Laporan Wartawan Tribun Medan, Silfa Humairah
TRIBUNNEWS.COM, NIAS - Menaiki 77 anak tangga menuju Desa Bawomataluo, Teluk Dalam, Nias Selatan untuk melihat rumah raja Nias yang berusia sekitar 300 tahun.
Pengorbanan ini rasanya sepadan.
Rumah besar yang masih utuh tersebut berada di tengah perumahan penduduk desa Bawomataluo.
Tempat ini menjadi ruang diskusi raja. (Tribun Medan/Silfa)
Sebuah keunikan tersendiri melihat Omo Sebua yang merupakan rumah adat terbesar di sana dengan 60 tiang dan beberapa di antaranya merupakan tiang kayu bulat yang sangat besar.
Uniknya, Martinus Muarata Fao, keturunan Raja Keenam Loehe Fao, menuturkan, kayu-kayu tersebut didatangkan dari pulau Telo dan pulau-pulau lainnya di sekitar pulau Nias dengan cara dihanyutkan dan ditarik dengan kereta peluncur.
Rumah raja ini dibangun oleh 40 pekerja ahli, dan menghabiskan masa empat tahun untuk merampungkannya.
Selama empat tahun itu, tiap harinya dua ekor babi disediakan untuk makan para pekerja.
Dan puncaknya, 300 ekor babi dihidangkan saat rumah raja ini selesai dibangun.
"Seluruh taring babi saat peresmian rumah adat dalam pesta adat yang digelar saat tidak disia-siakan, melainkan dijadikan pajangan di ruang singgasana raja," katanya.
Pengunjung harus menaiki 77 anak tangga menuju rumah raja Nias. (Tribun Medan/Silfa)
Batu yang menjulang tinggi adalah batu Faulu, batu tersebut tanda menjadi raja, yang sebelah kanan adalah batu Loawo sedangkan yang sebelah kiri batu Saonigeho.
Sementara batu datar adalah batu untuk mengenang kebesaran dan jasa kedua orang raja ini.
Sementara Batu di depan balai desa merupakan tempat duduk masyarakat jelata bila ada pengambilan keputusan.
Di dalam, pemandangan ukiran mahkota raja dan mahkota permaisuri di dinding kayu akan tampak di sisi kanan dan kiri singgasana kursi raja dan permaisuri.