Laporan Wartawan TRIBUN TRAVEL, Sinta Agustina dari Cebu, Filipina
TRIBUNNEWS.COM, CEBU - Pada 1521, pelaut Spanyol bernama Ferdinand Magellan memulai perjalanannya menjelajahi Samudra Pasifik dalam Ekspedisi Loaisa untuk menemukan Spice Island.
Bukannya menemukan Spice Island, Magellan justru berlabuh di sebuah daerah di Filipina, Cebu.
Magellan merasa Cebu merupakan daerah dengan penduduk yang sangat ramah, sehingga ia menjadikan Cebu sebagai pusat penjelajahannya, selain juga sebagai tempat menyebarkan agama Katolik.
Raja dan ratu Cebu, Raja Humabon dan Ratu Juana pun menerima dengan baik kedatangan Magellan.
Karena kebaikan raja dan ratu Cebu, Magellan memberikan boneka sakral Santo Nino kepada sang ratu sebagai simbol kebaikan.
Tak lama, Magellan menerima penawaran raja Cebu untuk bersama-sama bertempur dalam perang saudara di Pulau Mactan.
Sayangnya, dalam perang tersebut Magellan terbunuh oleh Lapu-lapu, warga Pulau Mactan.
Pada 1565, Miguel Lopez de Legazpi melanjutkan misi Ferdinand Magellan dalam menyebarkan agama Katolik dengan kembali mengunjungi Cebu.
Ketika tiba di Cebu, Legazpi melihat rumah yang sudah terbakar dan menemukan boneka Santo Nino di antara puing-puing bangunan yang runtuh.
Untuk menghormati boneka Santo Nino pemberian Magellan, pada 1565, pelaut sekaligus biarawan Fray Andrés de Urdaneta mendirikan gereja di lokasi ditemukannya boneka sakral tersebut.
Saat ini, boneka Santo Nino disimpan di dalam gereja yang yang diberi nama Basilica del Santo Nino.
Berlokasi di Santo Nino Chapel Lane, Cebu, Basilica del Santo Nino merupakan gereja Katolik tertua di Filipina.
Tak hanya sebagai tempat ibadah, Basilica del Santo Nino juga menyimpan sejarah, terlihat dari arsitek yang menjadi ciri khas bangunan ala Eropa.