Laporan Wartawan TribunSolo.com, Eka Fitriani dan Labib Zamani
TRIBUNNEWS.COM, KARANGANYAR - Lokasinya di dusun atau kampung, tetapi jaringannya sudah mendunia.
Begitulah keberadaan Padepokan Lemah Putih yang terletak di di Kampung Bonorejo, Desa Plesungan Rt 02/ RW 02, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ini.
Padepokan Lemah Putih. (Tribunsolo.com/Labib Zamani)
Dirintis sejak 1986 oleh seniman tari Soeprapto Soerjodarmo di Mojosongo, Solo, padepokan itu meluas menjadi komunitas global melalui penyelenggaraan berbagai pasamuan pertemuan multikultur seniman-seniman dalam dan luar negeri.
Selain itu, Padepokan Lemah Putih juga menjadi wadah berbagai lintas kesenian sekaligus ruang terbuka untuk ajang kolaborasi karya, pelatihan, pameran, dan pertunjukan seni.
Sejumlah program tetap pun digelar di sini, seperti lir-ilir, macaning, performance art laboratory project,undisclosed territory, dan performance art event.
Lantas, bagaimana sejarah dipilihnya nama Lemah (tanah) Putih?
"Saya memberi nama Padepokan Lemah Putih karena menghargai istri,” kata Soeprapto, yang biasa disapa Mbah Prapto oleh kawan-kawannya.
“Istri saya bernama Siti, itu (artinya) tanah," ujarnya, beberapa waktu.
Adapun program-program kegiatan di Padepokan Lemah Putih diarahkan pada merayakan kesenian-kesenian etnik di dalam perjalanan waktu atau celebration ethnic art in time.
Di sini etnik tidak diletakkan pada masa lalu, tapi justru diarahkan ke masa depan, dijadikan satu tumpuan dari sebuah proses memajukan kemanusiaan.
"Saya mencoba mengangkat itu (kesenian-kesenian etnik di dalam perjalanan waktu) dengan banyak kegiatan yang dinamai dengan seni srawung atau saling berbagi," katanya.
Dia menjelaskan, srawung di Lemah Putih dapat diartikan sebagai "berbagi pengalaman", dan diikuti oleh para seniman dalam maupun luar negeri.
Terkini, Minggu (22/5/2016) pukul 9.00 WIB – 16.00 WIB, digelar kegiatan Srawung Organik seri dua di Padepokan Lemah Putih.
Srawung Organik ini dimeriahkan oleh performing arts Semeleh dari Solo, Bambang Dwi Atmoko Percussion dari Salatiga, Sean Hayward & Agniezka Ujma dari Amerika Serikat dan Polandia, serta Srimara dari World Music Collective.
Selain performing arts, ada pula Organic Market, acara pasar organik yang mempertemukan pembeli dan penjual dengan barang dagangan serbasehat seperti organic food & beverage, green craft & fashion, fresh organic product.
Ada pula workshop, yaitu Workshop Urban Farming dengan narasumber Ester Murtiningsih dari Solo.
Erti Mutiningsih merupakan pegiat komunitas Solo bernama Tanam Apa Aja di Lahan Terbatas.
Juga, workshop dari Michael Hadi (Solo) yang membawakan workshop dengan tema “Photography”Performing Arts Fotography.
Selain itu, ada demo jamu dari Made Ayu Aryani (Solo), pendiri Reina Herbal Drink Café yang merupakan kafe yang menjual minuman jamu sebagai minuman utama. (*)