TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Berwisata di Singapura tidak melulu tentang bangunan-bangunan mewah pencakar langit, tentang teknologi canggih, belanja di mal supermewah, atau kongkow di café dan restoran kelas dunia.
Kawasan heritage juga menjadi destinasi yang tak kalah menarik.
Terik matahari mulai berkurang ketika wartawan Surya (Tribunnews.com Network) tiba di Jalan Sultan Singapura, akhir pekan kemarin.
Di antara sejumlah bangunan kuno di kawasan yang dikenal Kampong Glam, berjejer empat vespa sespan di depan Mamanda, rumah makan berarsitektur lawas di Sultan Gate 73.
Vespa-vespa itu disewakan untuk wisatawan yang ingin keliling menyusuri Singapura, atau sekedar mengitari kawasan Kampong Glam.
Tarifnya, untuk 30 menit menyusuri kawasan heritage Kampong Glam 30 dolar Singapura, 60 menit 50 dolar, dan untuk sewa lebih lama bisa nego langsung dengan pihak pengelola.
Sore itu, Surya (Tribunnews.com Netwrok) mencoba naik vespa warna putih untuk 30 menit keliling Kampong Glam.
Kebetulan driver vespa ini seorang perempuan cantik yang mengenakan dres putih dengan motif bunga. Setelah mengenakan helm sebagai kelengkapan keamanan, kami pun melaju menyusuri kawasan bersejarah itu.
Keluar dari halaman rumah makan Mamanda, kami meluncur menuju Masjid Malabar. Dari sana perjalanan berlanjut ke Jalan Kubor Cemetery, Haji Lane, Arab Street, Bussaroh Mall, hingga ke Masjid Sultan yang banyak dikenal oleh kalangan warga Melayu tersebut.
Beberapa saat berhenti, tour menggunakan vespa berlanjut ke Hajjah Fatimah Mosque dan terus menyusuri jalan-jalan di kawasan peninggalan tersebut.
Selain melihat langsung bangunan-bangunan kuno yang menarik, dari atas sespan vespa juga bisa menikmati suasana sore di sejumlah kafe dan tempat nongkrong yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai Negara di kawasan itu.
Tak jarang, kamera handphone dari para wisatawan itu dipusatkan ke arah kami yang melaju pelan menyusuri jalan.
Terutama, ketika kami berhenti di sebuah café dan diberi paket kentang oleh penjaga kafe tersebut. “Ini gratis, fasilitas dari kami,” ujar driver vespa yang menemani Surya.
Beberapa menit berikutnya, perjanan kami kembali terhenti di sebuah toko es krim. Lagi-lagi, kami mendapat fasilitas gratis berupa segelas es krim untuk dinikmati dalam perjalanan keliling Kampong Glam menggunakan vespa. Es krim ini juga masuk dalam fasilitas tarif yang sudah dibayar saat menyewa vespa.
Tak terasa, 30 menit sudah kami menyusuri Kampong Glam. Vespa pun kembali masuk ke halaman rumah makan Mamanda untuk melayani puluhan wisatawan lain yang sudah mengantre di sana.
“Seru, seru banget,” ujar Thata, wisatawan asal Indonesia yang sore itu juga keliling Kampong Glam menggunakan vespa.
Tur keliling Kampong Glam menggunakan vespa ternyata destinasi baru di Singapura. Menurut General Manajer One Kampong Glam, Jefri Sidik, penyewaan vespa untuk keliling tempat bersejarah ini baru sekitar dua bulan berjalan.
“Ini merupakan upaya kami untuk menawarkan destinasi baru, dan lebih meramaikan wisatawan di Kampong Glam,” ungkap Jefri.
Diceritakannya, keunggulan kawasan ini bukan hanya keindahan bangunan-bangunan lawas yang berjejer di berbagai titik. Namun, sejarahnya juga bagus untuk diketahui. Terutama terkait kawasan kesultanan yang berbagai peninggalannya masih terjaga hingga sekarang.
Selain Kampong Glam, hari itu Surya juga sempat mengunjungi kawasan Geylang Serai, kompleks pasar tradisional yang menjadi destinasi tersendiri di Singapura. Tentu, hiburan di kawasan ini tidak hingar-bingar seperti yang ada di pusat-pusat wisata modern lain di Negeri Singa.
Pasar yang terletak di Geylang Road Singapore itu merupakan pasar tradisional yang cukup terkenal di sana. Tentu, harga barangnya juga tidak semahal di pusat-pusat perbelanjaan modern. Demikian halnya pujasera di lantai dua pasar dengan arsitektur bangunan melayu tersebut, juga makanan dan jajanan kelas menengah.
Selain makanan khas melayu, juga ada beberapa menu Indonesia. Seperti Rendang, Teh Tarik dan beberapa menu lain. “Rasanya sama persis dengan teh tarik yang banyak dijual di Indonesia,” sebut Kristian, wisatawan asal Jakarta.
Tak jauh dari Geylang Serai, cukup menyeberang jalan utama kemudian menyusuri jalanan di sana, ada sejumlah toko makanan tradisional. Seperti toko kue Popiah dan beberapa toko penganan ringan lain yang diproduksi langsung di situ.
Cukup meminta izin si pemilik toko, wisatawan bisa melihat langsung semua proses pembuatannya. Bahkan, boleh juga mengikuti semua proses sejak dari awal pengolahan bahan baku sampai menjadi kue yang siap dimakan.(Surya/m.taufik)