TRIBUNNEWS.COM - Pengurus Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Cabang Bondowoso, Jawa Timur mengemukakan daerah itu masih kekurangan banyak pemandu wisata untuk melayani para turis asing, khususnya yang datang ke Kawah Ijen.
"Saat ini 26 orang pemandu yang terdaftar di HPI, tapi yang bisa bahasa asing hanya 11 orang. Saat kunjungan wisatawan asing sangat banyak, kami kewalahan menangani," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang HPI Bondowoso, Slamet di Bondowoso, Selasa (23/2/2016).
Ia menjelaskan bahwa saat kunjungan ramai, yakni antara Mei hingga awal November, setiap harinya bisa belasan wisatawan asing yang harus dilayani oleh pemandu untuk menyaksikan fenomena "api biru" Kawah Ijen.
Padahal, menurut Slamet, satu pemandu harus bekerja dengan hari yang berselang seling karena berkunjung ke Kawah Ijen memerlukan stamina yang prima dengan medannya yang menanjak.
"Selain itu, ke Kawah Ijen itu harus malam hari. Berangkat dari Kota Bondowoso sekitar pukul 23.00 WIB, kemudian baru tiba kembali di kota pada pukul 11-an siang. Belum lagi kalau habis dari kawah, wisatawan itu minta diantar ke objek lain. Jadi memang harus ada waktu jeda," tuturnya.
Untuk mengatasi keterbatasan pemandu itu, HPI Bondowoso akan merekrut pemandu baru yang menguasai bahasa asing, minimal bahasa Inggris.
A photo posted by BANYUWANGI (@isunbanyuwangi) on Feb 23, 2016 at 1:45pm PST
Untuk tahun ini, minimal ada tambahan 20 pemandu baru yang menguasai bahasa asing yang nantinya akan dididik secara singkat, sebelum mereka diikutkan untuk memperoleh sertifikat sebagai pemandu profesional.
"Kami nanti akan mengadakan pelatihan untuk para pemandu ini, termasuk yang sudah lama maupun yang masih baru. Mereka perlu dibekali pengetahuan dasar mengenai dunia pramuwisata agar bisa melayani wisatawan dengan baik," ujar salah satu praktisi desa wisata di Kalianyar, Kecamatan Tamanan, Bondowoso, ini.
Pada pelatihan akhir Maret 2016 itu, pihaknya akan mengundang Dinas Pariwisata Kabupaten Bondowoso sebagai pembicara, selain pengurus HPI dan praktisi pramuwisata yang sudah berpengalaman.
"Pada pelatihan itu kami akan menekankan masalah etika ketika menemani tamu. Termasuk disiplin waktu, yang bagi turis asing, lima menit saja sangat berarti. Jadi ketika janjian dengan turis usahakan 15 menit sebelumnya sudah datang di lokasi," ucapnya.
Slamet juga menekankan bahwa pemandu wisata itu hakikatnya adalah duta bangsa sehingga harus memiliki sikap yang baik terhadap wisatawan, dengan tetap tidak meninggalkan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi moralitas.
"Misalnya, kalau turis biasa cipika cipiki, kita orang Indonesia kan tidak begitu jika berlainan jenis. Ini menurut saya, seorang pemandu harus menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa timur," kata Slamet. (I Made Ashdiana/ Antara)