News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ramadan 2016

Bubur Pekojan Pun Terhidang Kembali di Bulan Puasa

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Kampung Arab Pekojan menikmati hidangan bubur kuning saat berbuka puasa di Masjid An-Nawier, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat, Kamis (9/6/2016).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tradisi berbuka puasa dengan menu bubur kuning sudah lama menghilang dari warga Kampung Arab, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat.

Juru masak yang bisa membuat menu itu pun sudah langka.

Padahal, dari sepiring hidangan bubur kuning itu tecermin kebersamaan dan solidaritas keberagaman antara etnis Arab, Tionghoa, dan warga pribumi.

Kamis (9/6/2016) sore, bubur legendaris itu kembali dihidangkan di Masjid An-Nawier sebagai menu berbuka puasa. Di teras masjid yang teduh, bubur kuning dihidangkan bersama dengan es sirup, air mineral, kurma, donat, lumpia, gorengan, dan camilan lainnya.

Bubur kuning terbuat dari bahan utama beras, santan, dan potongan-potongan besar daging kambing.

Adapun bumbu yang dicampurkan ke dalam hidangan adalah lada, ketumbar, jintan, jahe, bawang putih, bawang merah, kunyit, bawang bombay, cengkeh, dan tomat.

Bahan-bahan itu diulek dengan kasar lalu dicampurkan ke dalam bubur. Daging kambing dimasak terpisah, setelah empuk baru dicampurkan ke dalam adonan bubur.

Bubur kuning disajikan dengan taburan bawang goreng di atasnya.

Aroma rempah-rempah merebak saat bubur hangat dituangkan dari panci besar ke dalam piring.

Rasanya gurih, wangi rempah, dan sedikit berlemak karena potongan-potongan daging kambing. Potongan daging kambing yang besar bertekstur empuk sehingga mudah dipotong dan dikunyah.

Dikky Bashandid (35), ustaz keturunan Arab mengatakan, bubur menjadi makanan favorit untuk berbuka puasa karena halus, empuk, dan kaya bumbu rempah.

Dulu, masing-masing rumah bergantian menyajikan makanan itu untuk dibawa ke masjid sebagai menu berbuka puasa.

Namun, kini tradisi itu sudah jarang dijalankan karena banyak yang tidak menguasai resep itu. Warga keturunan Arab juga sudah banyak yang pindah ke luar Pekojan.

”Makanan ini bukan asli Arab, ini sudah berbaur dengan kebudayaan Indonesia. Tetapi, makanan ini memang hanya populer pada saat Ramadhan,” kata Dikky, Kamis.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini