TRIBUNNEWS.COM – Taman Nasional Aketajawe-Lolobata rupanya bukan hanya menyimpan pesona Burung Bidadari saja.
Tim Terios-7 Wonders Wonderful Moluccas (T7W Wonderful Moluccas) bahkan berhasil menemui salah satu suku yang kehidupannya terbilang masih tradisional dari masyarakat umumnya. Suku tersebut adalah Suku Tobelo Dalam atau sering disebut Suku Togutil.
Togutil sendiri dalam bahasa Tobalo berarti bodoh, tertinggal.
Suku Togutil ini merupakan kelompok Tayawi. Tentu saja masih ada beberapa kelompok suku yang tinggal di sekitar wilayah tersebut. Setiap kelompok diberi nama yang berbeda sesuai dengan daerah aliran sungainya.
Misalnya saja Suku Togutil Akijira yang ada di Halmahera Tengah, Suku Togutil Dodaga, Suku Tigutil Tanjung Lili di Halamahera Timur, dan Suku Togutil lainnya.
Suku Togutil yang termasuk kelompok Tayawi ini menghidupi dirinya dengan cara berburu. Meski sebagian sudah mulai bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan kering.
Senjata mereka untuk bertahan diri maupun berburu ada tiga, yaitu parang yang sering disebut Odiah, panah atau Otoimi, dan tumbak yang sering disebut Ohokiki.
Walaupun hidup di pedalaman, Suku Togutil Tayawi sudah jauh lebih modern dari pada kelompok lainnya. Bahkan, Suku Togutil Tayawi sudah mau memeluk agama Kristen Protestan.
"Mayoritas Suku Togutil sudah memakai pakaian. Dulu kan hanya menggunakan celana atau rok saja yang terbuat dari kulit pepohonan. Tapi yang modern ya hanya kelompok Tayawi saja," kata dia.
Salah satu ciri khas yang dimiliki Suku Togutil Tayawi adalah pada bagian parasnya. Konon, Suku Togutil berasal dari banyak keturunan bangsa asing, seperti Portugis, India, dan Cina sehingga wajah mereka tampak seperti bule.
“Sebelum mengenal agama, Suku Togutil Tayawi ini memiliki nama dengan nama-nama pepohonan yang ada di wilayah permukimannya. Dimana, setiap ibu melahirkan di sekitar pohon, maka anaknya akan diberi nama seperti pohon yang ada di sekitarnya,” kata Tokoh Adat Togutil Tayawi, Anton Jumati, salah seorang Suku Togutil Tayawi yang lumayan fasih berbahasa Indonesia.
"Setelah menganut agama, baru namanya sedikit berubah. Sudah tidak memakai nama pepohonan lagi. Saat meninggal juga sudah tidak disandarkan kepada pohon. Tapi sekarang dikuburkan," tambahnya.