Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin
TRIBUNNEWS.COM, BADUNG - Sebuah kompleks peribadatan umat Hindu dibangun di atas tebing terjal yang menjorok ke laut hanya dapat ditemukan di Pura Luhur Uluwatu, daerah selatan tepatnya di Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung, Bali.
Lokasi Pura Luhur Uluwatu ini dibangun di atas bukit karang setinggi kurang lebih 97 meter di atas permukaan laut (dpl).
Pura Luhur Uluwatu terletak sekira 30 km arah selatan Kota Denpasar, atau sekitar satu jam jika dari Bandara Ngurah Rai.
Wisatawan dapat menggunakan jasa taksi, persewaan mobil atau motor, serta agen perjalanan untuk menuju Pura Uluwatu.
Manager Pengelola Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Luhur Uluwatu, I Wayan Wijana menjelaskan, Pura Luhur Uluwatu diperkirakan dibangun oleh Mpu Kuturan pada masa pemerintahan Raja yang bergelar Sri Haji Marakata, yang memerintah mulai Tahun 944 Caka/1036 Masehi.
Beliau adalah salah seorang guru spiritual kerajaan dan bhagawanta saat pemerintahan Dalem Waturenggong.
Yang mencapai moksha di pura ini adalah Danghyang Nirartha.
Sunset di Uluwatu. (Tribun Bali/Zaenal Arifin)
Pura ini adalah tempat pemuliaan raja-raja leluhur beliau, dan pura ini dipercaya sebagai tempat pemujaan atau stana Batara Rudra dan juga tempat pemuliaan Danghyang Nirartha.
Menurut beberapa Purana Pura Luhur Uluwatu ini merupakan salah satu dari pura-pura yang memiliki status sebagai Pura Sad Kahyangan Jagat, yaitu pura yang dianggap sebagai penyangga poros mata angin di Pulau Bali.
Pura Luhur Uluwatu mempunyai beberapa pura pesanakan, yaitu pura yang memiliki kaitan erat dengan pura induk.
Pura-pura pesanakan tersebut antara lain Pura Bajurit, Pura Pererepan, Pura Kulat, Pura Dalem Selonding, dan Pura Dalem Pangleburan.
Pura-pura ini berhubungan langsung dengan Pura Luhur Uluwatu pada saat Piodalan, yaitu pemujaan terhadap Sang Hyang Widi yang berlangsung setiap 210 hari atau 6 bulan sekali, setiap hari Anggarakasih, Wuku Medangsia.
Pemandangan di Uluwatu. (Tribun Bali/Zaenal Arifin)
“Di sini akan didapatkan the five wonderful beauties. Atau ada lima keindahan yang menakjubkan, istilahnya,” tambah Wijana kepada Tribun beberapa waktu lalu.
Pertama adalah sunset atau matahari terbenam dapat dilihat oleh para wisatawan dengan mata telanjang sekira pukul 18.15 sampai sekira pukul 18.30 Wita.
“Jadi di sini kalau sudah sore hari itu sekitar pukul 6 sore lebih, itu bagus indah sekali sunsetnya. Kedua yakni keindahan sunset tersebut dipadukan dengan keindahan panorama pemandangan tebing dan Samudera Hindia,” ungkap pria berkain endek ini.
Selanjutnya Pura Luhur Uluwatu sendiri menjadi keindahan yang menakjubkan, lantaran lokasi Pura yang berada diatas tebing pada ketinggian 97 meter dari permukaan laut.
Di depan pura terdapat hutan kecil yang disebut alas kekeran, berfungsi sebagai penyangga kesucian pura.
Wisatawan diminta untuk berhati-hati terhadap ulah kera yang "usil" di sini. (Tribun Bali/Zaenal Arifin)
Alas kekeran memiliki luas sekira 11 hektar.
Banyak terdapat tanaman perindang baik tanaman khas perbukitan maupun tanaman lainnya.
Kondisi ini yang membuat kawasan Pura Luhur Uluwatu sejuk, nyaman dan indah. Ditambah pada Bulan Desember dan Januari biasanya banyak pohon merak yang berbunga.
Keempat adalah pertunjukkan tari kecak yang dilakukan setiap hari, mulai pukul 18.00 Wita sampai pukul 19.00 Wita di panggung terbuka area Pura Luhur Uluwatu.
Saat menikmati pertunjukkan Tari Kecak, wisatawan akan ditemani keindahan alam matahari terbenam dari tempat duduk panggung tersebut.
Terakhir yang menjadi daya tarik disini adalah hidupnya sekira 300 ekor kera di alas kekeran Pura Luhur Uluwatu.
Mereka membagi menjadi lima kelompok. Jenis kera disini adalah kera ekor panjang.
