News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wisata Yogyakarta

Kain Lurik Jawa, Ini Ujian Kesabaran Saat Pewarnaan, Pemintalan, Penyusunan motif dan Penenunan

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Proses penenunan kain lurik di Krapyak Wetan, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

Kain lurik khas Jawa memang adiluhung. Nilai seni tinggi didapatkan dari proses pembuatan yang menguji kesabaran. Mulai pewarnaan, pemintalan, penyusunan motif, cucuk dan penenunan.


Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari

TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Kain lurik sebagai salah satu jenis kain khas Jawa, saat ini keberadaannya mulai terpinggirkan.

Tidak seperti kain batik yang lebih populer dan dikenakan banyak orang. Hanya sedikit orang yang melirik kain lurik.

Meski tak sepopuler kain batik, namun sejumlah pembuat kain lurik hingga kini masih eksis.

Semisal di daerah Krapyak Wetan, Panggungharjo, Sewon, Bantul, industri rumahan yang memproduksi kain lurik sejak 1962 sampai saat ini masih bertahan. Usaha rumahan ini sekarang dikelola generasi ketiga.

Adalah Jussy Rizal, generasi ketiga pengelola usaha Tenun Lurik Karunia. Ia mulai mengambil alih usaha kain lurik dari orangtuanya sejak 2003.


Kain lurik khas Jawa sedang ditenun oleh penenun.

"Awalnya ada unsur kepepet saya mengelola usaha ini. Tidak ada niatan untuk meneruskan usaha ini, tapi kok eman-eman (sayang) jika tidak ada yang meneruskan," jelas Jussy.

Saat ini di Krapyak Wetan tinggal ada satu usaha pembuatan kain tenun lurik.

Dulunya Krapyak Wetan dikenal sebagai salah satu sentra industri kain lurik.

Pada masa kejayaan kain tenun lurik, antara tahun 70-an hingga 80-an terdapat sekitar 10 usaha tenun kain lurik di wilayah itu.

Menurut Jussy untuk mempertahankan usaha tersebut, perlu inovasi agar kain lurik tetap diterima masyarakat.

"Kami melakukan inovasi terus mulai dari pemilihan bahan hingga motif.

Agar kain lurik diterima harus melakukan inovasi terus, tetapi tanpa meninggalkan pakem dari kain lurik itu sendiri," jelas Jussy.

Hingga saat ini, proses pembuatan kain lurik di tempat tersebut masih menggunakan cara tradisional. Penenunan masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).

"Membuat kain lurik ada lima tahapan, mulai pewarnaan, pemintalan, penyusunan motif, cucuk dan penenunan. Semua tahapan tersebut prosesnya masih sama seperti dulu," ungkap Jussy.

Membuat kain lurik memerlukan proses yang panjang dan waktu pengerjaann yang cukup lama. Membuat 100 meter kain lurik butuh waktu hingga satu bulan.

Penenunan merupakan proses yang paling lama dan rumit. Untuk kain lurik 100 meter menghabiskan waktu 20 hari penenunan.

"Waktu yang dibutuhkan dalam menenun tergantung dari rumitnya motif, selain itu kecepatan dari penenun juga menentukan," tambah Jussy.

Tiap bulannya tempat ini mampu menghasilkan 3.500 hingga 4.000 meter kain lurik.


Pabrik kain lurik Jawa di Bantul.

Selain motif tradisional seperti motif telupat dan ujan liris, tempat tersebut juga punya inovasi motif hingga 100 motif.

"Dari sekian banyak motif yang kami miliki, yang paling diminati adalah motif telupat. Motif ini merupakan motif yang digunakan para abdi dalem Keraton," terangnya.

Usaha tenun lurik itu saat ini mempekerjakan sekitar 50 karyawan. Sebagian besar dari karyawan tersebut sudah menginjak usia senja.

Rata‑rata pegawai di sana berumur di atas 50 tahun. Salah satu pegawai yang bekerja disana bahkan telah bekerja sejak pertama kali tempat tersebut buka.

Salah satunya, Wignyo Susanto (84). Ia bekerja di Karunia sejak 1962.

"Saya bekerja di sini dari karyawannya hanya lima orang," ujar Wignyo.

Semua pekerjaan dalam proses pembuatan kain lurik pernah dikerjakannya. Menurut Wignyo menenun merupakan tahapan yang paling rumit.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini