Setelah berumah tangga Ramon mencoba peruntungannya dengan meracik usaha sate sendiri.
Ia pun menggunakan pengalamannya untuk membuat racikan bumbu yang baru.
Nama Ajo Ramon pun mulai berkumandang sejak tahun 1980 itu.
Perjuangannya dahulu ternyata tak sehalus tekstur sate lidahnya, banyak tantangan terjal menghadang, sempat bangkrut karena kurang modal, dijegal preman, berpindah tempat dan tidak laku.
Namun, jerih payahnya berbuah manis hingga generasi-generasi penerusnya.
Supriadi mengatakan sebelum bertemu tempatnya sekarang, sang ayah lalu lalang menjual sate Padang dengan gerobak kecil.
Sempat mangkal di beberapa tempat yang kemudian berakhir di Mampang yang saat ini dijadikan pusat dapur sate Ajo Ramon.
“Ketegasan, kedisiplinan, dan kerja kerasnya Almarhum patut diteladani. Mulai disiplin cara masaknya, buka tutup tempat, tata cara manajemen usaha, hingga disiplin tahap demi tahap membuka cabang," ujar Supriadi mengenang sifat-sifat sang pelopor.
Ia pun salah satu anak yang sejak sekolah dasar sudah diperkenalkan kerja disiplin, membantu ayahnya, mulai dari cuci piring, memasak, menyajikan hingga melayani pembeli.
Kompas.com/Muhammad Irzal A