TRIBUNNEWS.COM, ROTTERDAM - Presenter dan juga stand-up komedian Pandji Pragiwaksono dalam sebuah rekaman video pernah berkata bahwa semakin jauh dia meninggalkan Indonesia, semakin kangen dan sayang sama Indonesia.
"Kangennya itu dengan hal sederhana, seperti suara pedagang kue putu di tengah malam hingga pasar senggol yang baunya minta ampun tapi penuh warna-warni," kata Pandji dalam video tersebut.
Hal itu juga yang KompasTravel rasakan saat harus berada sepekan di Belanda untuk memenuhi undangan dari Netherlands Board of Tourism and Convention (NBTC). KompasTravel kangen dengan masakan Indonesia.
Beruntung saat berada di Rotterdam, KompasTravel tidak sengaja menemukan satu rumah makan khas Indonesia.
Anugerah. Begitu nama yang tertulis di kaca depan rumah makan tersebut.
Berada tidak jauh dari kawasan Markthal, rumah makan ini dikelola oleh Dina Salle, perempuan asal Toraja yang sudah mengadu nasib di Belanda sejak usia 18 tahun.
KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES - Dina Salle melayani pembeli di Rumah Makan Anugerah, Rotterdam, Belanda.
Jangan membayangkan bangunan besar.
Rumah makan Anugerah merupakan ruko sederhana dengan jumlah kursi yang hanya cukup untuk 15 sampai 20 orang.
Dua pasang patung khas Toraja yang saling berhadapan dipanjang di kaca depan, interiornya dihiasi sejumlah pajangan dinding dengan corak kain tenun.
Bagian dapur rumah makan terdapat sebuah meja tempat memajang berbagai jenis masakan khas Indonesia.
Sejumlah masakan langsung dapat dikenali antara lain rendang, daging balado, sayur tumis, orek hingga nasi kuning.
"Ayo masuk, mau makan apa hari ini?" kata Dina Salle.
KompasTravel memilih nasi rames yang menurut Dina merupakan menu favorit pembeli.
KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES - Sepiring nasi rames di Rumah Makan Anugerah, Rotterdam, Belanda.
"Gak hanya orang Indonesia saja, nasi rames juga diminati oleh orang Belanda yang makan di sini," kata Dina.
Setelah memilih lauk daging rendang dan ikan makerel, nasi rames lalu dimasukkan ke dalam microwave agar bisa disajikan hangat.
Tidak lama Dina membawa sepiring nasi rames lengkap dengan lauk dan kerupuk.
KompasTravel lalu mencicipi nasi rames tersebut.
Rasa rempah dari rendang bercampur gurihnya tumis buncis langsung menyebar di mulut.
Potongan acar dengan rasa khas manis asam melengkapi pada suapan kedua.
Seporsi nasi rames diberi harga 12,5 euro atau sekitar Rp 180.000.
Pembeli mendapatkan nasi, sayur, dan dua jenis lauk.
Dina juga mengatakan bahwa masakannya semua halal, karena selain bule, pembelinya juga banyak orang Indonesia yang sebagian besar Muslim.
"Rumah makan ini adalah rumah makan yang dibangun dengan dasar cinta dan hasrat untuk bertahan hidup di negeri orang. Saya memasak dengan cinta, dan Puji Tuhan setiap masakan yang saya bikin selalu jadi," kata Dina.
KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES - Suasana Rumah Makan Anugerah milik Dina Salle di Rotterdam, Belanda.
Jatuh bangun di negeri orang
Perjuangan Dina dimulai ketika dia memutuskan untuk ikut tantenya yang memiliki usaha restoran di Belanda.
"Pendidikan saya tidak tinggi, sehingga saya memberanikan diri mengadu nasib di negeri orang," cerita Dina sambil menemani KompasTravel menikmati nasi rames.
Hidupnya tidak serta merta enak.
Dua kali gagal dalam pernikahan, lalu menjadi single parent.
Dina bekerja di pabrik hingga membersihkan kotoran kucing pernah dia geluti untuk menghidupi dirinya dan anaknya.
"Hingga pada satu titik, saya sudah menyerah tapi ajaib saat itulah Tuhan lalu mulai membuka jalan. Ada seorang teman yang mau membantu memberikan saya modal membuka restoran sendiri. Setelah mengurus perizinan ke pemerintah Belanda, saya dapat izin usaha dan saya mulai berjualan," kata Dina.
Menu pertama yang Dina jual ada nasi kuning, ayam pedas, tahu tempe dan sayur buncis.
Lambat laun rumah makannya kian dikenal dan ramai dikunjungi.
Dari berjualan makanan Indonesia, Dina bisa menyekolahkan anaknya sampai lulus perguruan tinggi.
Dina juga menemukan pasangan yang mendukung usaha rumah makannya.
KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES - Dina Salle, pemilik Rumah Makan Anugerah di Rotterdam, Belanda.
"Dari usaha rumah makan ini juga saya bisa membangun sebuah rumah dan mulai merintis sebuah penginapan di Toraja. Rencananya setelah suami pensiun, saya akan kembali ke Indonesia dan menetap di sana, bagaimanapun hidup di negeri orang tidak lebih enak dari negeri sendiri," kata Dina.
Masakan buatan Dina mampu mengobati rasa rindu terhadap cita rasa masakan Indonesia.
Namun kisah Dina dan kerinduannya untuk kembali ke Indonesia menjadi bukti tanah air tidak bisa dilupakan. Persis seperti kata Pandji Pragiwaksono.
Kompas.com/Roderick Adrian Mozes