Berbeda dengan kebanyakan gulai, Pak Samin menyajikan gulai dengan kuah yang encer tanpa santan berwarna kekuningan.
Meskipun tidak menggunakan santan, tetapi citarasa gulai satu ini cukup gurih dengan bumbu-bumbu rempah yang begitu terasa.
Karena tidak menggunakan santan, kuahnya yang disajikan panas terasa begitu segar disantap pada malam hari.
Potongan daging sapinya pun terasa begitu empuk, tanpa banyak lemak yang menempel.
"Untuk menghasilkan daging sapi yang empuk, dagingnya direbus berulang-ulang. Selain membuat empuk juga menghilangkan lemak-lemak yang menempel pada daging," jelas Ning.
Ada dua pilihan cara penyajian gulai, yakni gulai campur (nasi dan gulai dicampur dalam satu piring) atau gulai pisah (gulai dan nasi dipisah).
Dalam kedua cara penyajian tersebut potongan dagingnya pun cukup banyak.
Sebagai pelengkap menyantap gulai sapi, disediakan potongan kubis, sambal, kecap, dan cabai lalap utuh.
Rasa yang mantap, dan potongan dagingnya yang banyak tidak membuat Samin mematok harga mahal untuk setiap porsinya.
Seporsi gulai pisah dapat anda nikmati hanya dengan Rp.11 ribu, sedang untuk gulai campur bahkan hanya Rp.9 ribu.
Dengan harga yang sangat terjangkau tersebut maka tak heran banyak mahasiswa yang menjadi langganan.
"Sejak dulu memang kebanyakan yang makan di sini adalah mahasiswa, jadi jika harganya terlalu mahal kasihan mereka," ujar Ning. Karena telah ada sekian lama warung makan yang setiap harinya buka dari jam 20.30 hingga 02.00 dinihari tersebut juga sering dijadikan lokasi bernostalgia orang luar kota yang dulu pernah kuliah di Yogyakarta.
"Dulu masih sangat sedikit tempat makan yang berjualan pada malam hari. Jadi banyak sekali mahasiswa yang cari makan pada malam hari datang kesini. Dan mereka yang dulu sering makan di sini kebanyakan menyempatkan datang jika sedang berada di Yogyakarta," pungkas Ning.(*)