh lagi jaraknya.
Memerlukan waktu 3 jam untuk sampai di sana. Karena sudah kesorean, maka kami sampai di Bandung Jaya pukul 8 malam. Jalan menuju dusun ini belum mulus, naik turun dan bumpy jadi anda harus berhati-hati memilih supir, pastikan supir anda tau pasti jalan menuju dusun ini. Apalagi, minimnya penerangan di sepanjang jalana.
Beruntung supir kami, yang juga pemilik travel adalah warga dusun tersebut, sehingga dia cukup tau bagaimana menaklukkan jalan-jalan rusak itu.
Tiba di Dusun Bandung Jaya, kami diturunkan di rumah Pak Yon. Pak Yon juga memiliki warung yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari, mulai dari telur, susu, shampo, sampai mie instan.
Warung ini adalah 'pusat perbelanjaan' terakhir yang bisa anda temui sebelum anda bertolak ke Pulau Kiluan. Jadi, jika anda berencana untuk menginap di pulau dan persediaan anda habis, pastikan anda membekali diri anda sebaik mungkin dengan berbelanja di warung Pak Yon.
Perjalanan menuju Pulau Kiluan tidak lama, hanya 15 menit. Sensasinya adalah ini kami lakukan di malam hari, tanpa penerangan di jukung (kapal kayu milik penduduk atau saya biasa menyebutnya ketinting), dan kondisi perairan di teluk yang tidak kami ketahui pasti. Sungguh gelap gulita, sementara di kejauhan tampak Pulau Kiluan masih agak terang dengan penerangan seadanya dari genset.
Setiba kami di pulau, kami disambut hangat oleh pemilik penginapan. Kami langsung dipersilakan istirahat, dan tentu saja yang kami lakukan pertama kali adalah mencari listrik! Haha... ya ya... kami perlu dengan segera, secara bergiliran, mengisi ulang baterai segala gadget yang kami miliki, maklum... genset ini akan mati besok pagi jam
Penginapan satu-satunya di pulau ini memang tidak bisa dinilai nyaman banget. Yah...cukuplah. Tapi kalau sedang peak season anda juga bisa mendirikan tenda di pulau ini, tentunya dengan pesan singkat pengelola: jangan meninggalkan sampah! Saya salut dengan Abi, yang akhirnya bisa tidur juga, walaupun kamar cukup panas dan ditemani seekor tokek yang ada di balik lemari.
HARI II: bermain dengan Lumba-Lumba
Keesokan paginya, acara kami adalah melihat lumba-lumba! Abi bangun pagi dengan pemandangan yang tidak pernah ia jumpai di Jakarta: pantai pasir putih dengan laut biru, dan matahari yang menyembul di balik bukit.
Dia makin semangat ketika mengetahui bahwa beberapa saat lagi akan menyaksikan antraksi lumba-lumba di 'rumahnya lumba-lumba,' bukan di Ancol!! Wihiiiyyy....
Jukung yang kami pesan sudah tiba. Waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Saat dimana matahari baru terlihat setengahnya dan ombak belum besar.
Pantai masih sangat tenang, dan kami terpesona dengan kejernihan pantai dan lautnya. Foto sana, foto sini, mengabadikan setiap sudut dan keindahan, sambil bersyukur dalam hati bahwa saya masih diberi kesempatan untuk menikmati alam semegah ini. Puji Tuhan!
kami berempat, diperlukan 2 jukung, karena 1 jukung hanya boleh membawa maksimal 3 penumpang ke teluk. Saya berada di jukung yang sama dengan Tami, sementara Kiki dengan Megah. Segera kami bersiap dengan life jacket masing-masing, dan tentu saja kacamata hitam supaya tidak silau...
Setelah kurang lebih 1 jam di laut mencari lumba-lumba masa gak ketemu juga? Jukung yang kami naiki kembali berputar arah, menuju sudut lain di teluk.
Tiba-tiba bapak pemandu bilang dengan santainya, "Itu dia, mbak." Hah? Mana pak? Saya dan Tami langsung panik, takut kehilangan momen. Itu dia!!!! Segerombolan lumba-lumba hidung botol (warna abu-abu) sedang melompat-lompat di laut!
Buat saya, Tami, Megah, dan Kiki.... kesempatan ini berharga sekali. Lain rasanya menyaksikan mereka hidup di habitat daripada ketika melihat mereka menjadi obyek hiburan dan diminta untuk mengikuti instruksi ini-itu.
Belakangan, dari koleksi foto lumba-lumba kami yang terbatas, Abi menemukan tidak hanya lumba-lumba hidung botol saja yang waktu itu kami temui, tapi juga lumba-lumba hitam yang memang gemar melompat di dekat kapal, yang bentuk hidungnya tidak seperti botol dan warna kulitnya hitam putih.
