Di masa Nabi Muhammad masih hidup, pernah terjadi perang Badar.
Usai perang, jumlah prajurit Islam menjadi lebih banyak.
Kala itu, ada seorang sahabat Nabi Muhammad memasak bubur namun dia tak mengira ternyata jumlah makanannya tak sebanding dengan jumlah prajurit yang harus diberi makan.
"Akhirnya, Rasulullah memerintahkan agar para sahabatnya mengumpulkan bahan makanan apa saja yang ada agar dicampurkan ke bubur itu supaya jumlahnya jadi banyak dan cukup untuk memakani para prajurit itu. Rasulullah yang mendistribusikannya ke para prajuritnya," katanya.
Pada 10 Muharram itu bertepatan pula dengan sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam, yaitu perang di Karbala di mana cucu Nabi Muhammad, Husain, terbunuh secara mengenaskan.
Tradisi ini sudah berlangsung lama di Kalimantan Selatan.
Tak hanya di Banjarmasin, di daerah lain di provinsi ini juga menggelar tradisi tersebut.
Biasanya jamak ditemui di pelosok perkampungan.
Kalau di tengah kota, sangat jarang terlihat, kecuali jika Anda berkunjung ke Alun-alun Ratu Zalecha di Martapura, Kabupaten Banjar.
Tiap 10 Muharram, Kesultanan Banjar menggelar tradisi ini dengan membuat ribuan porsi bubur Asyura.
Tahun ini juga digelar acara tersebut, tak sekadar untuk merayakan Hari Asyura, namun juga dalam rangka peringatan Milad Kesultanan Banjar ke 511.
Namun jika ingin blusukan ke perkampungan warga juga bisa.
Apalagi, bubur Asyura ini adanya di Kalimantan Selatan hanya setahun sekali dan cuma beberapa jam sebelum habis dimakan warga.