Dari Arca Joko Dolog di Surabaya ini, orang bisa membaca tanda-tanda masa kejayaan Kerajaan Majapahit dan Singosari.
Laporan Wartawan Surya, Wiwit Purwanto
TRIBUNNEWS.COM - Kota Surabaya tak hanya identik dengan Kota Pahlawan.
Kota bersuhu panas ini juga mengoleksi sederet peninggalan kuno yang masih tersimpan rapi.
Salah satunya adalah Arca Joko Dolog. Arca ini berada di pusat kota Surabaya, atau sekitar 200 meter dari tepi Jl Gubernur Suryo, masuk melewati Jl Taman Apsari.
Di samping kantor pos Simpang Arca ini berada di sisi Jl Taman Apsari menghadap ke Utara dengan tuang terbuka dengan pepohonan yang cukup rindang.
Situs Arca Joko Dolog berada dalam sebuah area dinaungi beberapa pohon beringin besar, dengan gapura masuk berupa Candi Bentar, yaitu dua bangunan simetris yang membatasi sisi kiri kanan situs arca.
Keterangan yang ada, arcaJoko Dolog konon merupakan perwujudan Raja Kertanegara sebagai Maha Aksobhya bahasa sangsekerta yang artinya tak tergerakkan.
Situs cagar budaya Arca Joko Dolog di Surabaya.
Arca Joko Dolog berada di sebuah bangunan cungkup dengan beberapa anak tangga.
Beberapa patung kuno tampak diletakkan di kiri kanan jalan menuju cungkup.
Arca Joko Dolog merupakan arca peninggalan kuno satu-satunya di Kota Surabaya.
Hanya saja Arca Joko Dolog ini bukan asli dari Surabaya, melainkan dipindahkan dari Desa Kandang Gajah, Trowulan, oleh Residen De Salls pada 1827.
Pada waktu-waktu tertentu, situs arca Joko Dolog ini ramai dikunjungi orang.
Mereka cukup membawa dupa sebagai syarat sesembahan untuk diletakkan persis di depan arca.
Arca lainnya yang berada di situs arca Joko Dolog ini adalah sepasang Arca Ganesha dengan posisi kaki satu di depan dan satu lagi menekuk ke belakang.
Sementara satu tangannya memegang sebuah gada besar. Kedua arca ini seakan menjadi arca penjaga.
Cerita yang ada patung ini memiliki nilai histori terkait kebesaran dan kewibawaan nusantara pada masa Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit.
Situs cagar budaya Arca Joko Dolog di Surabaya.
Dari berbagai literatur arca ini dibuat di Pemakaman Wurarare kediaman Mpu Bharadah atau di Desa Kedungwulan, Nganjuk, Jawa Timur.
Hal ini berdasarkan prasasti yang berada di patung tersebut tepatnya pada dudukan sang arca.
Pada lapiknya terdapat prasasti bahasa Sansekerta yang merupakan sajak dengan huruf Jawa kuno.
Pada prasasti itu disebutkan tempat yang bernama Wurarare, sehingga prasastinya disebut dengan nama Prasasti Wurarare.
Angka prasasti menunjukkan 1211 Saka menurut legenda patung ini dibuat dan ditulis oleh seorang abdi Raja Kertajaya bernama Nada.
Pada tahun 1812, arca ini hampir saja menjadi koleksi Museum Leiden di Belanda.
Untungnya arca ini tidak jadi dibawa ke Belanda.
Kemudian patung ini oleh Belanda ditinggalkan begitu saja pada sebuah tempat di Kota Surabaya.
Patung tersebut dibuat untuk menghormati Kertanegara Putra Wisnu Wardhana sebagai Raja Singosari pada masa itu yang juga dikenal karena kebijaksanaannya, pengetahuannya yang luas dan ketaatannya pada agama Budha.