"Nama Dalem Sopingen sendiri diambil dari nama Raden Hamad Dalem Sapingi. Warung ini sendiri baru aktif sekitar empat tahun. Dulu, sejarahnya, rumah ini adalah tempat singgah para bupati atau pejabat kala itu, sebelum mereka ke Keraton," ujar Jentot.
Seiring berjalannya waktu, paska gempa hebat melanda Yogya tahun 2006 silam, pandapa berupa joglo di depan rumah yang semula rusak dan hanya menyisakan lantai, akhirnya mendapat bantuan dan didirikan lagi meski dengan bentuk berbeda.
Di sela obrolan, menu yang ditunggu datang. Mumpung masih hangat, Jentot segera mempersilahkan menyantap Brongkos dan Rawon yang aromanya sudah menggungah selera.
Ditanya mengapa menyajikan rawon yang notabenennya termasuk salah satu menu khas daerah Jawa Timur, Jentot beralasan, untuk menu khas Yogya sudah terwakili dengan hadirnya Brongkos, adanya rawon ingin memberi alternatif lain.
"Kalau soal menu, basicnya semua pakai kluwak sebagai rempah utama. Kalau brongkos itu ngga pakai daging, sementara rawon pakai, rawon ngga pakai santan, brongkos pakai. Sebenarnya biar ada pilihan saja. Resepnya sendiri warisan ibu," ungkap Jentot.
Soal cita rasa, Jentot memilih bahan-bahan terbaik, agar kualitasnya terjaga.
Misalnya penggunaan kluwak, ia memilih kluwak tertentu agar kepekatan kuah dan aroma harum masakannya pas.
Untuk harga, menu brongkos dibanderol 12 ribu dan rawon dibanderol Rp 15 ribu saja.
Suasana bersantap di Kedai Dalem Sopingen di Kota Gede.
Setelah mencicipi dua menu andalan Dalem Sopingen, saatnya mejajal minuman khas warung ini. Ada Cangrehe, kependekan dari secang, sere dan jahe.
Minuman rempah ini diseduh dengan air panas, pas untuk menghangatkan badan. Selain itu ada pilihan lain yang tak kalah menggoda, Kunir Asem, Wedang Uwuh dan Es Tape.
Penasaran ingin mencoba bagaimana bersantap di warung ini, langsung saja meluncur ke Dalem Sopingen yang buka setiap hari mulai pukul 4 sore hingga pukul 11 malam. Warung ini juga menerima pesanan untuk acara rapat, reuni atau sekedar kumpul komunitas. (Yud)