Atraksi lumba-lumba di Teluk Kiluan itu tidak memakan waktu yang lama, saya rasa tidak sampai setengah jam, lalu kami tidak melihat mereka lagi.
Segera kami kembali ke pulau, lagipula saat itu hari sudah semakin siang, matahari makin tinggi, dan perut mulai minta diladeni. Di pulau, kami memesan makanan pada pemilik penginapan. Ikan bakar yang cukup untuk kami berempat.
Sesaat kemudian, 4 ekor ikan tongkol, sayur, sambal, dan nasi sebakul dihidangkan tepat di depan kamar kami. Makan siang yang sangat klasik di pinggir pantai, bukan?
Pukul 13.00 waktu setempat dan segera kami berkemas menuju seberang. Kami merasa sangat puas telah menikmati keindahan pulau Kiluan ini. Semoga kealamian yang dimiliki daerah ini tetap dipertahankan.
Selama ini, Kiluan memang dikelola oleh masyarakat setempat, dengan fasilitas dan promosi yang seadanya. Daerah ini betul-betul dikenal oleh masyarakat luas (atau dunia) melalui promosi dari mulut ke mulut.
Kami kembali menaiki jukung dan menepi, lalu memesan kamar di Warung Pak Yon untuk bermalam. Lalu kami mencari jalan, bagaimana supaya bisa menuju Laguna karena pemandu yang sebelumnya hanya memandu di pulau Kiluan saja.
Akhirnya, dari penduduk setempat, dipanggillah beberapa pemuda dengan sepeda motornya yang siap mengantar kami untuk pergi ke Laguna.
Tawar-menawar harga 'ojek' dibantu oleh beberapa ibu-ibu yang kebetulan berbelanja di warung Pak Yon, dan tersebutlah harga kesepakatan Rp 10.000 untuk mengantar kami, bersama seorang pemandu dadakan.
Total ada 4 ojek dan kami kembali bersiap dengan trekking selanjutnya. Ketika mengetahui bukit mendaki yang akan kami lalui untuk menuju laguna, saya langsung memperingatkan Abi untuk tinggal di penginapan saja.
Saya tidak yakin, setelah berbagai kegiatan yang cukup menguras tenaga sedari pagi, Abi masih bisa kuat melalui perjalanan ke laguna ini. Apalagi, menurut pemandu, jalannya juga cukup terjal, dipenuhi batu-batu .
Nobody said it was easy, but they said it was worth it! Tidak perlu saya jelaskan bagaimana perjalanan kami, nikmati saja foto collage yang sudah saya buat ini.
Tebing dengan tinggi kurang lebih 4 meter, airnya yang super bening, anda tidak mungkin menolak untuk terjun ke dalamnya. Terus terang, ini kali pertama saya terjun di laguna!
I did buggy jumping and roller coaster when I was young, but it doesn't mean I have the guts to jump into a lagoon! Setelah tarik ulur dengan diri sendiri, akhirnya saya terjun juga! Byurrr!! Sungguh surga tersembunyi! Dan kami sangat beruntung merasakan ini dalam keadaan laguna yang tidak ramai, hanya kami yang ada disana! Malam harinya, kami meluangkan waktu untuk hibernasi.
HARI III: Kembali ke Jakarta
Pagi yang cerah. Kami bersiap, mandi di kamar mandi dan air yang jauh lebih bersih daripada penginapan di pulau.
Jam 8 pagi, kami pamit pada Pak Yon sekeluarga, kami merasa sangat berterima kasih dengan keramahtamahan keluarga ini, dan menurut saya tempat ini sangat recommended bagi anda yang menginginkan penginapan murah dan bersih di Kiluan.
Bersama Pak Yon dan Istri Di sepanjang jalan, barulah kami bisa menikmati perjalanan kami, karena sebelumnya, kami menempuh perjalanan di malam hari.
Dusun ini juga ditinggali oleh sekelompok masyarakat Bali yang hidup berdampingan dengan penduduk asli Lampung. Tak heran, banyak anjing berkeliaran bebas di jalan-jalan (suasana yang sudah jarang saya jumpai di Jakarta) dan umbul-umbul khas Bali di setiap sudut dusun.
Hari sudah semakin siang, dan jam 1 siang kami bertolak dari Bakauheni menuju Merak.
Di atas ferry, kami mendiskusikan semua yang kami alami, liburan di surga dunia yang tak akan terlupakan, bergabungnya Abi di liburan ala backpacker ini yang sama sekali tidak menghilangkan nilai dari liburan 'tas ransel' itu sendiri, supir travel yang kurang profesional, juga our epic night yang baru kami alami kali ini. Kami sama-sama bersyukur dan belajar.