TRIBUNNEWS.COM, BANTULĀ - Tingkat konsumsi daging anjing di Kabupaten Bantul masih terbilang cukup tinggi.
Diperkirakan ada puluhan ekor anjing dipotong dan diolah menjadi makanan.
Kepala Bidang Peternakan, Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Kabupaten Bantul, Joko Waluyo mengatakan, sampai saat ini ada sekitar 10 tempat pemotongan anjing yang tersebar di wilayah Bantul.
Anjing tersebut dipotong untuk kemudian diolah menjadi aneka kuliner makanan.
"Dalam sehari, satu tempat pemotongan itu bisa memotong satu sampai dua ekor," kata Joko, Senin (13/1/2020).
Baca: Anjing Tertangkap Kamera Bunyikan Klakson Terus Menerus saat Ditinggal Pemiliknya di Dalam Mobil
Baca: Tes Kepribadian: Berapa Jumlah Anjing dalam Gambar? Jawabannya Cerminkan Seberapa Dewasa Dirimu
Anjing yang dipotong menurut Joko, biasanya dipasok dari seputar Daerah Istimewa Yogyakarta.
Paling banyak dari daerah barat seperti Kulon Progo ataupun Purworejo.
Setelah dipotong, daging anjing tersebut kemudian diolah menjadi kuliner seperti tongseng ataupun sate.
Pelanggan kuliner tersebut cukup banyak. Bukan dari Bantul melainkan dari berbagai daerah. Hanya saja, kebetulan tempat pemotongannya, menurut Joko, ada di Bantul.
"Jadi yang memesan biasanya banyak dari warga luar daerah," terang dia.
Pemotongan daging anjing ini menjadi dilema. Menurut Joko, meskipun daging anjing bukan termasuk konsumsi makanan, namun pihaknya mengaku belum bisa melarang usaha pemotongan anjing di Bumi Projotamansari.
Pasalnya, Pemerintah Kabupaten Bantul sampai saat ini belum memiliki peraturan daerah atau semacam peraturan Bupati yang menegaskan larangan, mengenai peredaran daging anjing. Sehingga sejauh ini masih dibebaskan.
Baca: Mengunjungi Pantai Cangkring, Pantai Termuda di Pesisir Bantul untuk Liburan Akhir Pekan
Baca: Anjing Tertangkap Kamera Bunyikan Klakson Terus Menerus saat Ditinggal Pemiliknya di Dalam Mobil
Selain itu, ketika usaha tersebut memang terpaksa harus diberhentikan, maka dikatakan Joko, Pemerintah memiliki konsekuensi, bagiamana caranya untuk mengganti ke sektor usaha lain. Baik tukang jagal maupun penjual kuliner olahannya.
"Seperti yang ada di solo. Mereka diberikan pekerjaan lain. (di Bantul) belum bisa diterapkan," ujar dia.