A photo posted by Jesse Chance (@jchancephotography) on Jan 28, 2016 at 6:25pm PST
“Wisatawan dapat menikmati pemandangan kehidupan kera di hutan atau alas kekeran. Tapi pengunjung harus berhati-hati terhadap barang bawaannya, kacamata dan topi yang dipakai. Karena mereka sering mengambil barang tersebut,” tambah Wijana.
Para pengunjung pura uluwatu tidak diperkenankan memberikan makanan kepada monyet yang berada disana.
Terkecuali didampingi pemandu wisata atau petugas pengelola.
Jika barang bawaan diambil oleh mereka, segera menghubungi petugas pengelola untuk meminta kepada kera tersebut mengembalikan barang tersebut.
Wisatawan juga kadang-kadang dapat melihat para kera mandi di kolam pemandian yang telah dibuatkan oleh pihak pengelola.
Untuk keindahan dan sebagai symbol adanya kera di Pura Luhur Uluwatu dibuatkanlah patung Kumba Karna Kerebut bersama kera-keranya.
Sebelum memasuki pura, wisatawan diwajibkan untuk mengenakan pakaian khusus, yaitu kain sarung untuk mereka yang mengenakan celana atau rok di atas lutut, serta selendang untuk wisatawan yang memakai celana atau rok di bawah lutut.
Kain sarung dan selendang berwarna kuning (salempot) tersebut menyimbolkan penghormatan terhadap kesucian pura, serta mengandung makna sebagai pengikat niat-niat buruk dalam jiwa.
Setelah memasuki bagian jabaan pura (halaman luar pura), wisatawan akan disambut oleh sebuah gerbang Candi Bentar berbentuk sayap burung yang melengkung.
Gerbang yang menjadi pintu masuk menuju jabaan tengah ini merupakan salah satu peninggalan arkeologis abad ke-16.
Untuk mencapai jeroan pura, Anda akan melewati Candi Kurung yang di depannya terdapat patung penjaga candi (dwarapala) dengan bentuk arca Ganesha.
Akan tetapi, untuk menghormati kesucian pura, wisatawan tidak diperbolehkan memasuki ruang utama pemujaan, sebab hanya umat Hindu yang akan bersembahyang saja yang diperbolehkan memasukinya.
Di dalam ruang utama pura, terdapat sebuah prasada, yaitu tempat moksanya Danghyang Nirartha.
Wijana menyampaikan, selama tahun 2015 kemarin, total wisatawan yang mengunjungi Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Luhur Uluwatu mencapai 1.560.000 orang.
Atau jika dirata-rata perhari dikunjungi 4.000 sampai 4.500 wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Jam operasional dari mulai pukul 07.00 sampai 19.30 Wita.
Tarif dibedakan dua, asing Rp 20 ribu untuk dewasa dan anak Rp 10 ribu.
Domestik Rp 15 ribu dewasa dan anak Rp 5 ribu.
Itu tarif masuk yang akan berlaku sampai bulan February nanti.
Namun mulai bulan Maret 2016 akan ada kenaikan tarif masuk, masing-masing sebesar Rp 5 ribu.
Terdapat larangan dimana bagi wanita yang sedang menstruasi tidak diperkenankan menaiki area pura.
“Di bawah area pura masih boleh tetapi naik ke atas area pura itu tidak boleh,” ungkap Wijana kepada Tribun.
Menikmati Pertunjukkan Tari Kecak
Puas menikmati keindahan panorama alam di Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Luhur Uluwatu, jangan lewatkan untuk menyaksikan para seniman Bali dalam pergelaran Tari Kecak yang sakral namun juga menghibur.
Pagelaran ini diadakan di panggung terbuka area Luar Pura Uluwatu setiap hari, pada pukul 18.00- 19.00 WITA.
Dimana dari tempat duduk panggung terbuka tersebut sambil melihat aksi kocak dari Hanoman, wisatawan akan ditemani indahnya matahari terbenam.
Pengunjung biasanya tidak melewatkan momen terbenamnya matahari dari tempat duduk panggung terbuka.
Kamera handphone, kamera DSLR, kamera digital langsung diarahkan ke arah dimana matahari terbenam.
Tari Kecak berasal dari Tarian Sakral (Tari Sanghyang) yaitu seseorang yang sedang kemasukan roh dapat berkomunikasi dengan para dewa atau leluhur yang sudah di sucikan.
Dengan menggunakan si penari sebagai media penghubung para dewa atau leluhur dapat menyampaikan sabdanya.
Kemudian sekitar Tahun 1930-an, mulai disisipkan epos cerita Ramayana ke dalam tarian tersebut.