“Di saat industri panen, eh, ternyata erupsi gunung Barujari? Sementara tahun ini tinggal 2 bulan saja kurang? Sulit bagi kami mengejar target yang dicanangkan Pak Menpar. Alam itu tidak mudah diutak-atik, sementara akses menuju Bali masih terganting flight, dan safety regulation tidak memungkinkan menerobos debu vulkanik gunung,” jelas dia.
Dispar Bali, PHRI, Angkasa Pura I, dan Kementerian Pariwisata memang sudah antisipasi dengan mengaktifkan kembali Crisis Center di Bandara Ngurah Rai. Menyiapkan bus-bus, bagi mereka yang mau overland ke Surabaya dan Banyuwangi. Menghibur para wisman yang batal terbang, dan terdampar di Bandara dengan musik.
“Termasuk melobi PHRI untuk memberi diskon khusus dan complimentary kepada wisman yang betul-betul terjebak erupsi,” aku Anak Agung, yang merasakan aktivitas Tim Crisis Center itu terus dipandu Menpar.
Tim peduli wisatawan yang dinamai Crisis Center ini, baru kali ini menjadi teman yang bisa berempati dengan kebutuhan wisatawan. Bentuk soft campaigne yang simpatik, yang membuat wisatawan tidak merasa lonely, tidak kesepian, tidak ketakutan, tidak kehilangan harapan, tidak larut dalam kesuntukan.
“Kami sangat terbantu oleh keberadaan Tim Crisis Center itu,” jelas Anak Agung.
Rasa sedih kalangan pariwisata, lanjut Anak Agung, juga makin bertambah, karena wisman yang sudah merencanakan dengan rapi untuk penerbangan ke Bali, berlibur di Indonesia, banyak yang cancel. Mereka takut, setelah turun ke Bali, aktivitas gunung terus meningkat, dan mereka terjebak tidak bisa terbang lagi sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.
“Memang ada yang tertarik dengan wisata vulkanik, wisata adventure, wisata ilmu pengetahuan, yang ingin menyaksikan dari dekat bagaimana model gunung meletus itu? Tapi jumlahnya tidak banyak, lebih banyak yang takut,” kata dia.
Suara yang mirip terdengar dari Taufan Rahmadi, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), Nusa Tenggara Barat (NTB), pemilik lokasi sumber bisul yang melepas abu vulkanik dari mulut anak Rinjani itu. Saking suntuk dan kehabisan stok kata-katanya, Taufan pun acap menyebut nama Tuhan.
Sangat religius, sangat agamis, sejalan dengan spiritnya mengembangkan Lombok sebagai destinasi Halal, dan potensi Wisata berbasis Syariah itu.
“Mungkin ini cara Tuhan memberi pelajaran buat kita semua untuk terus bekerja keras dan berinovasi dalam menghadapi gempuran tantangan di Kemenpar,” aku Taufan Rahmadi.
Dari tekanan alam itu, Taufan juga menemukan inspirasi baru, soal Lombok sebagai destinasi gejala alam.
“Bagaimana erupsi ini justru dijadikan megnet untuk mendatangkan wisatawan, terutama yang ingin melihat, baik proses gunung batuk-batuk mengeluarkan abu vulkanik, sampai pasta erupsi, menjadi seperti apa? Sebuah fenomena alam yang patut dikji dan menjadi bahan yang unik untuk dipelajari. Ini adalah objek bagi yang hobi trekking,” jelas Taufan.
Mungkinkah? Sangat mungkin untuk jangka menengah dan jangka panjang. Jogjakarta bisa menjadi contoh konkret, bekas-bekas letusan Gunung Merapi yang memporak-porandakan komplek perumahan tempat tinggal Mbah Marijan pun dijadikan arena off road.
Wisman maupun wisnus banyak yang napak tilas di sana dengan menyewa jeep menyusuri bebatuan dan sungai yang pernah dilewati lahar dingin.